Memaknai Gerilya Politik Mualem-Dek Fadh ke Jakarta
Hamdan Budiman,
*Pemred Koran Aceh
Pasca Pilkada Aceh 2024, Mualem dan Dek Fadh menjalankan gerilya politik di Jakarta sebagai upaya menjaga perdamaian, menarik investasi, dan mendorong pembangunan Aceh secara inklusif.
Pasca penetapan Mualem dan Dek Fadh sebagai pemenang dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) Aceh 2024, langkah politis yang mereka ambil ke Jakarta menjadi sorotan publik.
Aktivitas ini tidak hanya berfokus pada perolehan kekuasaan, tetapi juga mencerminkan upaya yang lebih mendalam dalam menjaga dan merawat perdamaian di Aceh.
Gerilya politik yang dilakukan oleh kedua tokoh ini bisa dimaknai sebagai bentuk komitmen mereka terhadap stabilitas dan kemajuan Aceh.
Perdamaian di Aceh, yang dicapai melalui MoU Helsinki pada 2005, adalah suatu pencapaian berharga setelah puluhan tahun konflik bersenjata.
Masyarakat Aceh masih berjuang untuk merasakan dampak positif dari perdamaian tersebut, terutama dalam hal pembangunan ekonomi, sosial, dan politik.
Mualem dan Dek Fadh, dengan latar belakang mereka gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka, bahkan panglima, memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk memastikan bahwa hasil dari perdamaian ini tidak hanya bersifat simbolis.
Gerilya politik Mualem dan Dek Fadh dapat dilihat dalam konteks membangun jembatan komunikasi antara Aceh dan pusat pemerintahan di Jakarta.
Ini adalah strategi yang penting untuk memastikan suara dan aspirasi rakyat Aceh didengar di tingkat nasional.
Dengan pendekatan ini, mereka tidak hanya menjadi jembatan antar daerah tetapi juga menjadi penghubung antara masyarakat dan kebijakan pemerintah yang lebih besar.
Gerilya politik atau apa yang dinamankan siliturrahmi dengan berbagai tokoh politik, bahkan perisiden di Jakarta memungkinkan mereka untuk meyakinkan pemangku kepentingan di pusat bahwa pembangunan Aceh harus menjadi bagian integral dari agenda nasional. Di samping itu, tindakan mereka juga dapat diartikan sebagai upaya untuk menjaga stabilitas politik di Aceh.
Persaingan politik yang sehat antara partai-partai dan calon pemimpin merupakan bagian dari demokrasi, namun perlu diingat bahwa di Aceh, dinamika politik bisa berpotensi menimbulkan kembali ketegangan jika tidak dikelola dengan baik.
Mualem dan Dek Fadh harus menunjukkan kematangan politik dengan mendengar berbagai suara dan menjaga agar hubungan antar elemen masyarakat tetap harmonis.
Salah satu isu yang tetap menjadi perhatian adalah pemulihan ekonomi pasca konflik. Melalui dialog dan kolaborasi dengan pemerintah pusat, Mualem dan Dek Fadh diharapkan dapat menarik investasi dan program-program pembangunan yang berdampak pada masyarakat Aceh.
Dengan mengedepankan pendekatan inklusif, mereka bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kualitas hidup warga.
Tidak kalah penting, mereka perlu memperkuat kesadaran kolektif tentang pentingnya perdamaian di kalangan generasi muda.
Melalui pendidikan dan program pemberdayaan, generasi penerus Aceh harus dilibatkan dalam proses pembangunan yang berkelanjutan.
Mereka harus memahami bahwa perdamaian yang dicapai harus dirawat dan dijaga agar tidak memudar.
Gerilya politik Mualem dan Dek Fadh ke Jakarta pasca Pilkada 2024 bukan hanya sekadar langkah taktis, tetapi merupakan langkah strategis yang perlu dinilai sebagai komitmen mereka dalam menjaga dan merawat perdamaian Aceh.
Dengan pendekatan yang inklusif dan dialogis, diharapkan Aceh dapat terus melangkah menuju masa depan yang lebih baik, harmonis, dan sejahtera.
Tidak ada komentar