NKRI Harga Mati di Tengah Krisis Lingkungan dan Korupsi

Ilustrasi. (Dok. Koran Aceh).
Ilustrasi. (Dok. Koran Aceh).

Hamdan Budiman
*Pemred Koran Aceh

Ketika hutan digunduli, tambang dieksploitasi, dan anggaran diselewengkan, makna "NKRI Harga Mati" pantas dipertanyakan. Apakah nasionalisme kita hanya retorika atau komitmen nyata untuk melindungi lingkungan dan rakyat?

koranaceh.net – Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, menghadapi berbagai tantangan serius yang mengancam keberlangsungan hidup masyarakat dan lingkungan.

Dengan berbagai isu seperti penggundulan hutan, eksploitasi tambang, dan penyalahgunaan anggaran negara (APBN), pertanyaan besar muncul: apakah semangat "NKRI Harga Mati" masih relevan di tengah bencana ekologis dan moral yang melanda? 

Penggundulan Hutan dan Kerusakan Lingkungan

Hutan Indonesia sering kali menjadi target penggundulan untuk kepentingan industri, seperti perkebunan kelapa sawit dan penambangan. 

Proses konversi hutan menjadi lahan produktif ini tidak hanya menghancurkan habitat flora dan fauna, tetapi juga berkontribusi terhadap perubahan iklim.

Penggundulan hutan mengakibatkan hilangnya biodiversitas dan berdampak pada kehidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam tersebut. 

Pada saat yang sama, banyak di antara kita masih meneriakkan "NKRI Harga Mati," seolah-olah spirit nasionalisme ini dapat mengatasi dampak dari krisis lingkungan yang semakin mendalam.

Baca Juga:
Trump Relokasi Warga Gaza ke Indonesia Bentuk Pengalihan Isu

Di sisi lain, eksploitasi tambang sering dilakukan tanpa memperhatikan aspek keberlanjutan. Banyak daerah yang kaya akan sumber daya mineral justru menderita karena tambang yang merusak.

Aktivitas tambang, jika tidak dikelola dengan baik, menjadikan tanah tandus, mencemari air, dan menimbulkan konflik sosial di masyarakat lokal.

Dengan kerusakan yang ditimbulkan ini, kita harus bertanya, apakah semangat untuk menjaga keutuhan NKRI ini memperoleh makna yang lebih dalam dari sekadar retorika? 

Tanpa adanya usaha untuk melindungi alam dan hak-hak masyarakat, teriakan "NKRI Harga Mati" akan terdengar hampa.

Korupsi dan Penyalahgunaan APBN

Lebih parah lagi, isu korupsi dalam pengelolaan anggaran negara menjadi tantangan tersendiri. Banyak program yang dirancang untuk pembangunan dan pemeliharaan lingkungan justru diselewengkan. 

APBN yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sering kali dilapisi dengan praktik korupsi, membuat jarak antara suara rakyat dan kebijakan yang diambil. 

Ketika kekuatan ekonomi dicuri dan rakyat menderita akibat ketidakadilan, bagaimana kita dapat berharap untuk bersatu dengan semangat nasionalisme yang tulus? "NKRI Harga Mati" harus diartikan sebagai komitmen untuk melindungi dan memberdayakan rakyat, bukan sekadar sebuah slogan.

Dalam menghadapi berbagai tantangan seperti penggundulan hutan, eksploitasi tambang, dan korupsi, kita dihadapkan pada ironisnya semangat dalam mempertahankan NKRI.

Baca Juga:
Aceh Kini Memiliki Pemimpin Baru: Tugas dan Harapan Ada pada Mualem-Dek Fadh

Untuk menghidupkan kembali makna "NKRI Harga Mati," kita perlu melangkah untuk melindungi lingkungan dan menegakkan keadilan sosial. 

Kesadaran akan pentingnya keberlanjutan dan tata kelola yang baik harus menjadi landasan dari konsensus nasional. Hanya dengan begitu, kita dapat memastikan bahwa NKRI bukan hanya sebuah frase, tetapi juga sebuah komitmen nyata dalam menjaga masa depan bangsa dan sumber daya alam yang ada.[]

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.