Dana Otsus Akan Selesai, Bagaimana Masa Depan Masyarakat Aceh?
Hairiza Satia,
*Alumni Magister Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Sejak terbitnya Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) No.11 Tahun 2006 mengenai otonomi khusus, pemerintah Aceh mendapatkan dana anggaran pemerintah pusat untuk ditujukan pada bidang pendidikan, kesehatan, kemiskinan, pembangunan dan perawatan infrastruktur serta bidang sosial kemasyarakatan.
Anggaran otsus yang ditujukan pada pemerintah Aceh berlaku selama 20 tahun. Rinciannya diperjelas dalam pasal 183 ayat (2) yang menyatakan bahwa penggunaan dana otsus diberikan setara dengan 2 persen dari Plafon Dana Alokasi Umum (DAU) yang berlaku mulai dari tahun pertama hingga tahun kelima belas. Sedangkan tahun ke-16 sampai dengan ke-20 anggaran yang dialokasikan pemerintah pusat adalah sebesar 1% dari anggaran Plafon DAU Nasional.
Tahun 2008 menjadi tahun pertama Aceh menerima dana otsus sebesar Rp3,59 triliun. Angka ini terus meningkat setiap tahun hingga mencapai Rp8,36 triliun pada 2019. Namun, sejak 2023, alokasi dana otsus turun menjadi 1% plafon DAU, sehingga anggaran yang diterima Aceh pun berkurang menjadi Rp3,96 triliun pada 2023 dan Rp4,276 triliun pada 2024. Hingga kini, total dana otsus yang diterima Aceh selama 17 tahun mencapai Rp104,232 triliun.
Anggaran sebesar ini sangat diharapkan dapat memberi kesejahteraan bagi masyarakat Aceh. Namun peningkatan alokasi anggaran otsus selama 17 tahun ini ternyata belum mampu mendorong percepatan kesejahteraan masyarakat.
Ini dapat dilihat dari rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi Aceh dalam kurun waktu 5 tahun ke belakang yang hanya tumbuh sebesar 3 persen. Se-Sumatera, pertumbuhan ini tercatat berada di urutan kedua terendah setelah provinsi Riau. Selain itu persentase penduduk miskin dalam lima tahun terakhir yakni dari tahun 2020 - 2024 provinsi Aceh berada ditingkat pertama dengan penduduk miskin tertinggi di pulau sumatera dengan rata-rata 14,72 persen pertahun.
Tak hanya itu, persentase pengangguran terbuka di provinsi Aceh juga tidak mengalami penurunan yang signifikan. Aceh masih menempati urutan ke-3 tertinggi di pulau Sumatera setelah provinsi Kepulauan Riau dan provinsi Sumatera Barat.
Dana otsus yang sudah 17 tahun dialokasikan ke pemerintah Aceh ini bukan jumlah yang kecil. Angka sebesar ini tentu dapat mendorong percepatan perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Namun, sangat disayangkan angka yang sedemikian besar itu belum mampu mendorong ketertinggalan Aceh di segala bidang.
Jika dibandingkan dengan provinsi lain di pulau Sumatera yang notabene tidak mendapat stimulus berupa dana otsus, mereka justru mampu tumbuh lebih cepat. Belum lagi masa berlakunya dana otsus Aceh yang akan berakhir pada 2027 nanti, jelas akan menjadi masalah serius dan berdampak kepada masyarakat Aceh.
Mengingat besarnya alokasi dana otsus selama 17 tahun yang belum mampu mengangkat perekonomian Aceh secara signifikan, ditambah dengan masih besarnya ketergantungan pemerintah Aceh terhadap dana ini, tentu pertanyaan yang muncul kemudian adalah apa yang menyebabkan alokasi dana otsus tidak mendorong percepatan ekonomi di provinsi Aceh?
Tidak maksimalnya pengelolaan anggaran ini terletak pada kuatnya konflik kepentingan antar elit politik yang berwenang dalam mengelola dana otsus. Dana otsus yang ditujukan untuk mengangkat perekonomian rakyat, kualitas pendidikan, kualitas pelayanan kesehatan, pengentasan kemiskinan dan mendorong pembangunan infrastruktur yang merata di semua wilayah Aceh, justru seringkali dimanfaatkan dan dipolitisasi oleh elit-elit politik Aceh. Layaknya kue kekuasaan yang kemudian dibagi-bagikan. Praktek bagi-bagi kue ini kerap kali terjadi pada alokasi dana otsus di bidang pembangunan infrastruktur.
Kemudian, dalam hal tata kelola penggunaannya juga bermasalah. Sebab tidak adanya orientasi, indikator, capaian pengawasan serta transparansi yang jelas. Inilah yang kemudian membuat alokasi dana otsus jadi tidak tepat sasaran, bahkan diselewengkan.
Selain tata kelola dan perencanaan anggaran, penyebab lain tidak maksimalnya penggunaan dana otsus adalah kontestasi pemilihan kepala daerah. Pemilihan kepala daerah acapkali dijadikan hanya sebagai ajang perebutan kekuasaan dan tukar kepentingan para elit politik. Maka, tak heran jika para pemimpin yang terpilih kemudian berkarakter korup. Dalam 10 tahun ke belakang, 80 persen kasus korupsi di Aceh terjadi pada lembaga eksekutif, legislatif dan juga sebagian dari ASN menjadi buktinya.
Problematika birokrasi yang buruk menjadi momok yang mengkhawatirkan masa depan masyarakat Aceh dalam mendorong perekonomian masyarakat, mengingat dana otsus akan berakhir tahun 2027 yang mana sampai hari ini belum ada kepastian apakah dana otsus ini akan dilanjutkan atau tidak.
Alokasi dana otsus selama 17 tahun ini telah benar-benar membuat masyarakat murka dan muak dengan setiap kepemimpinan pemerintah aceh. Setiap pergantian kepemimpinan tak mendorong lahirnya perbaikan dan kesejahteraan. Oleh karena itu untuk menangani persoalan yang kompleks dan sistemik ini, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh seluruh elemen terkait.
Pertama, keterlibatan masyarakat untuk ikut andil dan mengambil peran serta mengawasi dan memastikan transparansi dalam memilih pemimpin yang berkualitas di Pilkada 2024 yang akan berlangsung bulan november nanti, tak hanya itu masyarakat diharapkan tidak tergiur jika ada yang memberikan uang oleh paslon- paslon tertentu. Selain itu, masyarakat juga diharapkan memiliki keberanian untuk melaporkan kepada pihak yang berwenang untuk ditindak lanjuti.
Kedua seluruh lapisan masyarakat, para akademsi dan perguruan tinggi diharapakan mampu menjadi garda terdepan sebagai agent control pemerintah dalam mengawasi segala bentuk kebijakan dan program yang dilakukan pemerintah.
Ketiga pemimpin terpilih dalam pilkada 2024 diharapkan benar-benar mampu menampung aspirasi dari seluruh lapisan masyarakat, melakukan perbaikan birokrasi, tata kelola kepemerintahan, perencaaann anggaran yang terukur, dan memiliki capaian kerja yang dapat berdampak secara langsung terhadap kesejahteraan masyarakat.
Pun demikian, pemerintahan terpilih juga diharapkan melibatkan masyarakat dari seluruh lapisan dalam membuat perencanaan anggaran maupun program, hal ini diharapkan agar masyarakat benar-benar terlibat sebagai subjek pembangunan.
Keempat pemerintah terpilih diharapkan mampu memaksimalkan alokasi dana otsus dalam waktu tiga tahun terakhir ini untuk bidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan, mengapa bagian ini harus diprioritaskan? Karena tiga bidang inilah menjadi kunci utama membangun masyarakat.
Fungsi utama alokasi dana otsus dibidang pendidikan ialah ditujukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, pemerintah Aceh dalam hal ini sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat memastikan bahwa seluruh masyarakat dapat mengenyam pendidikan dengan baik, memastikan pendidik yang berkualitas, kurikulum yang dapat membangun kesadaran kritis, bebas, mandiri dan kreatif.
Tak lupa juga memastikan infrastruktur pendidikan layak pakai diseluruh wilayah, fasilitas pendidikan yang lengkap guna menunjang kemampuan dan keterampilan, memberikan beasiswa gratis bagi generasi muda yang ingin melanjutkan pendidikan pada jenjang S1,S2 hingga S3, dan terakhir yang tak kalah pentingnya ialah memastikan para pendidik agar mendapatkan gaji yang layak, dan memastikan masa depan pegawai honorer.
Tak jauh berbeda dengan bidang pendidikan, pemerintah Aceh juga harus memaksimalkan dana otsus dalam 3 tahun terakhir ini pada bidang kesehatan, mulai biaya berobat gratis, pembangunan puskesmas di wilayah terpencil, peralatan medis yang lengkap, pemberian obat gratis yang berkualitas, tenaga medis yang mumpuni, meningkatkan jumlah kuantitas dokter disetiap wilayah, dan memastikan pelayanan kesehatan yang cepat, tanggap, dan ramah dalam melayani masyarakat, serta memastikan seluruh tenaga kesehatan diberikan gaji dan masa depan yang layak.
Untuk alokasi dana otsus pada bidang ekonomi pemerintah memastikan meningkatnya pendapatan perkapita, mendorong pemberdayaan ekonomi rakyat, dan memastikan pembangunan infrastruktur jalan setiap wilayah dapat diakses dengan baik, serta dapat menekan penurunan jumlah pengangguran dengan mendorong pertumbuhan UMKM.
Tiga faktor yang disebut itu diharapkan benar-benar diperhatikan secara serius dan dilakukan dengan bersungguh-sungguh agar dapat mendorong percepatan pembangunan di provinsi Aceh yang kita ketahui jauh tertinggal disegala bidang dengan provinsi lainnya di Indonesia. Tentu semua ini dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia rakyat Aceh dan menurunkan angka kemiskinan serta penggangguran secara signifikan.
Dengan hadirnya kualitas pendidikan yang tinggi mendorong masyarakat mendapatkan kesempatan ekonomi yang lebih besar sehingga dapat terhindar dari kemiskinan, dengan pendapatan ekonomi yang tinggi masyarakat dapat mengakses pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, serta dengan kualitas kesehatan yang tinggi masyarakat dapat produktif melakukan kegiatan ekonomi dan mengakses pendidikan yang tinggi.
Semua ini dilakukan semata-semata agar seluruh elemen masyarakat dapat merasakan kesejahteraan secara merata.
Keempat gubernur Aceh terpilih diharapkan sungguh-sungguh dalam memperbaiki problematika yang demikian kompleks. Karakter yang jujur, disiplin, berani dan berpengetahuan yang luas menjadi senjata utama yang harus dimiliki seorang pemimpin serta seluruh para aparatur yang berada dilingkar pemerintahan untuk memastikan setiap kebijakan dan kerja yang dilakukan memiliki output yang terukur sehingga dapat menghasilkan keadilan.
Kelima pemerintah Aceh diharapkan tidak berketergantungan kembali dengan dana otsus yang di alokasikan pemerintah pusat setiap tahunnya. Pemerintah Aceh diharapkan mampu meningkatkan pendapatan daerahnya melalui kekayaan alam yang dimiliki, seperti tambang emas, perak, gas alam, minyak bumi, nikel, tembaga, pertanian, perkebunan, pariwisata dan sektor ekonomi lainya.
Semua ini dilakukan tentu dengan mempertimbangkan kestabilan alam, masyarakat adat, serta seluruh makhluk yang ada didalamnya. Kekayaan alam boleh diambil namun dengan mempertimbangkan secara hati-hati dampaknya dikemudian hari.
Pemanfaatan sumber daya alam secara eksploitatif yang membuat kerusakan alam dan ekosistem sudah sepatutnya diharamkan di serambi mekah ini, serta semua kekayaan alam diharapkan bukan saja dinikmati oleh manusia itu sendiri melainkan seluruh makhluk yang ada didalamnya.
Terakhir, Aceh tak kekurangan orang yang pintar, tak kekurangan sumber daya alam, melainkan Aceh selalu menghasilkan pemimpin yang kurang pintar dalam segala bidang. Oleh karena itu, selalu siap untuk mengatasi dan menghadapi masalah tidaklah cukup, bangsa yang cerdas bisa menjamin pemecahan masalah tanpa menghasilkan masalah lainnya, ketika memecahkan masalah jangan sampai cara yang dipilih dengan mengorbankan lingkungan hidup, sosial, budaya, Agama, dan lainnya.
Tidak ada komentar