Gubernur Aceh Terbitkan Instruksi tentang Penataan dan Penertiban Perizinan Sektor Sumber Daya Alam
Daftar Isi
Pemerintah Aceh keluarkan Ingub guna menata izin SDA, melarang merkuri, menginventarisasi lahan, dan menerapkan sanksi bagi pelanggar.
koranaceh.net | Banda Aceh – Pemerintah Aceh menerbitkan Instruksi Gubernur Nomor 08/INSTR/2025 tentang Penataan dan Penertiban Perizinan Sektor Sumber Daya Alam. Instruksi yang berlaku efektif mulai Senin (29/9/2025), ini ditujukan kepada seluruh bupati/wali kota dan kepala dinas terkait untuk menata ulang tata kelola pertambangan, perkebunan, dan kehutanan di Aceh.
Juru Bicara Pemerintah Aceh, Teuku Kamaruzzaman, mengatakan instruksi ini merupakan komitmen Gubernur Muzakir Manaf untuk menciptakan pengelolaan sumber daya alam yang terkoordinir dan berkelanjutan.
“Instruksi Gubernur ini adalah sebuah gebrakan penting. Ini adalah langkah nyata Pemerintah Aceh dalam merespons tuntutan untuk menata kembali sektor sumber daya alam kita,” kata Teuku Kamaruzzaman dalam keterangannya di Banda Aceh, Senin (29/9/2025).
Melalui instruksi tersebut, para bupati dan wali kota diperintahkan untuk segera menertibkan praktik pertambangan ilegal di wilayah masing-masing. Penertiban ini harus dikoordinasikan dengan Pemerintah Aceh dan aparat penegak hukum.
Salah satu poin utama dalam instruksi tersebut adalah larangan total terhadap penggunaan dan distribusi bahan kimia berbahaya seperti merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam aktivitas penambangan.
Pemerintah daerah juga diwajibkan melakukan penataan perizinan agar selaras dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), serta dokumen lingkungan hidup seperti AMDAL dan UKL-UPL.
“Kami juga meminta agar seluruh perizinan berusaha/non perizinan berusaha di luar Kawasan Hutan di wilayah masing-masing untuk segera diinventarisasi dan diverifikasi,” ujar Kamaruzzaman.
Pemerintah Aceh, ia menegaskan, tidak akan ragu menjatuhkan sanksi administratif bagi perusahaan atau individu yang melanggar ketentuan. Sanksi tersebut, lanjutnya, dapat berupa teguran tertulis, pembekuan izin, penghentian sementara kegiatan, hingga pencabutan rekomendasi izin.
Instruksi ini, tambah Kamaruzzaman, juga menyasar lahan atau konsesi yang tidak diusahakan oleh pemegang izin. Tanah terlantar tersebut akan diinventarisasi untuk selanjutnya diusulkan masuk ke dalam program reforma agraria, perhutanan sosial, atau redistribusi tanah kepada masyarakat.
“Lahan-lahan ini harus diusulkan kepada Pemerintah Aceh untuk dimasukkan ke dalam program reforma agraria,” tambah Kamaruzzaman.
Selain itu, instruksi Gubernur juga memberikan mandat spesifik kepada sejumlah dinas teknis di tingkat provinsi. Teuku Kamaruzzaman menambahkan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh diwajibkan membentuk Tim Penataan dan Penertiban Perizinan. Selama enam bulan ke depan, dinas ini harus berkonsultasi dengan tim tersebut sebelum menyetujui izin-izin strategis, seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU).
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, lanjutnya, ditugaskan untuk menertibkan pemegang IUP agar melakukan peningkatan nilai tambah komoditas tambang melalui pengolahan dan pemurnian di dalam daerah. Dinas ini juga bakal membangun pangkalan data pertambangan terpadu.
Sementara itu, sambung Kamaruzzaman, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh bakal fokus pada penataan perizinan pemanfaatan hutan dan persetujuan penggunaan kawasan hutan. Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh diminta menertibkan pelaksanaan kewajiban pemegang Izin Usaha Perkebunan (IUP), termasuk fasilitasi pembangunan kebun untuk masyarakat.
“Pemerintah Aceh berharap instruksi ini dapat membawa dampak signifikan terhadap perbaikan tata kelola sumber daya alam,” tukas pria yang akrab disapa ampon man ini.