Perpres 109/2025 Resmi Terbit, Langkah Baru Pengelolaan Sampah Jadi Energi Terbarukan

Daftar Isi
Ilustrasi pabrik pengolahan sampah. (Foto: Gambar dibuat dengan AI/koranaceh.net).
Ilustrasi pabrik pengolahan sampah. (Foto: Gambar dibuat dengan AI/koranaceh.net).
Pemerintah menerbitkan Perpres 109/2025 untuk dorong pengolahan sampah kota menjadi energi terbarukan berbasis teknologi hijau.
koranaceh.net | Jakarta ‒ Pemerintah menempuh langkah baru dalam mengatasi krisis sampah nasional. Melalui Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan melalui Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, pemerintah menargetkan perubahan menyeluruh dalam sistem pengelolaan sampah di Indonesia.

Kebijakan ini lahir di tengah meningkatnya volume sampah yang belum tertangani secara efektif. Data tahun 2023 mencatat, Indonesia menghasilkan 56,63 juta ton sampah per tahun, namun hanya 39,01 persen yang berhasil dikelola. Sisanya—lebih dari 34 juta ton—masih dibuang dengan sistem terbuka atau open dumping yang memicu pencemaran, merusak ekosistem, dan mengancam kesehatan masyarakat.

“Perpres ini merupakan langkah strategis dalam mengatasi kedaruratan sampah sekaligus mendorong transisi menuju energi bersih,” ujar Presiden Prabowo Subianto saat menetapkan beleid tersebut di Jakarta, pada Jumat (10/10/2025) lalu, dikutip dari keterangan resminya.

Dalam salinan yang dilihat koranaceh.net, pada Kamis (16/10/2025), Perpres 109/2025 menempatkan teknologi ramah lingkungan sebagai kunci dalam pengolahan sampah. Pemerintah mendorong agar tumpukan sampah kota tidak lagi berakhir di tempat pembuangan, melainkan diolah menjadi energi terbarukan yang bisa dimanfaatkan untuk ketahanan energi nasional. Energi itu dapat berupa listrik, bioenergi, bahan bakar minyak terbarukan, maupun produk ikutan lainnya yang bernilai ekonomi.

Salah satu fokus utama regulasi ini ialah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PSEL). Fasilitas tersebut dikabarkan bakal dikembangkan di kabupaten dan kota yang memiliki kapasitas produksi sampah minimal 1.000 ton per hari, dengan dukungan anggaran daerah dan lahan yang memadai. Daerah juga diwajibkan memiliki aturan retribusi kebersihan sebagai bagian dari mekanisme pembiayaan.

Untuk memastikan proyek berjalan efektif, pemerintah menunjuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) bersama PT PLN (Persero) sebagai pengelola utama. Kedua lembaga ini akan menyeleksi badan usaha pengembang PSEL serta menjadi pembeli utama listrik yang dihasilkan. Harga pembelian ditetapkan sebesar USD 0,20 per kilowatt hour (kWh), berlaku untuk semua kapasitas dengan masa kontrak hingga 30 tahun.

Selain menghasilkan listrik, pengolahan sampah juga diarahkan pada pengembangan bioenergi seperti biogas dan biomassa, serta bahan bakar minyak terbarukan yang dapat menggantikan sumber energi fosil. Produk-produk ini dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat atau dijual ke industri. Pemerintah memberi insentif fiskal, termasuk pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk proyek yang menggunakan teknologi dalam negeri, sebagai upaya memperkuat kemandirian industri hijau nasional.

Perpres 109/2025 juga menetapkan mekanisme transisi dari kebijakan sebelumnya, yaitu Perpres Nomor 35 Tahun 2018. Proyek PSEL yang sudah berjalan tetap diperbolehkan mengikuti aturan lama, selama terbukti mampu mengurangi volume sampah secara signifikan. Namun bila tidak efektif, pemerintah daerah dan pengembang dapat menyesuaikan diri dengan ketentuan baru.

Untuk menjamin pelaksanaan yang transparan, pengawasan dilakukan secara lintas kementerian. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Kementerian Keuangan akan bekerja sama melakukan pembinaan dan evaluasi di daerah.


Pewarta:

Muntaziruddin Sufiady Ridwan