APKASINDO Aceh Minta DEA Dorong Kemandirian Sawit Daerah
Daftar Isi
|
| Ir. Netap Ginting, Ketua DPW Apkasindo Aceh. (Foto: Ist). |
APKASINDO Aceh dorong Dewan Ekonomi wujudkan pabrik minyak goreng dan ekspor CPO mandiri untuk kemandirian ekonomi berbasis sawit.
koranaceh.net | Banda Aceh –
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Provinsi Aceh mendorong
Dewan Ekonomi Aceh (DEA) yang baru dilantik agar segera merealisasikan
pembangunan pabrik pengolahan minyak goreng (dan mengaktifkan pelabuhan ekspor
CPO sendiri. Langkah ini dinilai penting untuk memutus ketergantungan Aceh
terhadap fasilitas ekspor di Sumatera Utara.
Ketua DPW APKASINDO Aceh, Netap Ginting, menyampaikan hal itu usai menghadiri
pelantikan Dewan Ekonomi Aceh oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf di Kompleks
Meuligoe Gubernur Aceh, pekan lalu. Dalam struktur DEA, dua Dewan Pakar
APKASINDO Aceh—Prof. Ishak Hasan dan Mahdi Al Haris—tergabung sebagai anggota.
“Kami berharap Dewan Ekonomi Aceh dapat menjadi mitra pemerintah dan APKASINDO
dalam merumuskan kebijakan ekonomi sektor perkebunan dari hulu ke hilir. Dari
sisi hulu, perlu penguatan petani melalui penerapan praktik budidaya baik
(GAP) dan keselamatan kerja (K3),” ujar Netap dalam keterangan resminya,
dikutip pada Selasa (14/10/2025).
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa penguatan di sektor hilir harus diwujudkan
dengan pembangunan pabrik minyak goreng dan pelabuhan ekspor CPO di Aceh.
“Sudah saatnya Aceh memiliki pabrik refinery (pengolahan) dan
mengekspor CPO melalui Pelabuhan Calang di pantai barat-selatan serta
Pelabuhan Krung Kekeh Lhokseumawe di pantai timur,” katanya.
Ginting mengatakan, saat ini, produksi CPO Aceh mencapai 1,2 juta ton per
tahun dari sekitar 470 ribu hektare kebun kelapa sawit. Namun, tambahnya,
ekspor masih dilakukan lewat Pelabuhan Belawan dan Kuala Tanjung di Sumatera
Utara, dengan biaya angkut sekitar Rp400 per kilogram menggunakan mobil tangki
CPO.
“Jika Aceh mengekspor sendiri melalui pelabuhan di daerahnya, biaya angkut
bisa ditekan dan berdampak langsung pada peningkatan pendapatan daerah, harga
tandan buah segar (TBS), serta pembukaan lapangan kerja baru,” tegas Netap.
Sebelumnya, Gubernur Aceh Muzakir Manaf dalam sambutannya menekankan bahwa
pembentukan Dewan Ekonomi Aceh merupakan upaya memperkuat arah kebijakan
ekonomi daerah berbasis pengetahuan dan kolaborasi lintas sektor.
“Dewan ini menjadi mitra Pemerintah Aceh dalam merumuskan dan mengawal
kebijakan ekonomi berbasis data dan kolaborasi lintas sektor,” ujar Mualem. Ia
berharap kehadiran para pakar dalam dewan tersebut dapat menjadi energi baru
untuk memajukan Aceh dan memperkuat ketahanan ekonomi, terutama di sektor
pertanian dan perkebunan.
Dewan Ekonomi Aceh akan bertugas menyusun analisis ekonomi untuk pengentasan
kemiskinan dan pengangguran, memberikan rekomendasi kebijakan fiskal dan
investasi, menentukan sektor unggulan daerah, serta mendorong transformasi
menuju ekonomi hijau dan digital.
Susunan pengurus DEA yang resmi dilantik terdiri dari Raja Masbar sebagai
Ketua Umum. Teuku A. Sanny dan Rustam Effendi masing-masing sebagai Ketua I
dan II. Kemudian Sekretaris Jenderal (Sekjen) DEA diisi oleh Ismail Rasyid,
didampingi Mirza Tabrani sebagai Sekretaris I dan Nurlis Effendi sebagai
Sekretaris II.
Adapun, anggota DEA terdiri dari Marwansyah, Hasballah bin H.M. Thaib, Mahdi
Al-Haris, Teuku Ali Devi serta Abdul Jalil. Sementara itu, anggota penasihat
DEA diisi oleh para rektor-rektor Universitas di Aceh, seperti Marwan,
Mujiburrahman, Herman Fithra, Ishak Hasan, Wildan, Hamdani dan Adnan.
❖
