Aksi Unjuk Rasa Warga Julok ke PT Medco E&P Malaka, Tuntut Keadilan dan Pemberdayaan Lokal
![]() |
Aksi unjuk rasa masyarakat dari berbagai desa di Kecamatan Julok, Aceh Timur, ke PT Medco. (Foto: AJNN/Rizalihadi). |
Masyarakat dari berbagai desa di Kecamatan Julok, Aceh Timur, melakukan aksi protes terhadap PT Medco E&P Malaka. Mereka menuntut prioritas tenaga kerja lokal, pelatihan vokasi, transparansi CSR, dan solusi masalah lingkungan.
Aceh Timur - Puluhan warga dari beberapa desa di Kecamatan Julok, Kabupaten Aceh Timur, yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Masyarakat Menggugat (Geuram), menggelar aksi unjuk rasa di jalan lintas provinsi simpang tiga ROW PT Medco, Gampong Julok Tunong, pada Senin, 16 Desember 2024.
Aksi ini memprotes PT Medco E&P Malaka, perusahaan yang mengelola migas di Blok A, Aceh Timur. Demonstrasi tersebut menyoroti minimnya dampak positif keberadaan perusahaan terhadap masyarakat sekitar.
Dalam aksi ini, masyarakat dan LSM Geuram menyampaikan enam tuntutan utama, antara lain:
- Memprioritaskan Tenaga Kerja Lokal: Masyarakat mendesak PT Medco untuk mengutamakan warga sekitar dalam perekrutan tenaga kerja.
- Program Pelatihan Vokasi: Perusahaan diminta menyediakan pelatihan keterampilan bagi pemuda setempat.
- Keterlibatan BUMG dan Kelompok Lokal: Warga meminta perusahaan melibatkan Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) dan kelompok ekonomi lokal dalam perekrutan tenaga kerja, distribusi dana CSR, dan program pemberdayaan ekonomi.
- Mengatasi Masalah Lingkungan: PT Medco diminta segera menangani persoalan debu di ROW, bau busuk, dan pencemaran air yang mengganggu warga.
- Sosialisasi Prosedur Darurat: Warga menuntut edukasi rutin dan simulasi tanggap darurat dari perusahaan.
- Transparansi Dana CSR: Perusahaan harus bersikap transparan dan memprioritaskan warga lokal dalam distribusi CSR.
Mengutip dari berbagai sumber, masyarakat juga mengeluhkan rendahnya akses informasi terkait proses rekrutmen tenaga kerja.
Menurut mereka, hal ini menjadi kendala utama dalam mendapatkan pekerjaan di perusahaan tersebut. Selain itu, program Corporate Social Responsibility (CSR) dinilai hanya bersifat jangka pendek dan kurang memberikan dampak signifikan.
Respons PT Medco
VP Relations & Security Medco E&P, Arif Rinaldi, menyatakan bahwa perusahaan selalu mengutamakan tenaga kerja lokal dengan mempertimbangkan kompetensi yang sesuai kebutuhan operasional.
“Kami terus menciptakan dampak positif yang berkelanjutan bagi masyarakat di sekitar wilayah operasi, sekaligus mendukung ketahanan energi nasional,” ujar Arif Rinaldi, melansir rri.co.id, Senin, 16 Desember 2024.
Arif menambahkan, Medco E&P menjalankan program pengembangan masyarakat di berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur, dan lingkungan hidup.
“Keselamatan, kesehatan kerja, dan perlindungan lingkungan (K3LL) juga menjadi prioritas utama dalam setiap kegiatan operasi kami,” lanjutnya.
Aksi Berjalan Kondusif
Polres Aceh Timur menerjunkan 101 personel gabungan untuk mengawal aksi tersebut. Kabag Ops Polres Aceh Timur, Kompol Surya Purba, menyatakan bahwa pihaknya memfasilitasi pertemuan antara perwakilan demonstran dan manajemen PT Medco.
![]() |
Kabag Ops Polres Aceh Timur, Kompol Surya Purba, beserta jajarannya saat mengawal proses audiensi. (Foto: serambinews.com). |
“Kami memediasi pertemuan antara perwakilan pengunjuk rasa dengan pihak perusahaan. Alhamdulillah, seluruh tuntutan telah diakomodasi oleh perusahaan. Tindak lanjutnya akan dilakukan dalam pertemuan lanjutan yang dijadwalkan pada minggu kedua Januari 2025,” jelas Kompol Surya, pada Senin, 16 Desember 2024, dikutip dari serambinews.com.
Aksi berlangsung damai berkat pendekatan persuasif dari pihak kepolisian, yang memastikan aspirasi warga tersampaikan dengan baik.
Sejarah Singkat Pengelolaan Blok A oleh PT Medco E&P Malaka
Blok A merupakan salah satu wilayah kerja gas bumi yang terletak di Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh. Wilayah ini dikenal memiliki cadangan gas alam yang cukup besar, yaitu lebih dari 450 miliar kaki kubik (BCF).
Secara historis kegiatan eksplorasi di Blok A dilakukan sejak zaman Belanda. Sejak masa Kemerdekaan, blok ini kemudian dikelola oleh Pertamina & Asamera Oil Ltd. Namun, pengelolaan blok ini sempat stagnan akibat ketidakstabilan kondisi keamanan di Aceh selama konflik bersenjata.
Pengembangan Blok A mulai kembali aktif setelah perdamaian Aceh tercapai melalui Perjanjian Helsinki 2005.
Sebelum diambil alih PT Medco Energi Internasional Tbk, blok ini dikelola oleh Exxon Mobil dan Conoco Phillips sejak 1999-2006.
Baru pada April 2006, PT Medco E&P Malaka bersama partner (Premier & Japex) mengakuisisi kepemilikan saham ConocoPhillips di Blok A hingga selesai kontrak pada September 2011.
Pada tahun 2006, PT Medco Energi Internasional Tbk resmi menjadi operator Blok A melalui anak perusahaannya, PT Medco E&P Malaka dengan mengambil alih hak pengelolaan Blok A dari ConocoPhillips.
Pada Februari 2011, PT Medco E&P Malaka mendapatkan perpanjangan kontrak 20 tahun hingga September 2031. Merujuk pada laman resmi Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA) yang beralamat di bpma.go.id, tercatat komposisi kepemilikan Blok A, 85 persen oleh PT Medco E&P Malaka dan 15 persen oleh PT Medco Daya Energi Nusantara.
Pada tahun 2015, proyek ini mendapatkan momentum baru setelah Medco menjalin kerja sama dengan mitra strategis, yaitu PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dan Kejuruan Gas Alam Korea Selatan (KOGAS), yang masing-masing memiliki saham minoritas di blok ini.
Blok A menjadi bagian penting dalam mendukung kebutuhan energi nasional, terutama dalam memenuhi kebutuhan listrik di Aceh dan Sumatera Utara.
Namun, keberadaan proyek ini juga memunculkan tantangan sosial dan lingkungan, termasuk aspirasi masyarakat sekitar yang belum sepenuhnya terakomodasi.
Hal ini mendorong tuntutan transparansi dan tanggung jawab sosial yang lebih besar dari PT Medco E&P Malaka sebagai operator utama.
Selain menghasilkan gas untuk kebutuhan energi domestik, Blok A juga berkontribusi pada penerimaan negara melalui pajak, royalti, dan program pengembangan masyarakat (PPM) di wilayah sekitar.
Meski demikian, masyarakat lokal terus menuntut realisasi lebih besar dari program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dianggap belum sepenuhnya memadai untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Tidak ada komentar