Arkeolog Dorong Kampus di Aceh Buka Jurusan Khusus Arkeologi

Daftar Isi
Komplek Makam Raja Reubah di Gampong Geuceu, Banda Aceh, salah satu situs cagar budaya yang mencerminkan kekayaan sejarah Aceh. Keberadaan situs semacam ini dinilai penting untuk dikaji melalui disiplin ilmu arkeologi. (Foto: dok. Disdikbud Kota Banda Aceh).
Komplek Makam Raja Reubah di Gampong Geuceu, Banda Aceh, salah satu situs cagar budaya yang mencerminkan kekayaan sejarah Aceh. Keberadaan situs semacam ini dinilai penting untuk dikaji melalui disiplin ilmu arkeologi. (Foto: dok. Disdikbud Kota Banda Aceh).
Arkeolog Kementerian Kebudayaan minta perguruan tinggi di Aceh buka jurusan arkeologi. Dinilai penting untuk kaji peradaban Islam Nusantara.
koranaceh.net | Banda Aceh – Arkeolog Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah I Kementerian Kebudayaan RI, Ambo Asse Ajis, mendorong perguruan tinggi di Aceh membuka jurusan khusus arkeologi. Menurut Ambo, kebutuhan jurusan arkeologi di Aceh semakin mendesak karena minat generasi muda pada kajian arkeologi cukup tinggi.

Namun, sampai saat ini kampus besar di Aceh, yakni Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry dan Universitas Syiah Kuala (USK), hanya memiliki jurusan umum tentang sejarah dan kebudayaan. “Perguruan tinggi di Aceh perlu mendirikan jurusan arkeologi, karena minat generasi muda cukup tinggi,” kata Ambo Asse Ajis dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/10/2025), di Banda Aceh.

Ia membandingkan kondisi Aceh dengan daerah lain. Provinsi Jambi dan Sumatera Barat sudah memiliki jurusan arkeologi meski kekayaan budayanya tidak sebesar Aceh. Padahal, menurut Ambo, Aceh memiliki sumber kajian sejarah dan kebudayaan Islam yang lebih luas dan beragam.

“Seharusnya Aceh tidak kalah dengan Jambi atau Sumatera Barat yang sudah membuka jurusan arkeologi. Padahal kekayaan budaya Aceh jauh lebih besar,” ujarnya.

Ambo mencontohkan, setiap tahun selalu ada mahasiswa di Aceh yang menulis skripsi bertema arkeologi. Namun, keterbatasan jurusan membuat kajian tidak bisa dilakukan secara lebih mendalam. Akibatnya, penelitian hanya berhenti pada kajian umum sejarah dan kebudayaan.

Ia menegaskan, pemahaman arkeologi penting untuk Aceh karena provinsi ini menjadi salah satu pusat peradaban Islam di Nusantara. Menteri Kebudayaan RI, kata Ambo, juga menyebut kajian Islam di Indonesia bersumber dari Aceh.

“Sayangnya, hingga kini Aceh tidak memiliki wadah pendidikan khusus arkeologi. Padahal, kita perlu menyiapkan pakar-pakar arkeologi Islam dari daerah ini,” jelasnya.

Jumlah pakar arkeologi di Aceh saat ini masih sangat minim. Ambo menyebutkan di UIN Ar-Raniry hanya ada kurang dari 10 orang akademisi yang memiliki latar belakang arkeologi. Sedangkan di USK, hanya ada satu pakar yang menekuni bidang ini, yakni Prof. Husaini Ibrahim.

“Kalau ada jurusan arkeologi, tentu akan lahir profesor-profesor yang dapat menarasikan sejarah Aceh secara akademik melalui disiplin ilmu arkeologi. Karena itu, pendirian jurusan ini merupakan kebutuhan mendesak bagi Aceh,” pungkas Ambo.


Pewarta:
Muntaziruddin Sufiady Ridwan