Aceh Ajukan 2.101 Sumur Minyak Rakyat ke Kementerian ESDM untuk Dilegalkan

Daftar Isi
Ilustrasi sumur minyak. (Foto: Ist).
Ilustrasi sumur minyak. (Foto: Ist).
Pemerintah Aceh mengusulkan legalisasi 2.101 sumur minyak rakyat ke Kementerian ESDM sebagai langkah resmi peningkatan ekonomi daerah.
koranaceh.net | Banda Aceh ‒ Pemerintah Aceh mengusulkan sebanyak 2.101 sumur minyak rakyat kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mendapatkan legalisasi operasional. Usulan tersebut disampaikan oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf melalui Surat Nomor 500.10.7.3/13940 tertanggal 29 September 2025.

“Benar, Gubernur Aceh secara resmi melalui suratnya telah mengusulkan sebanyak 2.101 sumur minyak rakyat untuk mendapatkan legalitas,” kata Kepala Bidang Minyak dan Gas Bumi Dinas ESDM Aceh, Dian Budi Dharma, dikutip dari Antara, Selasa (7/10/2025).

Usulan ini merupakan hasil finalisasi data dan pengelola sumur minyak masyarakat di empat kabupaten: Bireuen, Aceh Timur, Aceh Utara, dan Aceh Tamiang. Total 2.101 sumur yang diajukan berasal dari aktivitas masyarakat yang selama ini beroperasi tanpa status hukum resmi.

Pemerintah berharap legalisasi ini dapat membuka peluang kerja sama antara koperasi, badan usaha milik daerah (BUMD), dan pelaku usaha kecil menengah (UKM) dengan perusahaan migas resmi di bawah pengawasan negara.

Selain itu, usulan ini pun merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi. Regulasi tersebut memungkinkan sumur rakyat dikelola secara resmi oleh koperasi, BUMD, atau UKM dengan skema kerja sama pengelolaan.

Berdasarkan data dari surat Gubernur Aceh, Kabupaten Aceh Timur memiliki jumlah sumur terbanyak, yakni 1.291 sumur, yang dikelola oleh BUMD PT ATEM dan empat koperasi: Tata Seuramoe Peureulak, Meuligoe Peureulak Jaya, Tuah Aneuk Galong, dan Alam Raya Aceh Energi. Sementara itu, Aceh Utara memiliki 547 sumur, dikelola oleh BUMD PT Pase Energi Migas, Koperasi Produsen Keuramat Jaya Energy, dan UMKM CV Petro Karya Utama.

Untuk wilayah Aceh Tamiang, tercatat 156 sumur dikelola oleh BUMD PT Petro Tamiang Raya, serta empat koperasi yaitu Produsen Sengeda Pulo Tiga, Tamiang Merata, Wangi Sari Selamat Jaya, Produsen Garuda Jaya Indonesia, dan UMKM PT Tamiang Raya Bersatu. Adapun di Bireuen, terdapat 83 sumur yang diusulkan untuk dikelola oleh BUMDes Jroh Naguna, Koperasi Produsen Tani Alam Jaya, dan UMKM CV Aljadio Khalifa Buana.

Selain itu, terdapat 24 sumur tambahan yang berada dalam wilayah kerja Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA). Pengelolaan sumur tersebut akan disesuaikan dengan lokasi administratif masing-masing kabupaten agar tetap berada dalam otoritas daerah asalnya.

“Kita tunggu penetapan. Karena tidak semua yang diusulkan oleh Bupati atau Gubernur itu disetujui legalitasnya oleh Menteri ESDM. Saat ini masih dalam penilaian, mana yang disetujui,” ujar Dian Budi Dharma.

Lebih lanjut, Dian menerangkan, proses penilaian oleh Kementerian ESDM sangat ketat lantaran melibatkan aspek teknis dan lingkungan. Hanya sumur yang memenuhi standar keamanan, keselamatan, dan efisiensi produksi yang bakal mendapatkan status legal. Pemerintah Aceh, sambungnya, akan terus melakukan koordinasi dengan BPMA dan Dirjen Migas dalam proses verifikasi hingga penetapan akhir oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, M. Nasir, menilai langkah legalisasi ini dapat memberi dampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, tegasnya, pengelolaan profesional menjadi sangat penting agar potensi ekonomi dari sektor migas dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.

“Jika sumur-sumur yang ada ini dikelola secara profesional dan terukur, tidak butuh waktu lama bagi masyarakat Aceh untuk makmur,” ujarnya.

Ia menambahkan, Pemerintah Aceh berkomitmen memperkuat koordinasi lintas lembaga, termasuk dengan pemerintah kabupaten, koperasi, dan BUMD untuk mempercepat legalisasi dan mencegah aktivitas pertambangan ilegal yang merugikan lingkungan.

“Semoga potensi sumur minyak ini dapat meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, sekaligus memperkuat ketahanan energi, khususnya di Aceh,” sambung M. Nasir.

Bila disetujui oleh Kementerian ESDM, hasil produksi dari sumur rakyat akan dibeli oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau perusahaan migas terdekat dengan harga 70–80 persen dari ICP (Indonesian Crude Price), sesuai skema pembelian yang diatur dalam peraturan menteri.

Dengan legalisasi ini, Pemerintah Aceh berpeluang memperluas basis ekonomi baru di luar pertanian dan perikanan, sekaligus memperkuat posisi Aceh dalam kerangka otonomi khusus bidang energi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Hingga kini, proses evaluasi oleh Kementerian ESDM masih berlangsung. Penetapan akhir jumlah sumur yang disetujui akan ditetapkan melalui keputusan resmi Menteri ESDM, setelah seluruh dokumen teknis dan administratif dinyatakan memenuhi syarat.