BULLYING; Sederhana Namun Dampaknya Tidak Bisa Dipandang Sepele

Nur Syarina mahasiswi Jurusan Sosiologi Agama UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Foto: Ist.

Oleh: Nur Syarina

 

Kita tentu kerap mendengar kasus bunuh diri oleh anak-anak dengan usia yang masih sangat belia. Setelah ditelusuri lebih dalam, rupanya faktor yang melatarbelakangi terjadinya hal tersebut adalah karena sang anak menerima tindakan bullying.

Bullying diartikan sebagai tindak kejahatan yang dilakukan oleh sebagian kelompok (dengan power/ kekuatan yang lebih dari pada korban) terhadap individu atau kelompok lainnya. Kejadian tersebut dilakukan secara berulang-ulang dengan tujuan untuk mengejek, menyakiti, merendahkan, atau menjatuhkan harga diri seseorang.

Perilaku bullying merupakan perilaku yang dianggap biasa. Namun, banyak dari korban bullying yang mengalami gangguan mental atau justru nekat menghabisi nyawanya sendiri. Bullying memang masalah yang sepele, namun se-sepele apa pun masalah, akan menjadi permasalahan yang serius apabila tidak ditanggapi dengan tepat.

Bullying dapat berupa bullying dengan kekerasan fisik atau berupa tindakan dan perkataan. Bullying dengan bentuk kekerasan dapat dilihat pada saat penggunaan kekerasan pada program penerimaan murid baru (kerap dikenal dengan sebutan ospek/MOS).

Biasanya kasus ini akan berkembang menjadi siklus yang diturunkan oleh senior kepada junior-juniornya selanjutnya. Hal ini dilakukan oleh junior sebagai bentuk balas dendam atas bullying yang pernah dia terima sebelumnya.

Pelaku bullying biasanya diturunkan dari pola asuh yang salah oleh orang tua pelaku. Biasanya, pola asuh orang tua dengan menerapkan kekerasan fisik dalam menghukum kesalahan anak. Selanjutnya, perilaku tersebut akan dipraktekkan oleh anak ke lingkungan sekitarnya.

Perilaku bullying dapat pula terbentuk karena tontonan yang ditontonton anak-anak. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk mengawasi anak saat menonton televisi karena perilaku anak tebentuk sesuai dengan apa yang dilihatnya.

Tak hanya televisi, orang tua juga seharusnya lebih berhati-hati dalam memberikan fasilitas smartphone dan laptop kepada anak-anak, karena jaman sekarang sangat banyak adegan kekerasan yang tersaji did alam game ataupun video-video yang beredar dalam smartphone yang ditakutkan akan merusak mental sang anak.

Dampak dari perilaku bullying sangat beragam, mulai dari ketakutan korban untuk menuju sekolah, merunnya prestasi akademik, atau bahkan terjadi kasus bunuh diri. Hal ini muncul, juga dilatarbelakangi oleh support sosial baik dari keluarga ataupun teman-teman terdekatnya.

Korban bullying dengan support yang baik dari keluarga atau sahabatnya akan memiliki kemampuan untuk bertahan dan menempatkan dirinya dengan baik. Sementara pada korban yang tidak mendapat dukungan dari orang tua dan teman-temannya justru dapat saja terjerumus kepada hal-hal yang mengerikan, seperti bunuh diri. Hal ini diakibatkan oleh ketidakberdayaannya, dan korban juga merasa dirinya yang tidak berguna bagi siapapun.

Setiap masalah yang timbul tentu mempunyai solusi, demikian pula bullying. Orangtua dapat mendesain pemikiran anak-anaknya dengan tidak menghukum anak-anak yang salah dengan kekerasan fisik dan ikut mengawasi tontotnan dan fasilitas smartphone yang dimiliki anak. Orang tua juga dapat menerapkan ajaran-ajaran kepercayaan diri bagi anak agar sang anak tidak gampang dimanipulasi oleh orang lain.

Selain itu, tindak bullying juga dapat diminimalkan dengan bekerjasama antara sekolah/institusi terkait dan orang tua. Kedua pihak ini harus mampu menjaga anak dari perilaku membully atau dibully secara bersama-sama. Orang tua, jaga dan awasi setiap tindakan anak. Sekolah, hapuskan kegiatan-kegiatan yang mungkin menjadi peluang timbulnya perilaku bullying.
*Penulis adalah mahasiswi Jurusan Sosiologi Agama, UIN Ar-Raniry 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.