Kabupaten Pidie Ajukan Penetapan WPR ke Pemerintah Aceh dan Kementerian ESDM

Daftar Isi
Bupati Pidie, Sarjani Abdullah. (Foto: dok. Pribadi).
Bupati Pidie, Sarjani Abdullah. (Foto: dok. Pribadi).
Pidie ajukan penetapan WPR ke Pemerintah Aceh dan Kementerian ESDM. Kecamatan Tangse, Mane, dan Geumpang menjadi tiga lokasi yang diusulkan.
koranaceh.net | Pidie – Bupati Pidie, Sarjani Abdullah, secara resmi mengajukan usulan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) kepada Pemerintah Aceh dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Surat Nomor: 500.10.25/3933 tertanggal 3 Oktober 2025. Langkah ini dinilai penting untuk memberikan legalitas dan perlindungan hukum bagi masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup dari aktivitas tambang tradisional.

Pengajuan tersebut merupakan tindak lanjut atas Surat Gubernur Aceh Nomor 500.10.25/2656 tentang usulan WPR, sekaligus mengacu pada Pasal 156 Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang memberi kewenangan bagi Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten untuk mengelola sumber daya alam di wilayahnya.



Pemerintah Kabupaten Pidie mengusulkan tiga lokasi utama untuk ditetapkan sebagai WPR, yakni Kecamatan Tangse seluas sekitar 387 hektare, Mane 328 hektare, dan Geumpang 1.451 hektare.

“Bupati juga merespon cepat surat Gubernur Aceh dan memperhatikan Pasal 156 UUPA yang menyebutkan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten dapat mengelola sumber daya alam sesuai dengan kewenangannya,” kata Juru Bicara Bupati Pidie, Andi Firdhaus, dalam keterangan tertulis yang diterima koranaceh.net, Sabtu (4/10/2025).

Juru Bicara Bupati Pidie, Andi Firdhaus. (Foto: dok. Pribadi).

Andi menjelaskan, identifikasi lokasi WPR dilakukan berdasarkan potensi mineral dan aspirasi masyarakat di sejumlah kecamatan. Titik-titik yang diusulkan, katanya, merupakan wilayah yang selama ini menjadi lokasi tambang rakyat tradisional. Penetapan WPR diharapkan dapat melindungi aktivitas penambangan rakyat sekaligus memastikan kegiatan tersebut berjalan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

Pemerintah daerah, lanjutnya, berkomitmen memperjuangkan penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) setelah WPR ditetapkan. Langkah ini juga disebut Andi sejalan dengan semangat UU Minerba yang memberi ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pertambangan dengan luas dan investasi terbatas.

“Bupati Pidie menyambut baik langkah ini sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat kecil. Pemerintah hadir untuk memberi solusi legal agar kegiatan itu tetap memberi manfaat,” ujarnya.

Selain aspek hukum, Pemerintah Kabupaten Pidie juga menyoroti dampak ekonomi dari penetapan WPR. Aktivitas tambang yang dikelola secara resmi dinilai dapat mendorong kemandirian ekonomi desa dan membuka lapangan kerja baru bagi warga sekitar.



“Penetapan WPR juga bertujuan memberikan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak bagi masyarakat sekitar, serta mendukung perekonomian lokal melalui pengelolaan sumber daya yang adil dan berkelanjutan,” tambah Andi.

Usulan resmi tersebut kini tengah dievaluasi oleh Pemerintah Aceh sebelum diteruskan ke Kementerian ESDM untuk mendapatkan rekomendasi penetapan akhir. Surat permohonan juga ditembuskan kepada Badan Geologi Kementerian ESDM, Ketua DPR Aceh, Ketua DPRK Pidie, Kepala DPMPTSP Aceh, dan Kepala DLHK Aceh.