Dinas ESDM Aceh Rumuskan Pergub WPR untuk Legalisasi Tambang Rakyat
Daftar Isi
Dinas ESDM Aceh tengah menggodok Pergub WPR. Pergub ini mengacu ke UU No.3/2020 Tentang Minerba, UUPA pasal 156, serta Permen ESDM No.174/2024.
koranaceh.net | Banda Aceh –
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh menyatakan tengah menggodok
Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagai
langkah konkret menertibkan aktivitas tambang ilegal di Aceh. Hal itu
disampaikan oleh Kadis ESDM Aceh, Taufik, dalam Diskusi Publik “Mengurai Benang Kusut Tambang Ilegal dan Solusinya” di Hoco Coffee Lambhuk, Banda Aceh, Selasa (7/10/2025).
Diskusi publik ini menghadirkan AKBP Mahmun Hari Sandy Sinurat
(Wadirreskrimsus Polda Aceh) mewakili Kapolda Aceh, Naufal Natsir Mahmud
(Direktur Pengembangan Bisnis PT PEMA) mewakili Direktur Utama PT Pembangunan
Aceh, serta Nasir Djamil (Anggota Komisi III DPR RI). Acara dimoderatori oleh
Muhammad Nur, Direktur Forbina.
Dalam forum yang diinisiasi oleh Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina), Aceh
Bergerak, dan Forum Jurnalis Lingkungan Aceh (FJLA) itu, Taufik menegaskan
bahwa langkah tersebut merupakan tindak lanjut dari instruksi Gubernur Aceh,
Muzakir Manaf, untuk menertibkan tambang ilegal di berbagai kabupaten/kota.
“Kami sudah mencoba menyusun dan insya Allah, dalam dua hari ini, kita siapkan
Pergub tentang pertambangan rakyat seperti apa yang disemangati oleh Pak
Gubernur Aceh,” ujar Taufik.
Ia menambahkan, penyusunan Pergub WPR ini dilakukan dengan mengacu pada
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, Undang-Undang Pemerintahan
Aceh Pasal 156, serta Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 174 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyelenggaraan Izin Pertambangan Rakyat. Pergub tersebut akan menjadi
dasar hukum bagi masyarakat untuk mengajukan izin tambang rakyat setelah
wilayahnya ditetapkan secara resmi sebagai WPR.
“Kami sudah menyiapkan langkah-langkah strategis. Setelah penertiban, kita
segera membuka jalur legal melalui mekanisme WPR. Ini agar tambang yang
sekarang dikelola masyarakat tidak lagi ilegal,” jelasnya.
Taufik menyebut, Dinas ESDM bersama Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(DLHK) Aceh, Kepolisian Daerah (Polda) Aceh, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh,
Pangdam Iskandar Muda, dan Badan Intelijen Negara (BIN) telah membentuk tim
lintas sektor yang bekerja sesuai dengan surat keputusan Gubernur.
Tim tersebut, kata dia, bakal menangani aspek penertiban sekaligus penyusunan
regulasi yang memudahkan penambang rakyat mendapatkan izin resmi. Ia mengakui,
tambang rakyat telah beroperasi di sejumlah daerah sejak 2009 tanpa solusi
yang tuntas. Karena itu, pemerintah kini mendorong penetapan WPR sebagai jalan
tengah antara penegakan hukum dan perlindungan ekonomi masyarakat di sekitar
wilayah tambang.
“Imbas dari penertiban ini tentu menyangkut penghidupan warga. Maka kita cari
solusi yang sesuai aturan dan bisa dijalankan,” kata Taufik.
Hingga hari ini, ungkap Taufik, sudah ada empat kabupaten yang resmi
mengusulkan WPR, yakni Aceh Barat, Aceh Jaya, Gayo Lues, dan Pidie. “Kami
menunggu juga dari kabupaten lain yang terdapat wilayah-wilayah tambang ilegal
ini,” lanjutnya.
Ihwal mekanisme penetapan WPR tersebut, Taufik melanjutkan, setelah menerima
usulan dari kabupaten/kota, Dinas ESDM bakal melakukan survei potensi mineral
dan menyiapkan dokumen teknis pendukung sebelum menetapkan wilayah tersebut
sebagai blok WPR secara resmi.
“Karena harus ada dulu penetapan wilayah pertambangan rakyat (WPR) sebelum
kita memberi izin [Izin Pertambangan Rakyat (IPR)] kepada koperasi-koperasi
yang akan melakukan penambangan-penambangan tersebut,” tukasnya.
Pewarta:
Muntaziruddin Sufiady Ridwan
⸻
