DPRA Protes Keras Plt Gubernur Soal Surat Edaran Pemulasaran Jenazah Covid-19
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengeluarkan Surat
Edaran Nomor : 440/14789 tentang Pemulasaran Jenazah Covid-19 pada tanggal 15
Oktober lalu. SE tersebut dikeluarkan dengan alasan tingginya angka kematian
kasus Covid-19 di Aceh dan minimnya SDM yang menangani pemulasaran jenazah
Covid-19. Berikut poin-poin dalam SE tersebut :
1. Penatalaksanaan pengurusan jenazah Covid-19 sampai dengan penempatan
jenazah kedalam peti jenazah dan siap dimobilisasi untuk dikuburkan hanya
berlaku bagi pasien yang dirawat di RSUD dr. Zainoel Abidin.
2. Penjemputan jenazah Covid-19 pada RSUD dr. Zainoel Abidin
dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
3. Apabila ada pasien Covid-19 meninggal dunia saat dirujuk ke RSUD dr.
Zainoel Abidin, maka penatalaksanaan jenazah tersebut menjadi tanggung jawab
Pemerintah Kabupaten/Kota diwilayah pasien meninggal.
4. Agar Kabupaten/Kota dapat mengkoordinasikan dengan Dinas Kesehatan
dan RSUD masing-masing.
Menanggapi SE tersebut, Ketua Komisi V DPRA Falevi Kirani menyatakan protes keras terhadap Plt Gubernur Nova Iriansyah. Ia menyebut SE itu sebagai upaya dari Pemerintah Aceh untuk lari dari tanggung jawab terhadap nasib masyarakat korban Covid-19.
SE ini menunjukkan legitimasi kuat bahwa Pemerintah Aceh sejak awal tidak
serius dalam penanganan pandemi covid19 ini.
SE pemulasaran jenazah Covid-19 ini jelas bentuk buang badan Pemerintah
Aceh terhadap tanggung jawab mengurus nasib rakyat. Sehingga tanggung jawab ini
mau dilimpahkan ke Pemerintah Kabupaten/Kota. Karena itu kami menyatakan protes
keras atas SE tersebut. Alasan yang disampaikan dalam SE ini pun sangat tidak
masuk akal. Wajar jika Pemerintah Kabupaten/Kota keberatan dengan SE tersebut.
Bahkan beberapa dari mereka sudah menyampaikan juga keberatannya kepada kami.
Pemerintah Aceh harus lakukan instropeksi menyeluruh, dan sebenarnya
tingginya angka kematian akibat covid19 tidak terlepas dari gagalnya pemerintah
Aceh dalam penanganan pandemi ini. Pelimpahan beban kepada kab/kota bukanlah
solusi yang baik dan cenderung mengakibatkan rusaknya protokol penanganan
covid19 secara menyeluruh.
Dari awal kita sudah sarankan untuk merekrut tenaga medis dan tenaga
penunjang tambahan termasuk petugas pemulasaran jenazah dalam penanganan
Covid-19. Tapi tak pernah dilakukan sebagai upaya penanganan yang baik.
Coba bayang kan kalau pasien covid 19 yg di rujuk dari RS Aceh
Tenggara, Singkil ker RSUZA. Kemudian di saat Pasien itu meninggal maka Rumah
sakit Singkil, Aceh tenggara harus menjemputnya, bisa kita bayangkan berapa lama
waktu habiskan utk menjemput pasien yang sudah meninggal di RSUZA harus bawa
pulang ke kab/ Kota utk di kebumikan. Apa ini kebijakan yang on the Track? Atau
kebijakan yg menyengsarakan rakyat? Disini perlu tindakan dan kebijakan yang
objektif demi kepentingan bersama.
Aceh merupakan salah satu provinsi dengan anggaran penanganan Covid-19
terbesar. Tapi persoalan dasar seperti pengurusan jenazah pasien saja tidak
terurus. Kalau tenaga pemulasaran jenazah terbatas, rekrut yang baru sesuai
kebutuhan. Kan anggarannya tersedia. Kalau kekurangan ambulance beli baru atau
sewa saja. Tidak perlu minta pihak Kabupaten/Kota untuk jemput jenazah. Kalau
ini tidak dilakukan, jadi kemana juga anggaran refocussing penanganan Covid-19
sebesar 2,5 trilyun selama ini digunakan? Apa tidak malu sama Kabupaten/Kota
yang anggarannya kecil dibebani untuk ambil alih tanggung jawab provinsi?
Atas berbagai pertimbangan tersebut, kami meminta saudara Plt Gubernur
Aceh untuk mencabut SE 440/14789. Kami juga meminta Pemerintah Aceh untuk
memberi pelayanan gratis kepada seluruh pasien Covid-19 baik yang dirawat RSUD
dr. Zainoel Abidin maupun di RS lainnya diseluruh Aceh. Apakah itu layanan
swab, perawatan, termasuk pengurusan jenazah. Jangan ada pilih kasih dalam
melayani rakyat. Pemerintah Aceh wajib belanjakan anggaran refocussing untuk
penanganan Covid-19. Ingat, APBA itu uang rakyat. Jangan ada upaya untuk
tahan-tahan hak rakyat.
Tidak ada komentar