Candu Kekuasaan
Hamdan Budiman,
*Pemred koranaceh.net
Kecanduan terhadap kekuasaan adalah perjalanan ke dalam kegelapan yang sering diabaikan, di mana rasa dominasi yang menggoda dapat mengganggu moralitas dan integritas individu, menghasilkan dampak merusak baik secara pribadi maupun sosial.
Kekuasaan dapat digambarkan sebagai alat yang luar biasa untuk mencapai tujuan dan mendominasi lingkungan. Namun, di balik kilau kekuasaan, terdapat kegelapan yang sering kali terabaikan: kecanduan terhadap kekuasaan.
Fenomena ini memiliki kesamaan mencolok dengan kecanduan narkoba. Keduanya mendatangkan rasa euforia, merangsang neurokimia otak, dan membawa individu ke jalur yang mengganggu fungsi sosial dan etika mereka.
Proses dan Perilaku Yang Muncul
Proses kecanduan terhadap kekuasaan berakar pada respons neurokimia yang kompleks. Ketika seseorang memiliki kekuasaan, otak mereka melepaskan zat kimia seperti dopamin, yang berkaitan dengan rasa imbalan, kebahagiaan, dan motivasi. Rasa dominasi dan kontrol menciptakan pengalaman positif, mirip dengan bagaimana pengguna narkoba merasakan euforia dari zat tertentu.
Seiring waktu, individu yang terjebak dalam lingkaran kekuasaan ini mulai merasakan ketergantungan. Perasaan yang muncul dari kekuasaan semakin menggoda dan sulit untuk ditolak, mengarah pada pencarian kekuasaan yang lebih besar untuk merasakan sensasi yang sama.
Efek dari kecanduan kekuasaan dapat dilihat dalam berbagai perilaku. Pertama, fungsi kognitif bisa meningkat secara sementara. Individu yang berkuasa mungkin merasa lebih cerdas, lebih berani, dan lebih mampu mengambil risiko.
Namun, peningkatan ini justru mengakibatkan kemampuan untuk menilai jadi berkurang. Keputusan yang salah atau tidak tepat pun menjadi hasilnya. Ketika kekuasaan tidak dibatasi, pengambil keputusan dapat mengalami kebutaan moral, menyimpang dari norma sosial dan etika.
Selain itu, kecenderungan munculnya sifat narsistik yang ekstrem juga menjadi sebab lainnya. Individu yang terobsesi dengan kekuasaan acap kali menjadi terlalu fokus pada diri mereka sendiri, merasa diri ada pusatnya. Mengabaikan kebutuhan dan kesejahteraan orang lain.
Hal ini tanpa disadari akan mengarah pada perilaku menyimpang, di mana mereka menggunakan kekuasaan untuk mengeksploitasi, mendorong agenda pribadi, atau bahkan dengan sukacita menindas yang lemah. Ringkasnya, kekuasaan yang tidak terkendali akan mengabaikan rambu-rambu moralitas serta norma sosial.
Dampak Jangka Panjang
Dalam jangka panjang, kecanduan kekuasaan menghasilkan dampak yang merusak, baik bagi individu maupun masyarakat. Pada tingkat pribadi, sebab mencari dan mendamba kekuasaan, individu bisa kehilangan hubungan, integritas, dan bahkan diri mereka sendiri. Terasing dari nilai-nilai moral yang seharusnya di pegang. Karena meningkatnya dominasi, mereka justru buta terhadap dampak negatif dari tindakan mereka, yang dapat mengarah pada kebijakan dan keputusan yang merugikan orang lain.
Di tingkat sosial, kecanduan ini menciptakan ketidakadilan, konflik, dan ketidakpuasan di antara anggota masyarakat. Sebab 'dia' yang berkuasa cenderung mengeksploitasi dan mengabaikan kebutuhan serta hak orang lain demi kepentingan pribadinya. Akibatnya, ketidakpuasan sosial dapat meningkat, menciptakan lingkungan yang tidak stabil dan penuh ketegangan. Yang pada akhirnya merusak struktur sosial dan kesejahteraan secara keseluruhan.
Kecanduan terhadap kekuasaan adalah sebuah perjalanan ke dalam kegelapan yang mungkin sering diabaikan oleh banyak orang. Dari mekanisme neurokimia hingga perilaku yang muncul serta konsekuensi jangka panjang, kita dapat melihat bahwa kekuasaan bukanlah sesuatu enteng. Kesadaran akan risiko dan bahaya dari candu kekuasaan perlu disadari, baik bagi individu yang memegang kekuasaan maupun bagi masyarakat secara keseluruhan.
Hanya melalui refleksi dan pengendalian diri, kita dapat mencegah kecanduan ini dan menciptakan lingkungan yang lebih adil serta berkelanjutan.(*)
Tidak ada komentar