Rantai Distribusi dan Minimnya Dukungan Hambat Peluang Kopi Gayo di Pasar Skandinavia
Kopi Gayo Aceh berpotensi di Skandinavia, tapi distribusi dikuasai broker. Minim dukungan pemerintah.
koranaceh.net ‒ Kopi Gayo Aceh memiliki potensi pasar yang signifikan di negara-negara Skandinavia (Denmark, Norwegia, dan Swedia). Namun, rantai distribusi yang ada saat ini justru dikuasai oleh broker dari Belanda dan Belgia.
"Masyarakat dunia di Skandinavia yang ingin merasakan Kopi Gayo itu, mereka ternyata belinya dari supplier Belanda dan Belgia, di broker oleh Belanda dan Belgia," ujar Founder dan CEO LeGayo Specialty Coffee, Mohammad Fahmi, saat memaparkan materinya dalam diskusi daring bertajuk "Task Force UMKM Aceh", pada Sabtu, 17 Mei 2025
Baca Juga :
Festival Desember Kopi Gayo 2024 Resmi Dibuka, Angkat Budaya dan Pariwisata Gayo
"Jadi daerah Skandinavia tidak melakukan bisnis secara langsung dengan pelaku bisnis Kopi Gayo di Aceh," sambung Fahmi.
Fahmi menilai, kondisi ini sebagai sebuah peluang yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh diaspora Aceh di Skandinavia. "Ini sebenarnya menarik dan peluang bagi kita teman-teman di Skandinavia untuk melakukan perdagangan secara langsung tanpa melalui broker Belanda dan Belgia," katanya.
Di sisi lain, Fahmi juga menyampaikan kritik terhadap minimnya fasilitasi pemerintah dalam mendukung upaya UMKM Aceh menembus pasar global. Salah satu contoh yang diulasnya adalah sebuah skema bisnis bernama business matching.
"Saya pernah mengikuti beberapa kali kegiatan business matching. Nah business matching ini itu melibatkan biaya hotel, tiket, dan makan. Misalnya kegiatannya berlangsung di Qatar dengan paket tiga hari, dua malam. Kepesertaan itu harus membayar sekitar Rp15 juta atau Rp20 juta," ungkap Fahmi.
Menurutnya, biaya kepesertaan yang mencapai angka belasan hingga puluhan juta itu hanya dapat diikuti oleh UMKM-UMKM kelas menengah dan ke atas saja. "Ini kan problem. Karena tidak semua UMKM Aceh itu mampu melakukan pendanaan diri dia sendiri," imbuhnya.
Selain itu, peran aktif pemerintah Aceh memfasilitasi UMKM Aceh untuk memperluas pasar ke luar negeri lewat misi dagang resmi juga disorot Fahmi. Komitmen serta aktivitas promosi dagang yang diprakarsai atau diusung langsung oleh pemerintah Aceh sangat jarang atau hampir tidak ada.
"Nah ini saya lihat untuk kegiatan-kegiatan yang diusung oleh Gubernur yang memakai tingkat provinsi itu jarang dan hampir tidak ada. Hal terakhir yang saya pernah lihat itu Jawa Tengah melakukan misi dagang ke Perancis. Mereka membawa produk-produk kerajinan Jawa Tengah, kuliner Jawa Tengah, tarian, budaya, dan seterusnya," tutur Fahmi.
Sebagai solusi, Fahmi mengusulkan model bisnis "Gayo Coffee Shop" yang melibatkan diaspora Aceh di luar negeri. "Jadi teman-teman diaspora di Skandinavia akan membuka coffee shop khusus Kopi Gayo," jelasnya.
Baca Juga :
Bank Aceh Salurkan KUR Rp1,5 Triliun di 2025 untuk Dorong UMKM
Ia menambahkan bahwa coffee shop ini tidak hanya menjadi wadah promosi kopi, tetapi juga menjadi etalase produk-produk UMKM Aceh lainnya. "Misalnya minyak Nilam bisa di display di situ, madu, rempah, dan berbagai macam," katanya.
Model "Gayo Coffee Shop" yang ia usulkan diharapkan dapat menjembatani kesenjangan antara UMKM Aceh dan pasar internasional dengan memberdayakan diaspora.
Keberhasilan model ini, menurutnya, akan sangat bergantung pada kolaborasi yang kuat antara pelaku UMKM, pemerintah, dan diaspora Aceh. "Jadi intinya, bisnis model yang kita tawarkan ini sesuatu yang menarik untuk didiskusikan lebih jauh, melibatkan banyak pihak, dan tentunya kolaborasi serta semangat kita sebagai masyarakat Aceh untuk maju," tukas Fahmi. [*]
Tidak ada komentar