Pemerintah Bahas Penetapan UMP 2026 Sesuai Putusan MK

Daftar Isi
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli. (Foto: Dok. Ist).
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli. (Foto: Dok. Ist).
Pemerintah tengah membahas UMP 2026 sesuai Putusan MK 168/2023. Libatkan serikat buruh dan dunia usaha.
koranaceh.net | Jakarta ‒ Pemerintah Indonesia tengah membahas penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026 dengan mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli memastikan pembahasan dilakukan melalui dialog sosial antara pemerintah, perwakilan buruh, dan dunia usaha.

“Ini sedang proses, ditunggu saja. Kita sedang mengembangkan konsep dan melakukan kajian terkait kenaikan UMP,” kata Yassierli usai menghadiri Indonesia International Sustainability Forum di Jakarta, Sabtu (11/10/2025).

Dewan Pengupahan Nasional disebut telah memulai serangkaian rapat untuk merumuskan formula penetapan UMP 2026. Pemerintah menegaskan pentingnya partisipasi seluruh pemangku kepentingan dan mempertimbangkan kajian ekonomi yang relevan.

Yassierli menambahkan, penetapan upah minimum akan berpedoman pada Putusan MK Nomor 168 yang mewajibkan perhitungan UMP menggunakan tiga variabel utama: inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu, dengan tetap mempertimbangkan pemenuhan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

“Putusan MK itu nomor satu. Itu yang harus dijalankan dulu sebelum melihat opsi terbaik untuk Indonesia,” tegasnya.

Putusan MK tersebut menjadi dasar hukum baru dalam sistem pengupahan nasional setelah sejumlah organisasi buruh memenangkan gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Cipta Kerja.

Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama Partai Buruh mengusulkan kenaikan UMP 2026 sebesar 8,5 persen hingga 10,5 persen. Presiden KSPI Said Iqbal menyebut perhitungan tersebut berasal dari gabungan inflasi 3,26 persen, pertumbuhan ekonomi 5,2 persen, dan indeks tertentu (alpha) 1,0 persen.

“Jika dihitung, hasilnya sekitar 8,46 persen atau dibulatkan menjadi 8,5 persen. Itu dasar yang adil menurut kami,” ujar Iqbal dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (24/9/2025).

Iqbal juga mendesak pemerintah mencabut aturan mengenai pekerja alih daya (outsourcing) dalam PP Nomor 35 Tahun 2021 yang dinilai bertentangan dengan semangat putusan MK. Ia pun mendorong pembentukan undang-undang ketenagakerjaan baru yang tidak bersifat omnibus law.

“Menurut putusan MK, paling lama dua tahun sejak keputusan itu, sudah harus ada UU Ketenagakerjaan yang baru, bukan revisi,” jelasnya.

Di tempat terpisah, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mengusulkan kenaikan upah sebesar 8 persen, dengan formula sederhana: pertumbuhan ekonomi 5 persen, inflasi 2 persen, dan Alpha 1 persen.

“Perhitungan ini lebih adil, realistis, dan tidak membebani kedua pihak,” kata Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban, Minggu (12/10/2025).

Elly menyebut, formula tersebut mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional dan daya beli pekerja yang belum sepenuhnya pulih. KSBSI juga telah menempatkan wakilnya di Dewan Pengupahan Nasional untuk mengikuti proses pleno pembahasan UMP 2026.

Penetapan resmi UMP 2026 dijadwalkan selesai paling lambat November 2025, sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang pengupahan.