DPRA Bahas Revisi Qanun Perikanan, Fokus Perkuat Tata Kelola dan Lindungi Nelayan
Daftar Isi
DPRA menggelar RDPU membahas revisi Qanun Perikanan Aceh. Fokus pada perlindungan nelayan dan penguatan tata kelola laut.
koranaceh.net | Banda Aceh ‒
Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk membahas perubahan
Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2010
tentang Perikanan, Rabu (15/10/2025). Forum tersebut menjadi ruang bagi
masyarakat pesisir, akademisi, dan pelaku usaha memberikan masukan terhadap
rancangan qanun baru yang diharapkan bakal memperkuat tata kelola laut serta
perlindungan nelayan.
Anggota Komisi II DPRA,
Fuadri, S.Si, M.Si, dalam pembukaan forum menyebut bahwa Aceh memiliki potensi kelautan dan
perikanan yang sangat besar. Dengan garis pantai yang panjang dan kekayaan
laut yang melimpah, sektor ini telah menjadi tulang punggung perekonomian dan
sumber utama penghidupan masyarakat pesisir.
“Namun, potensi besar ini datang dengan tanggung jawab besar pula,” ujar
Fuadri. Ia menegaskan, perubahan iklim, kerusakan lingkungan, dan perkembangan
regulasi nasional maupun internasional menuntut pembaruan kebijakan yang
adaptif dan berpihak kepada rakyat.
Revisi Qanun Perikanan
yang sudah berlaku lebih dari satu dekade ini disebut perlu menyesuaikan
dengan situasi terkini. DPRA menilai, penguatan substansi dalam qanun baru
bakal mencakup sejumlah aspek penting, di antaranya pengelolaan sumber daya
laut secara berkelanjutan dengan memperhatikan keseimbangan ekologi, sosial,
ekonomi, serta
adat istiadat lokal.
Selain itu, rancangan qanun juga menitikberatkan pada pemberdayaan nelayan
kecil, termasuk kemudahan akses permodalan, perlindungan wilayah tangkap, dan
peningkatan kesejahteraan. Di bidang pengawasan, akan diterapkan sistem
perizinan berbasis risiko yang memanfaatkan layanan elektronik (OSS).
Salah satu poin penting lainnya ialah penguatan peran
Panglima Laot
— lembaga adat laut khas Aceh — dalam tata kelola pesisir. Lembaga ini dinilai punya peran strategis menjaga kearifan lokal dan mendorong kepatuhan
terhadap
hukum adat laut
yang selama ini menjadi pedoman nelayan di berbagai wilayah pesisir Aceh.
Selain mengatur sistem pengawasan dan konservasi laut, rancangan qanun juga
menegaskan kewenangan Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota dalam mengelola
wilayah laut teritorial hingga zona ekonomi eksklusif (ZEE). Ketentuan
tersebut merupakan turunan dari
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006
tentang
Pemerintahan Aceh
serta
MoU Helsinki 2005, yang memberi Aceh hak khusus dalam pengelolaan sumber daya alamnya.
RDPU tersebut turut dihadiri perwakilan Pemerintah Aceh, Forkopimda, Panglima
Laot, akademisi, organisasi masyarakat sipil, hingga pelaku usaha sektor
perikanan. Forum ini menjadi langkah awal sebelum pembahasan di tingkat
legislatif berlanjut menuju pengesahan qanun. “Kami ingin memastikan qanun ini
tidak hanya bagus di atas kertas, tetapi benar-benar bisa diterapkan dan
memberi manfaat bagi masyarakat yang hidup dari laut Aceh,” tambah Fuadri.
DPRA berharap, revisi qanun ini menjadi momentum memperkuat tata kelola sektor
perikanan yang lebih adil dan berkelanjutan. Selain mendorong peningkatan
ekonomi masyarakat pesisir, aturan baru ini juga diharapkan mampu menjaga
kelestarian sumber daya laut Aceh untuk generasi mendatang.
❖