Sikap Politik Tu Bulqaini: Menjaga Prinsip atau Memicu Fragmentasi Internal PAS Aceh?"
![]() |
Ilustrasi. (Koran Aceh). |
Hamdan Budiman,
*Pemred Koran Aceh
Sikap Tu Bulqaini yang tidak mengucapkan selamat pada Mualem-Dek Fadh mencerminkan prinsip independen PAS Aceh, namun berisiko memicu fragmentasi dan friksi dalam internal partai.
Dalam dinamika politik yang terus bergerak, tindakan seorang pemimpin sering kali mencerminkan filosofi politik dan strategi jangka panjang yang dianutnya.
Sebagaimana yang diketahui publik, partai pengusung Om Bus-Syech Fadhil seperti Nasdem, Golkar dan PDA telah mengucapkan selamat atas kemenangan Mualem-Dek Fadh, jauh sebelum penetapan Komisi Pemilihan Independen (KIP) Aceh.
Akhir-akhir ini, ucapan kemenangan pasangan Mualem-Dek Fadh yang didukung mayoritas partai nasional dan lokal sudah berdatangan. Ucapan tersebut datang dari sejumlah tokoh politik nasional dalam kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran, seperti: Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, dan menteri pemuda dan olahraga yang juga merupakan kader Golkar Ario Bimo Nandhito Ariotedjo.
Namun, lain halnya dengan Ketua Tanfidziah Partai Adil Sejahtera Aceh (PAS Aceh) Tu Bulqaini, yang akhir-akhir ini menjadi sorotan. Meski mendapat desakan dari anggota internal partai, termasuk Mustasyar. Ia masih bertahan dan tidak mau mengucapkan selamat atas kemenangan pasangan dari gerakan aceh merdeka itu. Sikapnya itu kini memunculkan persepsi di kalangan pengamat politik.
Untuk menganalisis apakah tindakan ini merupakan kegagalan atau keberhasilan dalam konteks politik diplomasi, kita perlu mempertimbangkan beberapa faktor.
Pertama, penting untuk memahami konteks politik yang melatarbelakangi keputusan Tu Bulqaini. Dalam dunia politik, ucapan selamat sering kali dianggap sebagai bentuk pengakuan dan legitimasi atas pencapaian lawan politik.
Dengan tidak mengucapkan selamat, Tu Bulqaini bisa jadi ingin menunjukkan sikap yang menegaskan bahwa dukungan dan legitimasi tidak diberikan secara sembarangan. Ini dapat dianggap sebagai strategi untuk memperkuat identitas partai dan menunjukkan bahwa PAS Aceh tetap berpegang pada prinsip-prinsipnya, terlepas dari hasil pemilu yang ada.
Kedua, tindakan ini juga dapat dilihat dari sisi internal partai. Desakan dari kalangan anggota dan Mustasyar menunjukkan adanya tekanan untuk menunjukkan solidaritas dan dukungan terhadap calon yang akan berkuasa.
Ketidakmauan Tu Bulqaini untuk mengucapkan selamat pun dapat diartikan sebagai sebuah pernyataan independen bahwa PAS Aceh memiliki posisi dan pandangan sendiri, yang mungkin berseberangan dengan arus utama partai di level lokal.
Dalam hal ini, keberaniannya untuk mempertahankan sikap bisa dilihat sebagai bentuk kepemimpinan yang mandiri, yang berpotensi memperkuat basis dukungan dalam jangka panjang.
Namun, di sisi lain, keputusan ini juga berpotensi menciptakan fragmentasi dalam partai. Jika sikap Tu Bulqaini tidak diimbangi dengan strategi komunikasi yang efektif, hal ini dapat menimbulkan ketidakpuasan di kalangan anggota yang menginginkan posisi partai yang lebih kooperatif dengan kekuasaan yang ada. Apabila dibiarkan, situasi ini dapat memicu perpecahan internal, yang pada gilirannya bisa melemahkan posisi PAS Aceh di masa mendatang.
Ketiga, tindakan Tu Bulqaini untuk tidak mengucapkan selamat kepada Mualem-Dek Fadh mencerminkan sikap politik yang kompleks. Di satu sisi, ini bisa dilihat sebagai upaya memperjelas identitas politik dan prinsip-prinsip partai, yang merupakan bentuk keberhasilan politik diplomasi. Sementara di sisi lain, risiko ketidakpuasan internal dan potensi friksi membuat tindakan ini juga bemakna sebagai tantangan yang harus dihadapi.
Dalam konteks ini, penting bagi Bulqaini dan jajaran kepemimpinan PAS Aceh untuk terus berkomunikasi dan melakukan pendekatan yang inklusif, guna menjaga stabilitas dan solidaritas internal.
Dengan demikian, keputusan tersebut dapat dianggap sebagai gambaran dari dua sisi: keberhasilan dalam menjaga prinsip, tetapi juga berpotensi menjadi kegagalan jika tidak dikelola dengan baik.
Apa pun hasil akhir yang muncul, posisi Bulqaini akan terus dipantau dan dianalisis dalam konteks luas perpolitikan Aceh dan Indonesia.
Tidak ada komentar