Inggris Terapkan Undang-Undang Baru untuk Cegah Penyebaran Konten Pelecehan Anak Berbasis AI
![]() |
Ilustrasi. (Koran Aceh). |
Inggris menjadi negara pertama di dunia yang melarang kepemilikan, pembuatan, dan distribusi konten pelecehan seksual anak berbasis AI.
London (Inggris) ‒ Pemerintah Inggris memperketat langkah hukum terhadap penyebaran konten pelecehan seksual anak yang dibuat dengan kecerdasan buatan (AI) dengan memperkenalkan empat undang-undang baru.
Langkah ini menjadikan Inggris sebagai negara pertama di dunia yang melarang kepemilikan, pembuatan, dan distribusi alat berbasis AI yang digunakan untuk menghasilkan materi pelecehan seksual anak (CSAM/Child Sexual Abuse Material). Pelanggar akan menghadapi hukuman hingga lima tahun penjara.
Baca Juga:
Menkomdigi Siapkan Regulasi Internet Ramah Anak, Target Rampung dalam
Sebulan
Aturan baru ini juga mencakup larangan kepemilikan manual pedofilia berbasis AI, yang mengajarkan cara memanfaatkan teknologi untuk menyalahgunakan anak secara seksual. Mereka yang terbukti memiliki manual ini dapat dihukum hingga tiga tahun penjara.
Menteri Dalam Negeri Inggris, Yvette Cooper, dilansir dari bbc.com, menegaskan bahwa tindakan ini penting untuk melindungi anak-anak dari ancaman online yang berkembang pesat. "Kami tahu bahwa aktivitas predator online sering kali berujung pada tindakan pelecehan nyata yang mengerikan. Pemerintah ini tidak akan ragu untuk bertindak demi memastikan keselamatan anak-anak dengan menyesuaikan hukum agar selaras dengan ancaman terbaru," ujarnya.
Undang-undang baru lainnya mencakup kriminalisasi pengelolaan situs web yang digunakan untuk berbagi konten pelecehan seksual anak atau memberikan saran tentang cara melakukan pelecehan. Pelaku yang menjalankan platform semacam ini dapat dihukum hingga 10 tahun penjara.
Selain itu, petugas perbatasan Inggris (Border Force) akan diberikan kewenangan untuk memeriksa perangkat digital individu yang dicurigai sebagai ancaman bagi anak-anak. Jika ditemukan konten ilegal, tergantung pada tingkat keparahannya, pelaku dapat dihukum hingga tiga tahun penjara.
Baca Juga:
Bunda PAUD Aceh Ajak Orang Tua Perkuat Pendidikan Karakter Anak di Rumah
CSAM berbasis AI mencakup gambar yang dihasilkan secara digital atau hasil manipulasi dari foto asli, termasuk teknologi yang dapat menghapus pakaian dari gambar asli ("nudify") serta mengganti wajah anak dengan yang lain untuk menciptakan materi pelecehan yang tampak realistis.
Beberapa kasus bahkan melibatkan penggunaan suara anak sungguhan yang mengakibatkan korban pelecehan kembali mengalami trauma.
Menurut laporan dari National Crime Agency (NCA), Inggris mencatat 800 penangkapan setiap bulan terkait ancaman pelecehan seksual anak online. Laporan mereka juga menyebutkan bahwa 1,6 persen dari populasi orang dewasa di Inggris, atau sekitar 840.000 orang, merupakan ancaman bagi anak-anak, baik online maupun offline.
Namun, beberapa pakar menilai kebijakan ini masih memiliki kekurangan. Prof Clare McGlynn, ahli hukum yang meneliti regulasi pornografi dan kekerasan seksual online, menyambut baik aturan baru ini tetapi menekankan masih adanya celah hukum yang perlu ditutup.
Ia menyoroti aplikasi "nudify" yang seharusnya dilarang dan maraknya konten di situs pornografi yang menggambarkan wanita dewasa sebagai anak-anak.
"Video-video ini melibatkan aktor dewasa, tetapi mereka dibuat terlihat seperti anak kecil, mengenakan kuncir, kawat gigi, dan berada di kamar anak-anak dengan mainan di sekitarnya. Konten ini dapat ditemukan dengan kata kunci yang paling jelas dan berkontribusi pada normalisasi pelecehan seksual anak. Berbeda dengan banyak negara lain, materi semacam ini masih legal di Inggris," jelas McGlynn, seperti dikutip koranaceh.net.
Sementara itu, Internet Watch Foundation (IWF) memperingatkan bahwa gambar pelecehan anak berbasis AI semakin banyak beredar di internet. Data terbaru organisasi ini menunjukkan peningkatan laporan sebesar 380 persen dalam setahun terakhir, dari 51 laporan pada 2023 menjadi 245 laporan pada 2024. Setiap laporan bisa berisi ribuan gambar ilegal.
Dalam penelitian terbaru mereka, IWF menemukan 3.512 gambar pelecehan anak berbasis AI di satu situs web gelap dalam satu bulan. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, jumlah gambar kategori terparah (Kategori A) meningkat 10 persen.
Derek Ray-Hill, Kepala Eksekutif Interim IWF, menegaskan bahwa konten berbasis AI semakin memperburuk kekerasan seksual terhadap anak-anak. "Keberadaan konten AI ini semakin mendorong para pelaku kekerasan seksual dan membuat anak-anak semakin tidak aman. Masih banyak yang harus dilakukan untuk mencegah eksploitasi teknologi AI, tetapi kami menyambut baik pengumuman ini dan menganggap langkah ini sebagai awal yang sangat penting," katanya, dinukil pada Minggu, 2 Februari 2025.
Hal senada disampaikan oleh Lynn Perry, CEO lembaga amal anak-anak Barnardo's, yang menekankan pentingnya regulasi yang mengikuti perkembangan teknologi. "Perusahaan teknologi harus memastikan platform mereka aman bagi anak-anak. Mereka perlu menerapkan perlindungan yang lebih kuat, dan Ofcom harus memastikan Undang-Undang Keamanan Online diterapkan secara efektif," ujarnya.
Langkah-langkah baru ini akan diajukan dalam Rancangan Undang-Undang Kejahatan dan Kepolisian (Crime and Policing Bill) yang akan dibahas di parlemen Inggris dalam beberapa minggu ke depan.[]
Tidak ada komentar