Kemenkum Aceh dan DPRA Perkuat Sinergi Harmonisasi Regulasi Daerah

Daftar Isi

Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum Kemenkum Aceh, M. Ardiningrat Hidayat (kanan), berdiskusi dengan Sekretaris Dewan DPRA, Khudri (kiri), dalam pertemuan koordinasi pelaksanaan FORKAIDAH serta penerapan aplikasi e-Harmonisasi, di ruang Sekretariat DPRA, Banda Aceh, Senin (6/10/2025). (Foto: Dok. Kanwil Kemenkum Aceh).
Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum Kemenkum Aceh, M. Ardiningrat Hidayat (kanan), berdiskusi dengan Sekretaris Dewan DPRA, Khudri (kiri), dalam pertemuan koordinasi pelaksanaan FORKAIDAH serta penerapan aplikasi e-Harmonisasi, di ruang Sekretariat DPRA, Banda Aceh, Senin (6/10/2025). (Foto: Dok. Kanwil Kemenkum Aceh).

Kemenkum Aceh dan DPRA berkoordinasi memperkuat harmonisasi regulasi daerah lewat FORKAIDAH dan e-Harmonisasi untuk tata kelola hukum yang transparan.
koranaceh.net | Banda Aceh – Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum) Aceh melakukan koordinasi dengan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) guna memperkuat sinergi pembentukan produk hukum daerah.

Pertemuan yang berlangsung di Sekretariat DPRA, Senin (6/10/2025), membahas pelaksanaan Forum Koordinasi Kebijakan Hukum dan Harmonisasi Regulasi Daerah (FORKAIDAH) serta penerapan aplikasi e-Harmonisasi dalam penyusunan rancangan qanun. Langkah ini menjadi bagian dari upaya memperkuat tata kelola pembentukan regulasi daerah yang terintegrasi, transparan, dan selaras dengan kebijakan nasional.

Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum Kemenkum Aceh, M. Ardiningrat Hidayat, yang memimpin koordinasi tersebut, diterima langsung oleh Sekretaris Dewan DPRA, Khudri. Dalam pertemuan itu, Ardiningrat memaparkan manfaat FORKAIDAH sebagai wadah koordinasi kebijakan hukum antar lembaga eksekutif dan legislatif di Aceh.

“Melalui FORKAIDAH, kami ingin memastikan setiap produk hukum daerah sejalan dengan kebijakan nasional dan tidak tumpang tindih. Aplikasi e-Harmonisasi hadir untuk mempermudah dan mempercepat proses itu,” ujar Ardiningrat dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/10/2025).

Ia menjelaskan, e-Harmonisasi merupakan sistem digital yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Ditjen PP) Kemenkumham. Aplikasi ini berfungsi sebagai instrumen untuk melakukan harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan secara daring, sehingga prosesnya dapat diawasi lintas instansi. Menurutnya, kehadiran sistem ini akan meningkatkan transparansi sekaligus mengurangi potensi perbedaan tafsir antar lembaga dalam pembentukan qanun.

Ardiningrat menambahkan, saat ini sebagian besar daerah masih menghadapi kendala teknis dalam harmonisasi regulasi, terutama di tingkat kabupaten dan kota. Karena itu, Kemenkum Aceh mendorong agar pelaksanaan program FORKAIDAH ke depan melibatkan juga Sekretariat DPRD kabupaten/kota. “Keterlibatan daerah penting karena tingkat harmonisasi produk hukum di kabupaten/kota masih perlu diperkuat,” katanya.

Sementara itu, Sekretaris Dewan DPRA, Khudri, menyebut bahwa hingga saat ini pihaknya belum memiliki rancangan qanun inisiatif dewan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) 2025. Mayoritas rancangan qanun yang sedang berjalan, kata dia, merupakan usulan dari Pemerintah Aceh.

“Untuk tahun ini, terdapat 12 rancangan qanun inisiatif Pemerintah Aceh yang wajib melalui e-Harmonisasi. Namun untuk inisiatif dewan, kami masih memerlukan panduan teknis agar prosesnya dapat berjalan sinergis sejak tahap usulan komisi hingga paripurna,” ujarnya.

Khudri menjelaskan, DPRA berencana mulai menerapkan mekanisme harmonisasi secara penuh pada tahun 2026, seiring penyusunan Prolegda baru yang bakal memuat sejumlah rancangan qanun inisiatif dewan. Menurutnya, penerapan sistem e-Harmonisasi akan menjadi langkah penting dalam memastikan kualitas produk legislasi daerah yang dihasilkan oleh DPR Aceh.

“Kami menyambut baik koordinasi ini karena dapat menjadi dasar penyusunan panduan teknis bagi Sekretariat Dewan dan alat kelengkapan dewan dalam menyusun regulasi yang lebih terarah dan sinkron dengan peraturan di atasnya,” tambahnya.

Dalam konteks nasional, pelaksanaan e-Harmonisasi merupakan bagian dari reformasi hukum yang digagas pemerintah melalui transformasi digital sektor legislasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-02.PP.04.01 Tahun 2023 yang dilihat koranaceh.net, pada Kamis (9/10/2025), setiap rancangan peraturan daerah wajib melalui proses harmonisasi secara elektronik sebelum disampaikan ke tahap pembahasan.

Program FORKAIDAH sendiri dibentuk untuk mendorong peningkatan koordinasi antar lembaga dalam menyusun kebijakan hukum di tingkat daerah, terutama dalam mencegah tumpang tindih peraturan dan memperkuat fungsi pengawasan hukum. Penjelasan resmi mengenai tujuan FORKAIDAH dapat dilihat di situs Kemenkum Aceh.

Dalam konteks Aceh, sinergi antara Kemenkum dan DPRA menjadi penting mengingat kewenangan daerah yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. UU tersebut memberi ruang bagi Aceh untuk menetapkan qanun sebagai peraturan perundang-undangan daerah yang memiliki kekuatan hukum setara dengan peraturan daerah.

Pertemuan koordinasi ini menjadi bagian awal dari rencana penerapan mekanisme e-Harmonisasi di lingkungan DPRA yang akan dimulai bersamaan dengan penyusunan Prolegda 2026.