Komisi I DPRA Terima Audiensi KontraS dan LBH Banda Aceh
Banda Aceh – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh melakukan audiensi dengan Komisi I DPRA, Rabu (09/09/2020). Pada audiensi tersebut, mereka menyampaikan beberapa rekomendasi terkait reparasi korban konflik, rekonsiliasi, Qanun Pertanahan serta penanganan kasus kekerasan seksual di Aceh.
Dalam audiensi tersebut, Koordinator KontraS Aceh, Hendra Saputra
menyampaikan kondisi terkini mengenai pemenuhan hak korban konflik. Kendati
perdamai Aceh telah berjalan selama 15 tahun, namun masih banyak persoalan yang
belum selesai dan membutuhkan sinergi baik antara pemerintah dan elemen
masyarakat sipil. Upaya yang perlu dilakukan yaitu pengakuan akan hak korban
berupa hak atas kebenaran, keadilan, hak atas pemulihan dan hak atas
ketidakberulangan.
Terkait rekonsiliasi, Henrda mengatakan bahwa ini merupakan tahap yang
sangat penting dalam perdamaian. Tanpa rekonsiliasi, akan meninggallkan rasa
dendam yang mungkin bisa memantik terjadinya konflik di masa depan. Dendam ini
dapat menjadikan korban masa lalu sebagai pelaku kekerasan di masa depan, bisa
dalam lingkup rumah tangga, pelaku kriminal di masyarakat hingga mengancam
keamanan.
Menyangkut dengan reparasi korban konflik Aceh, Hendra menyampaikan
apresiasinya kepada Pemerintah Aceh yang sudah menerbitkan Surat Keputusan
Gubernur Aceh No. 330/1269/2020 pada tanggal 2 Juli 2020 tentang penetapan
penerimaan reparasi mendesak, dan pemulihan hak korban kepada korban
pelanggaran HAM. Tentunya upaya itu sangat baik, akan tetapi ini perlu dikawal
bersama agar tidak terjadi kekeliruan pada pelaksanaannya.
Ia menambahkan, begitupun dengan pentingnya untuk segera mengesahkan Qanun
Pertanahan sebagai solusi terhadap berbagai konflik lahan di Aceh selama ini. Sebab,
masih banyak kasus perampasan lahan rakyat dengan berbagai alasan, apakah
investasi, pembangunan, dan sebagainya yang dilakukan banyak pihak di Aceh.
Hendra juga menyoroti tren kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak
di Aceh yang kian hari semakin memprihatinkan. Dari berbagai data yang
dihimpun, ada sekitar 379 kasus selama tahun 2020, dengan rincian 200 kasus
kekerasan terhadap anak dan 179 kasus kekerasan terhadap perempuan.
Merespon itu, Ketua Komisi I DPRA Tgk Muhammad Yunus M Yusuf mengatakan
pihaknya sangat mengapresiasi upaya yang telah dilakukan KontraS dan LBH Banda
Aceh. Sebagai bentuk keseriusan, pihaknya akan segera menindaklanjuti pertemuan
tersebut. Terutama dalam waktu dekat akan menhadirkan berbagai pihak terkait
untuk membahas itu lebih lanjut.
Ia berharap, apa yang telah dilakukan oleh KontraS Aceh dan LBH Banda
Aceh ini juga dapat dilakukan oleh elemen sipil lainnya. Upaya tersebut dianggap
sangat baik sebagai “Seulangke” (penghubung) antara rakyat dengan pemerintah. Sebab,
dengan segala keterbatasan yang ada, upaya ini menjadi salah satu cara untuk
merespon permasalahan dan aspirasi rakyat.
Menambahkan itu, anggota Komisi I Fuadri, S.Si., M.Si mengatakan,
dukungan dan kerjasama elemen sipil terhadap DPRA. Apalagi ditengah pendemi Covid-19 dan memburuknya
hubungan antara eksekutif dan legislatif Aceh saat ini, membuat lembaga DPRA
sedikit kesulitan dalam merespon permasalahan dan aspirasi rakyat.
Ia menambahkan, tentunya upaya yang dilakukan KontraS Aceh dan LBH Banda Aceh tersebut merupakan salah satu bentuk dukungan dan kepercayaan mereka kepada DPRA.
Tidak ada komentar