Pelantikan Gubernur Aceh 2025: Perlukah Mengikuti Jadwal Nasional?
![]() |
Teuku Kamaruzzaman (Ampon Man) dan Dr. Aska Aziz. (Foto: Ist). |
Kekhususan Aceh di bawah UUPA jadi alasan kuat pelantikan kepala daerah tak harus menunggu jadwal nasional.
Banda Aceh - Juru Bicara pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh terpilih, Muzakir Manaf-Fadhlullah, Teuku Kamaruzzaman atau Ampon Man, menegaskan bahwa pelantikan kepala daerah di Aceh harus tetap berlandaskan kekhususan yang diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006 dan Qanun Pilkada Aceh Nomor 12 Tahun 2016.
“Sebagai daerah dengan kekhususan, Aceh tidak bisa mengikuti jadwal pelantikan kepala daerah serentak secara nasional. Jika pelantikan gubernur dan wakil gubernur Aceh yang terpilih mengalami pengunduran, masyarakat Aceh akan menjadi pihak yang paling dirugikan karena ini akan menghambat pelaksanaan visi dan misi gubernur terpilih,” ujarnya pada Minggu, 5 Januari 2025.
Menurutnya, penundaan pelantikan juga dapat memunculkan potensi terjadinya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) karena program pembangunan tidak terealisasi sesuai tahun anggaran. “Situasi ini juga berdampak pada pembangunan Aceh yang tidak maksimal,” tambah Ampon Man.
Ia pun mengingatkan bahwa konsep keserentakan pelantikan kepala daerah secara nasional tidak bisa diterapkan secara seragam. Terutama di daerah yang memiliki kekhususan seperti Aceh. “Kecuali dibuat Perppu yang menganulir UUPA,” tegasnya.
Terakhir, ia berharap pemerintah pusat bisa menghargai keistimewaan Aceh sebagaimana diatur dalam UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). “Kita berharap pemerintah pusat memahami kekhususan Aceh,” terang Ampon Man.
Akademisi: Aceh Punya Dasar Kuat untuk Pelantikan Mandiri
Senada dengan Ampon Man, akademisi Universitas Syiah Kuala (USK), Dr. Daska Azis menuturkan jadwal pelantikan kepala daerah hasil Pilkada serentak 2024 secara nasional yang diundur dari Februari ke Maret 2025 tidak bisa digeneralisasi untuk Aceh.
“Prinsip dasar pelantikan di Aceh harus mengacu pada UUPA dan Qanun Pilkada Aceh. Ini adalah bagian dari pelaksanaan kekhususan Aceh yang harus dihormati dan dijalankan, seperti halnya kekhususan DI Yogyakarta,” jelas Daska Azis pada Sabtu, 4 Januari 2025.
Ia menambahkan, Pilkada Aceh tidak memiliki sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan demikian, pelantikan kepala daerah di Aceh tidak perlu menunggu selesainya sengketa Pilkada di daerah lain. “Pelantikan dapat dilaksanakan secara khusus bagi Aceh, jika memang kita ingin memperkuat eksistensi kekhususan politik Aceh,” katanya.
Menurut Daska, pemerintah pusat seharusnya memahami kepentingan politik Aceh pasca-UUPA. “Pemangku kepentingan di Aceh harus memperjuangkan jadwal pelantikan agar tidak terkendala oleh keputusan di tingkat nasional. Hal ini penting untuk memperkuat marwah Aceh dan memastikan keberlanjutan program pembangunan,” tambahnya.
Sebagai informasi, pelantikan kepala daerah terpilih dari Pilkada 2024 semula dijadwalkan pada 7 Februari 2025, tetapi diundur ke Maret 2025 karena menunggu selesainya semua sengketa Pilkada di MK. Kendati demikian, tak sedikit pengamat dan pakar yang menilai Aceh punya dasar yang kuat untuk melaksanakan pelantikan sesuai kekhususannya.[]
Tidak ada komentar