Pilkada Aceh Jangan Membunuh Demokrasi

 




*Cabub  Yang Tidak Mendaftar Dinilai Cacat Hukum


Banda Aceh - Dr Taufiq A Rahim, pengamat Politik mengatakan, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, pada dasarnya berlandaskan kepada acuan Undang-Undang Nomor 10, Tagun 2016, maka Pilkada 2024 serentak berdasarkan Pasal 201 ayat 8, beleid tersebut Pilkada serentak pada Nopember 2024. 


Kemudian berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2, Tahun 2024. Sehingga Pilkada serentak di Aceh juga tidak berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) atau (UU Nomor 11, Tagun 2006). 


Jadi jika tidak merujuk UUPA, sehingga tidak ada lagi suara menyatakan dengan menggunakan UUPA dalam Pilkada serentak 2024. Jangan digunakan UUPA jika menguntungkan, tetapi diabaikan jika merugikan secara politik, kata akademisi Universitas Muhammadyah, Banda Aceh


Lebih lanjut, tambah Taufiq A Rahim, demikian juga, jika merujuk kepada revisi Pilkada pasca keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 12/PUU/2024, maka jadwal pemungutan suara, pada 27 Nopember 2024. 


Selanjutnya membuka peluang juga bertambahnya jumlah calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota dengan Pilkada serentak.


Demikian pula untuk Pilkada Aceh tidak tertutup kemungkinan jumlah kontestan yang mengikutinya bertambah. Jadi untuk Calon Gubernur/Wakil Gubernur Aceh tidak hanya dua (2) paket calon yang mendaftar, sehingga iklim demokrasi benar-benar mewarnai Pilkada Aceh, dan jangan membatasi calon jika konsisten demokrasi politik modern berlangsung di Aceh. 


Selanjutnya  jangan ciptakan politik otoriter dan "abbused of power", yang seolah-olah kekuasaan politik di Aceh hanya milik orang, individu dan kelompok tertentu serta hanya wewenang partai politik saja, tandas Taufiq A Rahim


Dalam hal ini bahwa, Pilkada memiliki tahapan pelaksanaan, juga tertib secara aturan hukum, UU, etika-moral dan sistem demokrasi politik, maka calon juga mesti mengikutinya, baik tahapan pendaftaran,  administratif dan persyaratan lainnya. 


Sehingga tidak ada calon yang tidak mendaftarkan dirinya sudah dinyatakan lewat, lolos dan sah sebagai calon, ini dinyatakan cacat hukum, mengangkangi demokrasi dan arogan, tandasnya


Jika calon ramai dan lebih dari dua, maka rakyat Aceh dapat menentukan serta memilih sesuai hati nuraninya, meskipun ada usaha membatasi calon serta menggunakan tidak jelas serta konsisten menggunakan dasar hukum atau aturan UU terhadap Pilkada Aceh "sesuka hati" .


Penyelenggara Pilkada Aceh yang dilaksakan serentak secara nasional, namun demikian penyelenggara Pilkada Aceh jangan membunuh demokrasi Aceh, dengan mengikuti keinginan dan kepentingan politik orang dan kelompok tertentu sesuai dengan pesanan "by order", sehingga membatasi calon peserta Pilkada. Ini perbuatan "dzhalim" para penyelenggara Pilkada Aceh. []

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.