KPK: Suap dan Gratifikasi Masih Dominasi Praktik Korupsi di Indonesia

Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, saat memaparkan hasil survei Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 di Gedung Juang Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, saat memaparkan hasil survei Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 di Gedung Juang Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/1/2025).

Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 oleh KPK menunjukkan masih rentannya integritas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah terhadap praktik-praktik korup.

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 yang mengungkapkan skor Indeks Integritas Nasional berada di angka 71,53 poin. Hasil survei ini mencerminkan situasi integritas di Indonesia yang masih rentan terhadap praktik korupsi, dengan suap dan gratifikasi sebagai temuan utama.

Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, memaparkan hasil survei tersebut dalam acara peluncuran SPI 2024 di Gedung Juang Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, 23 Januari 2025. Ia menyoroti tingginya angka suap dan gratifikasi, terutama di kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (PD).

Baca Juga:
GPIM Desak Penyidikan Kasus Korupsi Wastafel Aceh Sasar Aktor Utama

“Suap dan gratifikasi masih terjadi dengan jumlah yang sangat signifikan,” ungkap Pahala. Ia menyebutkan bahwa 90 persen kasus suap dan gratifikasi terjadi di kementerian/lembaga, sementara 97 persen lainnya ditemukan di pemerintah daerah.

Data survei menunjukkan bahwa sebanyak 50,05 persen pengguna layanan mengaku memberikan sesuatu kepada petugas tanpa kesepakatan (gratifikasi), sementara 49,95 persen memberikan sesuatu dengan kesepakatan (suap/pungli). Suap dalam bentuk uang masih mendominasi, mencapai 69,70 persen dari total pemberian, diikuti oleh barang (12,59 persen), fasilitas atau hiburan (7,68 persen), dan lainnya (10,03 persen).

Baca Juga:
MaTA : Dana Desa Dominasi Kasus Korupsi di Aceh Sepanjang 2024

Menurut Pahala, sebagian besar pemberian dilakukan sebagai bentuk ungkapan terima kasih (47,21 persen). Selain itu, alasan lainnya termasuk untuk mendapatkan perlindungan (17,52 persen), membangun relasi (15,51 persen), dan karena rasa sungkan (14,22 persen).

KPK juga mencatat bahwa informasi dari petugas menjadi pemicu utama praktik ini (42,07 persen), sementara inisiatif pribadi (22,3 persen) dan tradisi yang dianggap lumrah (16,65 persen) menjadi faktor lainnya.

Baca Juga:
KPK Terus Bidik Pihak Lain Dalam Kasus Harun Masiku

Selain responden eksternal, survei juga melibatkan pegawai internal kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Sebanyak 36 persen pegawai internal yang disurvei mengaku pernah melihat atau mendengar adanya pemberian suap atau gratifikasi selama satu tahun terakhir, meningkat 10 persen dari survei tahun sebelumnya.

Merespons temuan ini, KPK mengajak seluruh elemen masyarakat, baik dari sektor pemerintah maupun swasta, untuk berkomitmen memberantas praktik suap dan gratifikasi. Salah satu langkah yang diharapkan adalah tidak menjadi bagian dari rantai pemberian maupun penerimaan suap.

“Kami mengimbau agar pimpinan organisasi di lembaga-lembaga pemerintah terus menunjukkan teladan integritas, sekaligus memperkuat sistem pencegahan korupsi di setiap instansi,” ujar Pahala.

Hasil SPI 2024 ini, menurut KPK, menjadi pengingat penting bahwa upaya perbaikan integritas harus terus dilakukan secara kolektif demi menciptakan Indonesia yang bebas dari korupsi. Dengan mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses, KPK optimis bahwa perubahan signifikan dapat terwujud.[]

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.