UNICEF Laporkan 322 Anak Tewas dalam 10 Hari, PBB Umumkan Pengurangan Personel di Gaza
|
Seorang anak Palestina duduk di antara puing-puing rumah yang hancur akibat serangan Israel di Khan Younis di Jalur Gaza selatan. (Foto: Reuters/Ibraheem Abu Mustafa). |
UNICEF melaporkan 322 anak tewas dalam 10 hari akibat serangan Israel di Gaza. PBB kurangi staf di Gaza.
koranaceh.net – Serangan Israel yang kembali terjadi di Jalur Gaza dilaporkan telah menewaskan sedikitnya 322 anak dan melukai 609 anak dalam kurun waktu 10 hari terakhir. Data ini diungkapkan oleh UNICEF pada Senin, 31 Maret 2025.
Korban jiwa termasuk anak-anak yang tewas atau terluka dalam serangan terhadap departemen bedah Rumah Sakit Al Nasser di Gaza Selatan pada 23 Maret lalu. UNICEF menyatakan bahwa sebagian besar anak-anak yang terdampak adalah pengungsi yang tinggal di tenda darurat atau rumah yang telah hancur akibat perang.
Baca Juga :
Israel Ajukan Banding atas Surat Perintah Penangkapan ICC untuk
Netanyahu
Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell, menyesalkan eskalasi kekerasan yang kembali terjadi di Gaza setelah gencatan senjata selama hampir dua bulan antara Israel dan Hamas berakhir pada 18 Maret lalu.
"Gencatan senjata di Gaza memberikan jalur hidup yang sangat dibutuhkan bagi anak-anak Palestina dan harapan untuk jalan menuju pemulihan. Tetapi anak-anak kembali terjerumus ke dalam siklus kekerasan dan kekurangan yang mematikan," ujar Russell.
Ia menegaskan bahwa semua pihak yang berkonflik memiliki kewajiban berdasarkan hukum humaniter internasional untuk melindungi anak-anak. UNICEF juga menyerukan penghentian genosida serta mengakhiri larangan Israel terhadap bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza sejak 2 Maret, yang hingga kini telah berlangsung sebulan penuh.
Selain itu, UNICEF mendesak agar anak-anak yang terluka atau sakit segera dievakuasi untuk mendapatkan perawatan medis yang layak.
"Makanan, air bersih, tempat berteduh, dan perawatan medis menjadi semakin langka. Tanpa pasokan penting ini, kekurangan gizi, penyakit, dan kondisi lain yang dapat dicegah kemungkinan akan meningkat, yang menyebabkan peningkatan kematian anak yang dapat dicegah," tambah UNICEF.
Meningkatnya serangan Israel juga membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengambil langkah drastis. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengumumkan pengurangan personel PBB di Gaza karena ancaman terhadap pekerja kemanusiaan semakin meningkat.
Baca Juga :
Lima Jurnalis Tewas dalam Serangan Israel di Gaza: Kendaraan Bertanda
"Press" Jadi Sasaran
"Dalam seminggu terakhir, Israel melakukan serangan yang menghancurkan di Gaza, merenggut nyawa ratusan warga sipil, termasuk personel PBB, tanpa ada bantuan kemanusiaan yang diizinkan memasuki Jalur Gaza sejak awal Maret," ujar pernyataan dari kantor juru bicaranya, seperti dikutip dari Tempo.co, pada Rabu, 2 April 2025.
Pernyataan tersebut juga menyinggung serangan terhadap kompleks PBB di Deir Al Balah pada 19 Maret yang diduga kuat berasal dari tank Israel. Akibatnya, seorang staf PBB asal Bulgaria tewas, sementara enam orang lainnya mengalami luka serius.
Sementara itu, juru bicara PBB Stephane Dujarric mengungkapkan pengurangan staf PBB di Gaza bisa terus bertambah dalam beberapa hari mendatang, meskipun operasi kemanusiaan tetap berjalan dengan dukungan staf lokal.
Guterres menuntut investigasi penuh, menyeluruh, dan independen atas serangan tersebut. Ia juga menyerukan agar semua negara menggunakan pengaruh diplomatik dan ekonomi mereka untuk menghentikan konflik serta memastikan hukum internasional ditegakkan.
Meski demikian, PBB menegaskan tidak akan meninggalkan Gaza sepenuhnya. "Organisasi ini tetap berkomitmen untuk terus memberikan bantuan yang diandalkan warga sipil untuk kelangsungan hidup dan perlindungan mereka," tambah Guterres.
Melansir laporan terbaru dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) yang dinukil Republika, pada Rabu, 2 April 2025, lima belas tenaga medis dan petugas penyelamat Palestina—termasuk setidaknya satu staf PBB—dibunuh oleh pasukan Israel sebelum dikuburkan di kuburan massal di Gaza Selatan.
Baca Juga :
Komisioner UNRWA: Israel Langgar Semua Aturan Perang di Gaza
Menurut laporan tersebut, para korban sedang dalam misi penyelamatan di Tel al-Sultan, Rafah, pada 23 Maret, ketika kendaraan mereka yang telah ditandai jelas sebagai ambulans ditembaki oleh pasukan Israel.
Jonathan Whittall, kepala OCHA di Palestina, menjelaskan bagaimana peristiwa ini terjadi. "Satu per satu, [paramedis dan pekerja pertahanan sipil] tertembak, mereka tertembak. Jenazah mereka dikumpulkan dan dikubur di kuburan massal ini," ungkap Whittall dalam pernyataan video yang disiarkan situs dalam The Guardian.
Salah satu pejabat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) di Gaza menambahkan bahwa ada bukti seorang tenaga medis sempat ditahan sebelum dieksekusi, karena jasadnya ditemukan dengan tangan terikat.
Philippe Lazzarini, kepala badan bantuan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), mengungkapkan bahwa salah satu stafnya juga termasuk dalam korban tewas yang ditemukan di Rafah.
"Jenazah rekan kami yang tewas di Rafah telah ditemukan kemarin, bersama dengan para pekerja bantuan dari [Bulan Sabit Merah Palestina]–semuanya dibuang di kuburan dangkal–sebuah pelanggaran berat terhadap martabat manusia," tulis Lazzarini di akun media sosial X (dulu Twitter) pribadinya.
Dengan serangan Israel yang semakin intensif, bantuan kemanusiaan yang masih tertahan, serta meningkatnya jumlah korban jiwa, tekanan terhadap komunitas internasional untuk segera menghentikan konflik pun jadi semakin besar.
Hingga kini, Gaza terus berada dalam situasi krisis dengan anak-anak dan warga sipil menjadi korban utama dalam konflik berkepanjangan ini. [*]
Sumber: UNICEF, Tempo, Republika, The Guardian.
Tidak ada komentar