Korupsi Impor Gula: Thomas Lembong dan Charles Sitorus Jadi Tersangka

Charles Sitorus (kiri) dan Thomas Trikasih Lembong (kanan)
Kejaksaan Agung RI menetapkan Thomas Trikasih Lembong dan Charles Sitorus sebagai tersangka dalam kasus korupsi izin impor gula yang diduga merugikan negara hingga Rp 400 miliar.

Jakarta – Kejaksaan Agung Republik Indonesia telah menetapkan Thomas Trikasih Lembong dan Charles Sitorus sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait izin impor gula. Penetapan ini mengungkap penyimpangan serius dalam pengelolaan izin impor, yang diduga menyebabkan kerugian negara mencapai sekitar Rp 400 miliar, menyoroti isu integritas dan kepatuhan dalam sektor perdagangan.

Thomas Trikasih Lembong, yang akrab disapa Tom Lembong, menjabat sebagai Menteri Perdagangan dari tahun 2015 hingga 2016. Selama masa jabatannya, ia diduga mengeluarkan izin impor untuk 105 ribu ton gula kristal mentah kepada PT AP, yang selanjutnya diolah menjadi gula kristal putih.

“Saudara TTL diduga memberikan izin impor gula kristal mentah 105 ribu ton kepada PT AP, yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih.” Kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Selasa 29 Oktober 2024.

Pelanggaran Regulasi: Keputusan Izin Impor Hingga Manipulasi Harga

Menyadur tempo.co, kasus ini berakar pada adanya indikasi pelanggaran terhadap keputusan Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian nomor 257 Tahun 2004. Isi peraturan itu menyatakan bahwa izin untuk mengimpor gula kristal putih hanya dapat diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Abdul Qohar menjelaskan bahwa izin yang diberikan kepada PT AP tidak sesuai prosedur yang berlaku. “Impor gula kristal tersebut tidak melalui rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri,” katanya.

Pada 12 Mei 2015, Lembong ikut serta dalam rapat koordinasi antar kementerian yang menegaskan bahwa Indonesia sedang mengalami surplus gula dan tidak membutuhkan impor. Namun, kurang dari dua bulan kemudian, Lembong mengeluarkan izin untuk impor gula.

Dari November hingga Desember 2015, Charles Sitorus, yang menjabat sebagai Direktur Pengembangan Bisnis di PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), memerintahkan stafnya untuk mengadakan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.

“Saudara CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan staf senior manajer bahan pokok PT PPI atas nama P untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula,” terang Abdul Qohar.

Perusahaan-perusahaan tersebut, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI, seharusnya hanya diperbolehkan mengelola gula rafinasi, namun praktik yang terjadi adalah mereka diizinkan mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih. Hal ini, menurut Kejaksaan Agung, telah melanggar ketentuan hukum yang ada.

Kerugian yang lebih besar muncul ketika gula kristal putih yang dihasilkan dari pengolahan gula mentah dijual dengan harga yang sangat tinggi. Gula tersebut dijual melalui distributor terafiliasi dengan PT PPI seharga Rp 26 ribu per kilogram, sementara harga eceran tertinggi (HET) saat itu hanya Rp 13 ribu per kilogram.

“Dijual melalui distributor yang terafiliasi dengannya, dengan harga Rp 26 ribu per kg, lebih tinggi dari HET saat itu Rp 13 ribu per kg dan tidak dilakukan operasi pasar,” jelas Abdul Qohar.

Penyidikan dan Penetapan Tersangka

Penyidikan yang dilakukan oleh Jampidsus Kejaksaan Agung berlangsung selama satu tahun, dimulai pada Oktober 2023. Selama prosesnya, sebanyak 90 orang saksi telah diperiksa untuk mengumpulkan bukti-bukti yang cukup kuat.

Kejaksaan Agung memperkirakan kerugian negara akibat kasus ini mencapai sekitar Rp 400 miliar. Kerugian ini merupakan hasil dari praktik korupsi yang meliputi penyewaan izin, penjualan gula dengan harga yang dimanipulasi, dan pengabaian terhadap regulasi yang ada.

Setelah penetapan tersangka, Lembong dan Sitorus melakukan tes kesehatan sebelum dibawa ke rumah tahanan. Keduanya dijadwalkan untuk menjalani penahanan selama 20 hari. Keduanya disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Tindakan Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHAP.

“Terhadap kedua tersangka dilakukan penahanan rutan selama 20 hari ke depan. Untuk tersangka TTL di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor 50 Tanggal 29 Oktober 2024. Dan untuk tersangka DS, berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor 51 Tanggal 29 Oktober 2024. Dia ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.” tutup Qohar.

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.