Indonesia Stop Impor Komoditas di Penghujung Tahun, Mampukah Target Swasembada Pangan Tercapai?

Ilustrasi. (kompas.id/Heryunanto).
Ilustrasi. (kompas.id/Heryunanto).
Pengamat menilai ambisi swasembada pangan punya kemungkinan terwujud meski tidak mudah.

Jakarta – Presiden Prabowo Subianto mengumumkan Indonesia akan menghentikan impor komoditas pangan seperti beras, jagung, gula, dan garam mulai penghujung tahun 2025. Hal itu disampaikan dalam rapat kabinet, pada Rabu, 22 Januari 2025, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Dalam rapat tersebut, Presiden menegaskan target swasembada pangan yang semula direncanakan pada 2028 kini dipercepat. "Tahun 2025 ini kita tidak akan impor beras lagi. Tidak akan impor jagung lagi. Tidak akan impor garam lagi," ujar Prabowo.

Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka, saat rapat kabinet di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta. (Foto: setneg.go.id).

Baca Juga:
Menteri Pertanian Optimis Swasembada Pangan Dapat Dicapai Lebih Cepat dari Target Prabowo

Prabowo optimistis target ini dapat tercapai lebih cepat dengan kerja keras pemerintahannya. "Dengan niat dan kerja keras, target yang saya berikan kepada kabinet bahwa Indonesia harus swasembada pangan dalam waktu empat tahun, alhamdulillah bisa kita capai akhir 2025, paling lambat 2026," imbuhnya.

Dia juga menekankan pentingnya pengelolaan keuangan negara yang efisien sebagai landasan utama mencapai swasembada. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang langsung berada di bawah koordinasi Presiden, disebut memegang peran sentral dalam memonitor kebijakan anggaran untuk mendukung target ini.

Untuk mencapai visi swasembada pangan ini, pemerintah memprioritaskan efisiensi kebijakan anggaran dan optimalisasi sumber daya. Fokus pemerintah mencakup peningkatan produktivitas pertanian, pengembangan teknologi modern, dan penguatan sumber daya manusia di sektor pertanian.

Mungkin Terwujud Walau Tidak Mudah

Meski begitu, sejumlah pengamat menilai bahwa ambisi swasembada pangan pemerintah tidak akan mudah direalisasikan, meskipun tetap memungkinkan.

Dwi Andreas Santosa, Guru Besar dan Kepala Pusat Bioteknologi IPB University, menyebutkan bahwa swasembada pangan sering kali menjadi jargon politik yang sulit diwujudkan sepenuhnya. "Kalau konsepnya swasembada pangan diartikan menyetop impor, maka hasilnya sampai kiamat kurang satu hari tidak akan tercapai," ujarnya dalam acara Outlook Ekonomi Sektoral 2025 di Jakarta Selatan, Selasa, 21 Januari 2025.

Dwi Andreas Santosa, Guru Besar dan Kepala Pusat Bioteknologi IPB University. (Foto: Ist).

Baca Juga:
Menteri Pertanian Kunjungi Aceh Utara, Dorong Swasembada Pangan dengan Bantuan Alsintan

Kendati bersikap kritis, Andreas menilai swasembada juga memiliki peluang untuk tercapai. Menurutnya, stok awal beras tahun ini diperkirakan mencapai 7,5 juta ton, angka yang jauh lebih aman dibandingkan tahun sebelumnya. "Stock-to-use ratio-nya menjadi 24,3 persen, ini amat sangat aman," tegasnya.

Sementara itu, David Hermawan, pengamat pertanian sekaligus Dekan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), mengatakan swasembada pangan adalah kebutuhan fundamental bagi Indonesia. "Dengan pertumbuhan penduduk dan kondisi geopolitik yang memengaruhi impor bahan pangan, swasembada adalah keharusan," ujarnya pada Minggu, 20 Januari 2025, dinukil dari suarasurabaya.net.

David menyebut, untuk merealisasikan target ini, pemerintah perlu memastikan kebijakan lintas kementerian yang terintegrasi, alokasi anggaran besar, dan pengadaan alat dan mesin pertanian (Alsintan) yang modern.

“SDM yang terlatih adalah kunci. Generasi muda perlu belajar teknologi pertanian modern dari negara maju seperti Korea Selatan dan Jepang,” jelasnya.

David memperkirakan bahwa pemerintah harus mengalokasikan anggaran hingga Rp3,5 triliun untuk menggarap lahan 5.000 hektare. Selain itu, integrasi program lintas kementerian seperti Kementerian PUPR untuk irigasi dan Kementerian BUMN untuk modernisasi alat pertanian sangat diperlukan.

Baca Juga:
Dinas Pangan Aceh Besar Siapkan Program Prioritas 2025 untuk Wujudkan Ketahanan Pangan

Pemerintah juga perlu memberikan insentif kepada petani dan perusahaan pertanian untuk mendukung akselerasi produksi. Dengan memanfaatkan teknologi canggih, proses produksi diharapkan menjadi lebih efisien dan mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional.

David Hermawan, pengamat pertanian sekaligus Dekan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). (Foto: umm.ac.id).

Meski menghadapi berbagai tantangan, para pengamat optimistis swasembada pangan tetap dapat dicapai jika pemerintah serius mengutamakan kebijakan berbasis ketahanan pangan.

“Swasembada pangan masih bisa diwujudkan, tetapi kesiapan SDM dan Alsintan modern harus menjadi prioritas utama,” tegas David.

Ambisi pemerintahan Prabowo Subianto untuk menghentikan impor pangan dan mencapai swasembada lebih cepat menjadi tantangan besar sekaligus peluang bagi Indonesia.

Dengan perencanaan yang matang, pengelolaan keuangan yang efisien, dan pengembangan teknologi serta sumber daya manusia, visi ini diharapkan mampu membawa Indonesia menjadi negara yang mandiri dalam sektor pangan.[]

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.