Panwaslih Aceh Petakan Indikator Kerawanan di TPS Menjelang Pilkada Aceh 2024

Banda Aceh - Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Aceh telah memetakan 25 indikator kerawanan di tempat pemungutan suara (TPS) yang perlu diantisipasi untuk mencegah potensi pelanggaran dalam Pilkada 2024.

Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Panwaslih Aceh, Muhammad AH, mengungkapkan bahwa pemetaan potensi kerawanan ini bertujuan agar penyelenggara pilkada dapat mengambil langkah strategis menghadapi potensi masalah selama proses pemungutan dan penghitungan suara.

Menyadur Antara, Muhammad AH mengatakan, "Dengan pemetaan ini, baik Panwaslih Aceh maupun Komisi Independen Pemilihan (KIP) beserta jajaran selaku penyelenggara pilkada dapat melakukan langkah strategis mengantisipasi potensi kerawanan di TPS saat berlangsungnya pemungutan dan penghitungan suara pada pilkada nanti," ujarnya di Banda Aceh, Kamis (23/11/2024).

9.704 TPS di Aceh Dipetakan

Menurut data Panwaslih Aceh, pemetaan dilakukan pada 9.704 TPS yang tersebar di 6.499 gampong, 290 kecamatan, dan 23 kabupaten/kota di Aceh. Indikator kerawanan tersebut mencakup berbagai variabel, seperti penggunaan hak pilih, riwayat keamanan, hingga potensi politik uang.

Terdapat enam indikator utama yang paling banyak ditemukan. Salah satunya adalah penggunaan hak pilih di 3.329 TPS yang memiliki pemilih disabilitas dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Selain itu, sebanyak 2.777 TPS teridentifikasi memiliki pemilih DPT yang tidak lagi memenuhi syarat, seperti telah meninggal dunia atau beralih status menjadi anggota TNI/Polri.

Indikator lain meliputi kerawanan terkait pemilih pindahan, domisili penyelenggara yang berasal dari luar TPS, TPS yang tidak memiliki jaringan internet, serta TPS dengan pemilih yang memenuhi syarat tetapi tidak tercantum dalam DPT.

Indikator Kerawanan Lainnya

Selain itu, Panwaslih juga mencatat 16 indikator tambahan yang perlu mendapat perhatian serius. Beberapa di antaranya adalah 234 TPS dengan kendala aliran listrik, 224 TPS yang berada di wilayah rawan bencana, 181 TPS yang sulit dijangkau, serta 203 TPS yang sebelumnya pernah dilakukan pemungutan suara ulang.

Indikator lain termasuk 149 TPS yang memiliki riwayat praktik politik uang, 96 TPS yang pernah terjadi intimidasi, 46 TPS yang dekat dengan lembaga pendidikan, serta 36 TPS yang berada di wilayah rawan konflik.

Tiga indikator lainnya yang lebih jarang terjadi, namun tetap membutuhkan antisipasi, antara lain 63 TPS dengan riwayat isu SARA, 42 TPS di mana penyelenggaranya pernah berkampanye untuk pasangan calon, serta 14 TPS yang mengalami penolakan penyelenggaraan pemungutan suara.

Muhammad AH juga mengajak semua pihak, termasuk organisasi masyarakat dan pegiat kepemiluan, untuk turut mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara, khususnya di TPS-TPS yang teridentifikasi rawan.

"Kami juga mengajak seluruh pemangku kepentingan, pegiat kepemiluan, organisasi masyarakat, mengawasi pemungutan dan penghitungan suara di TPS rawan tersebut," tutupnya.

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.