YLBHI: 10 Alasan Mengapa Jokowi Layak di Sebut Sebagai Pemimpin Korup, Pelanggar Hukum & HAM

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). (Foto: dok. ylbhi.or.id).

YLBHI merilis siaran pers tentang 10 alasan Jokowi disebut sebagai pemimpin yang korup dan pelanggar hukum serta HAM.

Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menutup tahun 2024 dengan kritik tajam terhadap mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam siaran pers yang diterbitkan di laman resmi ylbhi.or.id, pada Jum'at, 3 Januari 2025, lembaga ini mengurai 10 faktor yang menjadi dasar penilaian Jokowi layak disebut sebagai pemimpin yang korup, pelanggar hukum dan HAM.

Berikut ini adalah 10 faktor yang dipaparkan YLBHI dalam siaran persnya:

1. Pelemahan Sistematis KPK YLBHI menilai pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terjadi secara sistematis selama masa pemerintahan Jokowi. Revisi UU KPK tahun 2019 membuat lembaga ini kehilangan independensinya. Dampaknya, 51 pegawai KPK diberhentikan pada 2021 karena tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan.

2. Revisi UU Minerba 2020 Revisi ini dianggap mengabaikan partisipasi publik dan berdampak negatif terhadap masyarakat serta lingkungan. Menurut LBH Padang, perpanjangan otomatis kontrak tambang menghilangkan evaluasi dan mempermudah kriminalisasi terhadap masyarakat terdampak.

3. Omnibus Law dan Pengabaian Check and Balances RUU Omnibus Law lahir dari Istana dengan target pengesahan dalam 100 hari, meski ditentang keras oleh publik. Setelah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Jokowi justru mengeluarkan PERPPU dengan substansi serupa tanpa memperhatikan aspirasi rakyat.

4. Rezim Nihil Meritokrasi Jokowi disebut memberikan jabatan penting kepada pendukung politiknya tanpa mempertimbangkan kompetensi. YLBHI mencatat 13 relawan Jokowi dalam Pemilu 2019 menjadi komisaris BUMN.

5. Menghidupkan Kembali Dwifungsi Militer Undang-Undang No. 20 Tahun 2023 memperluas jabatan sipil yang dapat diisi militer aktif. YLBHI juga mencatat penempatan 29 anggota TNI aktif di luar ketentuan UU.

6. BUMN sebagai Alat Politik Erick Thohir merombak pejabat BUMN dengan arahan Jokowi. Praktik ini memunculkan dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), termasuk rangkap jabatan oleh pejabat perusahaan BUMN.

7. Intelijen untuk Kepentingan Politik YLBHI menuding Jokowi menggunakan intelijen untuk kepentingan politik. Relawan Pilpres 2019 seperti Diaz Hendropriyono diberikan jabatan strategis, termasuk di PT Telkomsel.

8. Represi dan Kriminalisasi Aksi massa sering direspons dengan represi oleh aparat. YLBHI mencatat lebih dari 6.000 pelanggaran kebebasan berpendapat selama masa jabatan Jokowi, termasuk di Papua dan dalam gerakan anti-Omnibus Law.

9. Proyek Strategis Nasional (PSN) Merampas Ruang Hidup Rakyat PSN sering menjadi alasan untuk pembebasan lahan yang kontroversial. YLBHI menyoroti deforestasi 2 juta hektar hutan yang dilegitimasi untuk proyek ketahanan pangan.

10. Nepotisme Kekuasaan YLBHI mengkritik upaya Jokowi memobilisasi sumber daya negara untuk mendukung pencalonan anak dan menantunya dalam Pilpres dan Pilkada 2024. Revisi UU Pilkada juga disebut sebagai langkah untuk mempercepat proses pemilu demi kepentingan keluarga.

“Indikasi korupsi ini mencakup political bribery, kickbacks, fraud, dan penyalahgunaan kekuasaan,” tegas YLBHI dalam siaran pers tersebut. Organisasi ini menyerukan perlunya evaluasi mendalam terhadap dampak pemerintahan Jokowi terhadap demokrasi, hukum, dan HAM.

Adapun, pernyataan ini muncul setelah Jokowi masuk nominasi daftar tokoh yang memperburuk kejahatan terorganisir dan korupsi versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Laporan OCCRP beberapa waktu belakangan ini sedang ramai diberitakan media-media di Indonesia.

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.