KPK Dampingi Empat Desa di Aceh dan Banten, Bangun Zona Antikorupsi di Kalangan Akar Rumput

Daftar Isi
Kantor KPK di Jakarta Selatan.
Kantor KPK di Jakarta Selatan. 
KPK dampingi empat desa di Aceh dan Banten. Bangun tata kelola yang transparan dan partisipatif menuju desa antikorupsi berintegritas.
koranaceh.net | Banda Aceh ‒ Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperluas upaya pemberantasan korupsi hingga ke tingkat pemerintahan paling dasar, yakni desa. Melalui Direktorat Pembinaan dan Peran Serta Masyarakat (Permas), lembaga antirasuah itu mendampingi empat desa calon percontohan antikorupsi di dua provinsi, yakni Aceh dan Banten.

Empat desa tersebut ialah Gampong Meunasah Timu di Kabupaten Bireuen dan Desa Paya Tumpi 1 di Kabupaten Aceh Tengah, serta Desa Legok di Kabupaten Tangerang dan Desa Cikande Permai di Kabupaten Serang, Provinsi Banten.

Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Pembinaan Peran serta Masyarakat (Permas) KPK Rino Haruno menyebut pendampingan itu mencakup pemantauan dan evaluasi langsung terhadap tata kelola desa. Penilaian dilakukan berdasarkan sejumlah indikator, seperti keterbukaan anggaran, akuntabilitas dana desa, serta partisipasi masyarakat dalam pengawasan pembangunan.

“Pembinaan dan pendampingan sangat penting guna memastikan konsistensi dan komitmen desa menjalankan tata kelola yang bersih dari korupsi,” ujar Rino yang dikutip dari keterangan tertulis, pada Senin (13/10/2025).

Dalam kegiatan serupa di Banten, Pelaksana Harian (Plh.) Direktur Permas KPK Andhika Widiarto menegaskan bahwa predikat desa antikorupsi bukan sekadar penghargaan simbolik, melainkan tanggung jawab moral yang harus dijaga secara berkelanjutan.

“Predikat ini komitmen yang harus dijaga dan ditumbuhkan. Ini langkah penting mewujudkan desa transparan dan berdampak nyata bagi pelayanan publik,” katanya.

Melalui program ini, KPK ingin menanamkan nilai kejujuran dan transparansi di titik awal pelayanan publik: pemerintahan desa. Ketika masyarakat terlibat aktif dan pengelolaan dana dilakukan secara terbuka, kepercayaan publik akan tumbuh, dan praktik korupsi kehilangan ruang geraknya.

Langkah KPK ini juga menegaskan bahwa pemberantasan korupsi bukan semata urusan penindakan hukum, tetapi gerakan moral dari akar rumput—dari desa untuk Indonesia yang lebih bersih dan berintegritas.