Siswi SMA Matangkuli Lolos Program AFS Global STEM, Wakili Aceh Utara

Daftar Isi
Syarifah Razalya Faradilla, siswi kelas X SMA Negeri 1 Matangkuli, Aceh Utara, yang terpilih mewakili Aceh dalam program internasional AFS Global STEM Innovators 2025. Ia menjadi satu-satunya peserta dari Aceh Utara yang lolos seleksi nasional untuk mengikuti pelatihan sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) bertaraf global yang didanai oleh Harbour Energy. (Foto: dok. Humas SMAN 1 Matangkuli).
Syarifah Razalya Faradilla, siswi kelas X SMA Negeri 1 Matangkuli, Aceh Utara, yang terpilih mewakili Aceh dalam program internasional AFS Global STEM Innovators 2025. Ia menjadi satu-satunya peserta dari Aceh Utara yang lolos seleksi nasional untuk mengikuti pelatihan sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) bertaraf global yang didanai oleh Harbour Energy. (Foto: dok. Humas SMAN 1 Matangkuli).
Syarifah Razalya, siswi SMA Negeri 1 Matangkuli, lolos program AFS Global STEM dan jadi satu-satunya peserta dari Aceh Utara tahun 2025.
koranaceh.net | Aceh Utara ‒ Syarifah Razalya Faradilla, siswi kelas X SMA Negeri 1 Matangkuli, Aceh Utara, berhasil lolos ke program internasional AFS Global STEM Innovators 2025, sebuah ajang pertukaran pelajar berbasis sains dan teknologi yang didanai penuh oleh perusahaan energi asal Amerika Serikat, Harbour Energy. Program ini menjadi salah satu inisiatif pendidikan global yang menyoroti inovasi di bidang Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) serta isu keberlanjutan.

Program AFS Global STEM Innovators diikuti oleh pelajar berusia 15–17 tahun dari seluruh Indonesia. Tahun ini, Syarifah menjadi satu dari 100 peserta yang terpilih dari total 1.200 pendaftar. Kegiatan berlangsung selama enam minggu, dimulai dengan sesi daring pada 4 Oktober hingga 2 November 2025, kemudian dilanjutkan dengan pertemuan tatap muka di Jakarta pada pertengahan November.

Kepala SMA Negeri 1 Matangkuli, Khairuddin, menyebut keberhasilan Syarifah menjadi bukti bahwa kualitas pendidikan tidak bergantung pada lokasi sekolah. “Syarifah bukan dari keluarga mampu, tapi dia punya semangat luar biasa. Pernah kalah di lomba pidato Bahasa Inggris, tapi tak berhenti di situ. Kini dia justru melangkah lebih jauh—menjadi bagian dari 100 peserta terpilih dari 1.200 pendaftar di seluruh Indonesia,” ujarnya di Lhoksukon, Sabtu (4/10/2025).

Menurut Khairuddin, capaian ini sekaligus membuktikan bahwa sekolah di daerah juga mampu melahirkan generasi dengan daya saing global. Ia menilai tekad dan kerja keras siswa lebih menentukan dibandingkan keterbatasan fasilitas. “Sekolah kami di pelosok, tapi mimpi anak-anaknya sudah mendunia,” tambahnya.

Guru pembimbing sekaligus pendamping seleksi, Roslaini, menjelaskan bahwa proses seleksi berlangsung sangat ketat. Peserta harus menguasai kemampuan menulis esai budaya dalam bahasa Inggris dan menunjukkan pemahaman terhadap isu global. “Meski sempat ragu karena program ini sepenuhnya berbahasa Inggris, Syarifah berani mencoba. Dan hasilnya, dia satu-satunya siswa dari Aceh Utara yang lolos di batch pertama tahun 2025,” katanya.

Roslaini menambahkan, pembelajaran daring dalam program ini mencakup topik-topik seperti energi berkelanjutan, perubahan iklim, teknologi digital, dan kepemimpinan global. Kegiatan juga melibatkan fasilitator dari berbagai negara, termasuk India, Australia, Malaysia, dan Amerika Serikat. Para peserta akan bekerja dalam kelompok lintas negara untuk merancang solusi terhadap persoalan global berbasis sains dan teknologi.

Program AFS Global STEM Innovators sendiri diselenggarakan oleh AFS Intercultural Programs—lembaga nirlaba internasional yang berfokus pada pendidikan antarbudaya dan pertukaran pelajar. Tahun 2025 menjadi tahun kedua Harbour Energy mendukung penuh inisiatif ini di Indonesia melalui beasiswa pendidikan dan pelatihan global bagi siswa berprestasi.

Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Aceh Utara, Muhammad Johan, mengapresiasi capaian tersebut dan menilai hal itu sebagai tonggak penting bagi pendidikan di daerah. “Pendidikan Aceh Utara sedang berbenah. Sekolah boleh berada di pedalaman, tapi wawasan anak-anaknya sudah mendunia,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya dukungan pemerintah daerah agar siswa-siswa berprestasi di pedalaman mendapat akses informasi pendidikan internasional.

Menurut Johan, capaian seperti ini harus menjadi inspirasi bagi sekolah lain untuk memperkuat kemampuan literasi dan bahasa asing. “Kalau satu siswa di Matangkuli bisa, maka sekolah lain pun pasti bisa. Tinggal bagaimana kita memberi ruang dan dukungan,” katanya.

AFS Indonesia mencatat bahwa partisipasi siswa dari luar kota besar terus meningkat dalam dua tahun terakhir. Peserta dari wilayah Aceh, Sumatera Barat, dan Nusa Tenggara kini mulai mendominasi daftar penerima program beasiswa STEM. Pihak penyelenggara menyebut peningkatan ini sebagai bukti bahwa akses pendidikan global semakin merata ke daerah-daerah.

Di SMA Negeri 1 Matangkuli, keberhasilan Syarifah mendapat sambutan hangat dari teman-temannya dan guru-guru di sekolah. Pihak sekolah berencana mengadakan kegiatan berbagi pengalaman (sharing session) setelah Syarifah menyelesaikan program. Tujuannya, agar siswa lain bisa termotivasi dan menyiapkan diri untuk mengikuti seleksi serupa di masa mendatang.

Menurut data Dinas Pendidikan Aceh, tingkat partisipasi pelajar daerah dalam program pertukaran pelajar internasional masih di bawah 5 persen dari total siswa SMA di provinsi ini. Namun, keberhasilan Syarifah menjadi contoh konkret bahwa keterbatasan geografis bukan penghalang untuk bersaing di tingkat global.

Dalam keterangan tertulisnya, pihak sekolah menyebut dukungan keluarga, guru, dan lingkungan sekolah menjadi faktor utama yang mendorong keberhasilan tersebut. Syarifah diketahui aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler debat bahasa Inggris dan memiliki minat kuat di bidang teknologi lingkungan.

Keikutsertaan Syarifah di program ini diharapkan membuka peluang bagi lebih banyak siswa Aceh untuk berpartisipasi dalam kegiatan global di bidang STEM. Program ini juga memberi ruang bagi peserta untuk mengembangkan proyek sains yang relevan dengan isu-isu lokal, seperti pengelolaan limbah, energi terbarukan, dan inovasi pertanian berkelanjutan.

Dari sebuah sekolah di pelosok Aceh Utara, kisah Syarifah Razalya Faradilla menjadi penanda bahwa potensi siswa daerah mampu menembus batas dunia pendidikan global. Program ini akan berlanjut hingga akhir November 2025 dan terbuka kemungkinan bagi peserta terbaik untuk mengikuti tahap lanjutan ke tingkat internasional pada tahun berikutnya.