Rumbia Tak Lagi Berbuah di Aceh Barat, Pedagang Rujak Kehilangan Cita Rasa Khas
Buah rumbia di Aceh Barat sudah 15 tahun tak lagi berbuah. Pedagang rujak di Meulaboh kehilangan bahan utama, sementara batang dan daun rumbia masih dimanfaatkan secara ekonomi.
Meulaboh – Buah rumbia, yang dulunya menjadi hasil bumi unggulan Aceh Barat, kini tinggal kenangan. Sudah lebih dari 15 tahun pohon rumbia di daerah ini tak lagi berbuah, membuat pasokan ke kota-kota seperti Banda Aceh terhenti.
Kondisi ini dirasakan langsung oleh para pedagang rujak di Meulaboh, yang selama ini mengandalkan buah rumbia sebagai salah satu bahan utama.
Baca Juga:
Walhi Aceh: Penambangan Liar Hingga Industri Jadi Sebab Utama Perubahan
Iklim di Aceh
"Selama buah rumbia tak ada lagi, kami merasa rujak kurang sedap," kata Evi, seorang pedagang rujak di Meulaboh, dengan mata berkaca-kaca saat diwawancarai koranaceh.net, Rabu, 29 Januari 2025.
Meskipun buah rumbia telah langka, batang pohonnya—yang dikenal sebagai batang sagu—masih memiliki nilai ekonomi. Batang sagu bisa diolah menjadi bahan makanan tambahan dan juga pakan ternak seperti ayam dan itik.
Adi Kasman, warga Dusun Monkulu, Gampong Ladang, mengatakan bahwa batang sagu dijual dengan harga Rp 70 ribu per batang. Setelah dipotong-potong, ia menjualnya dengan harga Rp 25 ribu per meter kepada para peternak.
"Batang sagu kalau kami beli Rp 70 ribu per batang, kami hanya jual per meter Rp 25 ribu kepada pemilik ternak ayam dan itik," ujar Adi.
Baca Juga:
DLHK Aceh Barat Selidiki Dugaan Pencemaran Limbah di Sungai Lek Lek
Selain batangnya, daun rumbia juga masih dimanfaatkan sebagai bahan atap tradisional. Daun-daun ini dijahit menjadi atap rumbia yang dijual dengan harga Rp 6.000 per lembar atau gagang.
Meskipun buahnya telah menghilang, masyarakat Aceh Barat masih bisa memanfaatkan pohon rumbia sebagai sumber ekonomi alternatif. Namun, bagi para pedagang rujak dan pecinta kuliner khas Aceh, hilangnya buah rumbia dianggap menjadi 'kehilangan' besar. [Muhibbul Jamil]
Tidak ada komentar