Pembiayaan Perbankan di Aceh Tumbuh 14,05 Persen, OJK Ingatkan Risiko Global

Kantor OJK Provinsi Aceh di Pango Raya, Kec. Ulee Kareng, Kota Banda Aceh. (Foto: Ist).

Pembiayaan perbankan di Aceh tumbuh stabil hingga Oktober 2024 mencapai Rp 43,06 triliun. OJK meminta industri jasa keuangan mewaspadai risiko ekonomi global.

Banda Aceh - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan stabil pembiayaan sektor perbankan di Aceh hingga Oktober 2024.

Total pembiayaan mencapai Rp 43,06 triliun, naik 14,05 persen secara year on year (yoy) dengan rasio non-performing financing (NPF) yang terjaga di angka 1,74 persen.

Kepala OJK Provinsi Aceh, Daddi Peryoga, menyatakan kondisi perbankan di Aceh masih berada dalam keadaan baik. Peningkatan juga terlihat pada Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai Rp 45,22 triliun, tumbuh 9,55 persen yoy.

“Secara umum, kondisi perbankan Aceh dalam kondisi baik, dan peran OJK dalam hal pengawasan akan terus ditingkatkan untuk menjaga stabilitas perbankan di Aceh,” kata Daddi dalam keterangannya, Selasa, 17 Desember 2024.

Tidak hanya sektor perbankan, pembiayaan yang disalurkan oleh Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) juga menunjukkan kenaikan. 

Hingga September 2024, total pembiayaan oleh perusahaan pembiayaan tercatat sebesar Rp 5,5 triliun, tumbuh 15,22 persen year to date (YTD).

Di sisi lain, industri pasar modal Aceh turut mencatatkan perkembangan positif. Jumlah investor naik 6,49 persen YTD dengan nilai kepemilikan saham mencapai Rp 802 miliar, meningkat 4,23 persen YTD.

Antisipasi Risiko Global

Meski pertumbuhan sektor jasa keuangan di Aceh terbilang baik, Daddi mengingatkan adanya risiko ketidakpastian ekonomi global yang dapat berdampak pada perekonomian daerah.

“Terdapat risiko ketidakpastian global yang masih tinggi ke depan yang disebabkan beberapa faktor antara lain tensi geopolitik, perang dagang Amerika-Tiongkok yang meluas ke beberapa negara Amerika Latin, dan perlambatan ekonomi Tiongkok," terangnya. 

"Dampak ketidakpastian global terhadap kondisi ekonomi dunia tentunya memerlukan strategi atau kebijakan yang tepat dari seluruh pemangku kepentingan, dan tentunya kolaborasi yang baik dari seluruh sektor,” tambah Daddi.

Untuk mengatasi risiko tersebut, lanjutnya, OJK terus mendorong Industri Jasa Keuangan (IJK) memperkuat daya tahan melalui penguatan permodalan dan penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).

Upaya Literasi dan Perlindungan Konsumen

Daddi juga menyoroti perluasan tugas OJK melalui Undang-Undang (UU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang mulai berlaku sejak 12 Januari 2023.

OJK Aceh telah melaksanakan berbagai kegiatan edukasi dan literasi keuangan untuk mendukung implementasi UU tersebut.

“Di Provinsi Aceh sendiri, data pengaduan masyarakat berdasarkan rekapitulasi email Satgas PASTI pada periode Januari sampai Oktober 2024 terdapat sebanyak 19 aduan yang terkait investasi ilegal dan 72 aduan terkait pinjaman online,” ungkap Daddi.

Sebagai bagian dari perlindungan konsumen, OJK Aceh juga telah mengukuhkan Satgas PASTI pada 28 November 2024.

Satuan tugas ini diharapkan menjadi salah satu ujung tombak dalam menangani masalah investasi ilegal dan pinjaman online yang kian marak.

Dengan stabilitas pembiayaan perbankan dan pertumbuhan sektor jasa keuangan yang menjanjikan, kolaborasi antara OJK, pemerintah, dan pelaku industri menjadi kunci untuk menghadapi tantangan global yang ada.

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.