Mengenang Laksamana Keumala Hayati
Hamdan Budiman
*Pemred Koran Aceh
Keumala Hayati tidak hanya mewarisi keberanian sebagai seorang pejuang, tetapi juga menunjukkan kepemimpinan dan memberikan dampak yang luas dalam aspek sosial maupun politik.
Aceh menjadi saksi bisu berbagai peristiwa penting dan melahirkan banyak wanita dengan gagah perkasa mempertahankan kemerdekaan sejak berdirinya Kesultanan Aceh Darussalam tahun 1496.
Salah satu tokoh yang dikenang adalah Keumala Hayati, yang kemudian tercatat sebagai Laksamana Wanita pertama di Dunia dan memang banyak wanita lainnya yang berperan penting dalam sejarah Negara Aceh.
Di antaranya, Cut Nyak Dien, seorang jenderal wanita yang terkenal dengan strategi perangnya saat melawan Belanda.
Selain itu, ada Cut Mutia, Po Cut Baren dan Tgk Fakinah juga merupakan pahlawan wanita yang turut berjuang dengan gigih demi kebebasan bangsa Aceh dari cengkeraman kolonial.
Laksamana Keumala Hayati, atau lebih dikenal sebagai Malahayati, adalah sosok yang membawa panji perjuangan perempuan Aceh dalam sejarah yang panjang dan kental dengan perjuangan.
Pendiri Laskar Inong Balee, pasukan perang perempuan pertama di dunia, Keumala Hayati mempunyai peran yang sangat signifikan dalam mempertahankan kemerdekaan dan martabat tanah Aceh pada masa lalu.
Melalui keberaniannya, ia telah memberikan kontribusi yang tidak ternilai dalam sejarah militer dan pertempuran, yang kemudian membawa namanya diakui oleh UNESCO sebagai Pahlawan Dunia.
Momen penting bagi pengakuan Keumala Hayati terjadi ketika UNESCO menetapkan tanggal lahirnya, 1 Januari 1550, sebagai Hari Perayaan Internasional.
Ini adalah bentuk penghormatan terhadap keberanian, kepemimpinan, dan daya juang seorang perempuan yang berhasil memimpin angkatan perang di tengah dominasi patriarki di belahan dunia lain.
Dengan diadakannya perayaan ini, diharapkan generasi muda dapat lebih mengenal dan menghargai berbagai kontribusi perempuan dalam sejarah, khususnya dari tanah Aceh.
Malahayati lahir di Aceh pada pertengahan abad ke-16, di tengah konflik yang melanda negara atau Kerajaan Aceh kala itu.
Ia tidak hanya mewarisi keberanian sebagai seorang pejuang, tetapi juga menunjukkan kepemimpinan dan memberikan dampak yang luas dalam aspek sosial maupun politik.
Memimpin Inong Balee, Malahayati tidak hanya melatih para perempuan untuk bertempur, tetapi juga membangun semangat, keberanian dan kepahlawanan ureung inoeng Aceh.
Ironisnya, meskipun perjuangan dan kontribusinya patut dikenang, seringkali nama Keumala Hayati terlupakan dalam narasi sejarah yang lebih luas di Aceh.
Abad demi abad berlalu, Keumalahati menghilang di balik bayang-bayang waktu dan ketidakpastian di lereng bukit Lamreh yang sepi.
Namun, dengan pengakuan dari UNESCO, harapannya adalah agar generasi sekarang dan yang akan datang tidak hanya mengenal namanya, tetapi juga memahami nilai dari perjuangan yang diperjuangkan oleh Keumalahati bersama pasukannya.
Selain itu, perayaan hari lahir Keumala Hayati dapat menjadi momentum bagi masyarakat Aceh untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga martabat Aceh, tidak terkecuali oleh seorang perempuan.
Ini adalah sebuah upaya untuk menghidupkan kembali ingatan dan memberikan penghormatan kepada pahlawan yang pernah berjaya di medan perang.
Saat kita merenungi warisan yang ditinggalkan, kita juga harus berkomitmen untuk tidak lagi melupakan sosok-sosok seperti Keumala Hayati yang telah berjuang demi bumi yang kita huni sekarang.
Akhirnya, sudah saatnya bagi kita untuk mengangkat kembali dan merayakan keberanian perempuan dalam sejarah Aceh yang gemilang.
Dengan mengingat dan menghormati Laksamana Keumala Hayati, kita tidak hanya menghargai masa lalu, tetapi juga meletakkan fondasi untuk masa depan dengan keberanian dan semangat kepahlawanan menjaga martabat bangsa.
Mari kita jaga semangat perjuangan Keumala Hayati dalam diri kita dan menyebarkan warisan semangatnya untuk generasi mendatang dalam membangun peradaban Aceh yang gemilang.[]
Tidak ada komentar