Komisi I DPRA : Pelaku Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan Harus Diganjar Hukuman Berat

Banda Aceh – Kekerasan fisik dan seksual terhadap perempuan dan anak merupakan kejahatan luar biasa. Sehingga harus diganjar dengan hukuman yang sangat berat. Dengan demikian mungkin akan menimbulkan efek jera bagi pelakunya.

Hal itu disampaikan ketua Komisi I DPRA Tgk Muhammad Yunus M Yusuf usai rapat lintas sektoral terkait aturan hukum dan penegakan hukum kepada pelaku kekerasan fisik dan seksual terhadap perempuan dan anak  diruang sidang DPRA, Senin, (19/10/2020).

Muhammad Yunus menambahkan, untuk menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut, pihaknya akan membentuk tim kecil dari unsur Forkopimda Aceh dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Tim itu nantinya akan merumuskan berbagai strategi dan solusi dalam waktu yang singkat terkait bagaimana hukuman yang berat dimaksud.

 “Dalam pertemuan tadi ada banyak dinamika yang berkembang. Sebagian kawan-kawan secara tegas menyampaikan untuk pelaku kekerasan terhadap anak dan perempuan memberlakukan UU perlindungan anak. Namun, sebagian besar juga menekankan Qanun Jinayah Nomor 6 Tahun 2014 sudah cukup, tinggal bagaimana pelaksanaannya saja. Sehingga butuh tim kecil untuk merumuskan,” ujarnya.

Muhammad Yunus melanjutkan, sebenarnya ia sependapat bahwa Qanun Jinayah sudah memadai. Namun selama ini tidak disusul dengan aturan turunan yang seharusnya dibuat dalam Peraturan Gubernur sebagai petunjuk secara tekhnis dalam pelaksanaannya.

Senada dengan itu, ketua Komisi V DPRA M Rizal Falevi Kirani juga menilai dalam hal ini pemerintah Aceh abai. Seperti diketahui, beberapa tahun terakhir ini kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan meningkat, namun pemerintah Aceh terkesan biasa saja. Setelah terjadi kasus di Birem Bayeun Aceh Timur, baru terlihat sibuk.

Ia menambahkan, seharusnya pemerintah sudah memiliki konsep yang jelas dalam penyelesaian kasus kekerasan tersebut. Misalnya, terkait dengan faktor penyebab, pengadaan fasilitas yang memadai, aturan turunan sebagai petunjuk tekhnis dari qanun, bahkan sampai kompensasi bagi para korban yang sampai saat ini belum jelas.

Selain Komisi I, Komisi V, dan Komisi VI DPRA, rapat lintas sektoral tersebut juga dihadiri dari unsur Forkopimda Aceh, SKPD  terkait, dan juga dihadiri sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat, serta pemangku kepentingan lainnya.

 

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.