16 Permohonan PHP-Kada 2024 Diajukan Masyarakat, Fenomena Baru?
Petugas MK (kiri) sedang melayani sejumlah pemohon pendaftaran gugatan hasil Pilkada 2024 di Gedung MK, Jakarta, Senin (9/12/2024). (Foto: Antara/Aprilio Akbar). |
Perludem mencatat bahwa dari total 312 permohonan Perselisihan Hasil Pilkada (PHP-Kada) 2024, 16 di antaranya berasal dari masyarakat, memunculkan potensi baru keterlibatan publik dalam proses hukum pilkada.
Jakarta - Sebanyak 16 dari 312 permohonan sengketa
hasil Pilkada 2024 diajukan oleh masyarakat. Data ini dicatat oleh Perkumpulan
untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dalam kajian awal terkait Perselisihan
Hasil Pilkada (PHP-Kada) 2024.
“Terus [perkara yang diajukan] masyarakat ini ada 16 perkara yang persentasenya 5,45 persen,” ujar Peneliti Perludem, Ajid Fuad Muzaki, dalam diskusi media bertajuk Potret Awal PHP-Kada 2024 yang digelar melalui Zoom, Minggu, 22 Desember 2024.
Ajid memaparkan bahwa mayoritas permohonan PHP-Kada diajukan
oleh pasangan calon, yakni sebanyak 287 perkara atau 91,99 persen. Sisanya,
delapan perkara (2,56 persen) diajukan oleh pemantau Pilkada 2024.
Meski kecil, angka tersebut menunjukkan adanya partisipasi
publik yang mulai terlibat secara langsung dalam pengawasan pilkada. “Namun,
sayangnya, nama dan status akreditasi pemantau serta masyarakat yang mengajukan
perkara belum dapat kami telusuri karena keterbatasan informasi,” jelas Ajid.
Fenomena Baru dalam Demokrasi, Publik Mulai Terlibat dalam Sengketa Pilkada
Ajid menambahkan bahwa secara persentase, mekanisme hukum
sengketa hasil Pilkada 2024 memang masih didominasi oleh aktor politik. Meski
demikian, fakta bahwa masyarakat turut mengajukan perkara ke Mahkamah
Konstitusi (MK) menjadi fenomena baru yang patut diperhatikan.
Senada, Haykal, peneliti Perludem lainnya, menyoroti
pentingnya legal standing pemohon dari pihak masyarakat dan pemantau.
Menurutnya, MK perlu memastikan bahwa pemantau yang mengajukan perkara telah
terakreditasi dan memenuhi syarat hukum.
“Ada potensi terbukanya peluang ke depannya bagi masyarakat
untuk juga bisa memiliki legal standing mengajukan PHPU ke Mahkamah
Konstitusi,” ungkapnya.
Ia menekankan, jika ada satu saja permohonan dari masyarakat yang diterima oleh MK, hal ini bisa menjadi pintu masuk untuk membuka peluang lebih besar bagi publik dalam mengawasi hasil pemilu.
Keterlibatan masyarakat dalam PHP-Kada memberikan sinyal
positif terhadap penguatan demokrasi. Meski jumlahnya masih minim, fenomena ini
dapat membuka ruang diskusi lebih luas terkait hak masyarakat dalam proses
pemilu.
Peran aktif publik dalam mengajukan perkara ke MK mencerminkan langkah awal menuju demokrasi yang lebih inklusif, di mana pengawasan tidak hanya dilakukan oleh pasangan calon, tetapi juga oleh masyarakat sebagai pemangku kepentingan langsung.
Tidak ada komentar