Alokasi Dana CSR Tidak Bisa Hanya Sesuai Selera Bupati
Daftar Isi
![]() |
Anggota Komisi III DPRK Nagan Raya, Rizki Julianda. (Foto: Dok. Pribadi). |
Rencana Bupati mengarahkan 80 persen dana CSR untuk Masjid Giok dinilai berpotensi langgar Qanun Nagan Raya No.6/2019 tentang TJSLP.
koranaceh.net | Nagan Raya ‒ Rencana Bupati Nagan Raya mengalokasikan hingga 80 persen dana
Corporate Social Responsibility (CSR) untuk pembangunan dan
memperindah Masjid Giok dinilai berpotensi menabrak aturan daerah.
Anggota Komisi III DPRK Nagan Raya dari Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP), Rizki Julianda, menilai rencana tersebut tidak sejalan
dengan Qanun Nagan Raya Nomor 6 Tahun 2019 tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan Perusahaan (TJSLP).
“Bupati sebagai pimpinan tertinggi di Pemkab Nagan Raya seharusnya taat
hukum dan tidak mengambil kebijakan di luar aturan main. Mekanisme
pengelolaan dana CSR sudah jelas diatur dalam Qanun Nomor 6 Tahun 2019,”
ujar Rizki kepada koranaceh.net, pada Minggu (13/10/2025), di Suka
Makmue, Nagan Raya.
Masjid Giok di Suka Makmue selama ini dikenal sebagai ikon baru Kabupaten
Nagan Raya. Namun, rencana pengalokasian sebagian besar dana CSR untuk
memperindah masjid tersebut menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Sebagian pihak menilai pembangunan rumah ibadah penting, tetapi penggunaan
dana CSR harus tetap sesuai prinsip pemerataan manfaat bagi masyarakat luas.
Rizki menegaskan, dana CSR bukan pos anggaran yang dapat digunakan sesuai
keinginan kepala daerah. Ia menjelaskan, selama ini perusahaan di Nagan Raya
telah menyalurkan dana CSR sesuai kebutuhan masyarakat sekitar wilayah
operasional.
“Ada gampong yang mendapat bantuan CSR untuk kegiatan kepemudaan, ada juga
yang memperoleh dukungan alat berat guna membantu petani menggarap lahan
sawit. Kalau sekarang 80 persen dana CSR ditarik untuk memperindah Masjid
Giok, maka program pemberdayaan masyarakat yang sudah berjalan akan tamat,”
katanya.
CSR (Corporate Social Responsibility) adalah bentuk tanggung jawab
sosial perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Setiap
kebijakan pengalokasiannya wajib mengacu pada regulasi yang berlaku agar
manfaatnya tetap berkeadilan dan transparan.
Politisi muda berlatar belakang santri itu lalu menambahkan, semangat CSR
adalah membangun kesejahteraan sosial dan meningkatkan kualitas lingkungan,
bukan mempercantik fasilitas publik tanpa perencanaan partisipatif.
Menurut Rizki, sesuai Pasal 10 Ayat (2) Qanun TJSLP, pengalokasian dana CSR
yang bersifat khusus harus melalui pembahasan dan rekomendasi Forum
TJSLP—forum lintas pihak yang menilai kelayakan penggunaan dana CSR.
“Andaikata Bupati tetap ingin mengarahkan 80 persen dana CSR untuk Masjid
Giok, maka keinginan tersebut harus dibahas dulu dalam Forum TJSLP. Biarkan
forum itu yang menilai, apakah layak atau tidak,” tegasnya.
Ia menilai, langkah sepihak pemerintah daerah dalam menentukan arah
penggunaan CSR akan mencederai prinsip tata kelola pemerintahan yang baik
dan transparan. Karena itu, ia meminta Pemkab Nagan Raya tetap berpegang
pada koridor hukum yang berlaku, baik di tingkat nasional maupun daerah.
“Kita ini negara hukum. Maka setiap kebijakan, apalagi yang menyangkut dana
publik atau tanggung jawab sosial perusahaan, harus berlandaskan aturan.
Jangan sampai kesannya seperti dana CSR bisa diatur sesuai selera pejabat,”
pungkasnya.
❖