Aceh Tengah Tempuh Jalur Legalisasi Tambang Rakyat untuk Atasi Kerusakan Lingkungan
Daftar Isi
![]()  | 
| Ilustrasi. (Foto: Dok. koranaceh.net). | 
Pemkab Aceh Tengah rumuskan langkah legalisasi tambang rakyat. Ditujukan guna menertibkan aktivitas liar dan menjaga kelestarian lingkungan.
  koranaceh.net | Aceh Tengah ‒
  Di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan akibat
  aktivitas tambang tanpa izin, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tengah pun
  menempuh jalur legalisasi sebagai langkah penertiban. Langkah itu dibahas
  dalam Rapat Koordinasi (Rakor) usulan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat
  (WPR) yang digelar di Oproom Setdakab Aceh Tengah, pada Senin (13/10/2025).
  Rakor tersebut dipimpin langsung oleh Bupati Aceh Tengah, Drs. H. Haili Yoga,
  M.Si, dan dihadiri unsur DPRK, para camat, reje, organisasi kepemudaan, serta
  insan pers. Pemerintah daerah ingin memastikan bahwa legalisasi tambang rakyat
  bukan sekadar memenuhi administrasi, tetapi menjadi jalan keluar bagi
  aktivitas penambangan yang selama ini berlangsung tanpa kendali.
Baca Juga:
  “Yang kita bahas hari ini adalah bagaimana solusi tambang rakyat ke depan,”
  ujar Bupati Haili Yoga, dikutip dari keterangan resminya yang diterima
  koranaceh.net, pada Selasa (14/10/2025). “Semua yang hadir memikul
  tanggung jawab bersama untuk mencari jalan terbaik. Kami ingin tambang rakyat
  berjalan sesuai aturan, memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, sekaligus
  menjaga kelestarian Tanoh Gayo yang kita cintai bersama,” sambungnya.
  Langkah ini merupakan tindak lanjut atas Instruksi Gubernur Aceh, Muzakir
  Manaf, Nomor 500.10.25/2656 tertanggal 11 Maret 2025, yang meminta seluruh
  kabupaten/kota mengajukan usulan WPR di wilayah masing-masing.
  Dalam Rakor itu, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Aceh Tengah, Marwandi Munthe,
  memaparkan aturan dasar penetapan WPR sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
  Nomor 3 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021.
  Ia menjelaskan, izin WPR dapat diberikan kepada individu dengan luas maksimal
  5 hektare, atau kepada koperasi hingga 10 hektare. Masa izin berlaku selama 10
  tahun dan bisa diperpanjang dua kali masing-masing lima tahun.
Baca Juga:
  Selain batasan administratif, WPR juga harus memenuhi syarat teknis: memiliki
  cadangan mineral sekunder di aliran sungai, atau cadangan logam primer dengan
  kedalaman maksimal 100 meter, serta sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
  (RTRW) daerah.
Dalam rakor, sejumlah peserta menyoroti praktik tambang liar
  yang marak di beberapa kecamatan, terutama di kawasan perbukitan dan daerah
  aliran sungai. Di akhir, mereka pun sepakat bahwa tanpa regulasi yang tegas dan partisipasi aktif dari masyarakat, penertiban hanya akan menjadi formalitas.
  Bupati Haili Yoga menegaskan, hasil rakor ini akan dirumuskan sebagai
  rekomendasi resmi kepada Pemerintah Aceh. Ia berharap legalisasi tambang
  rakyat dapat menjadi solusi yang menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi dan
  kelestarian lingkungan.
  “Ini bukan sekadar menanggapi surat edaran, tetapi langkah konkret untuk
  menata kembali tambang rakyat agar tidak menimbulkan bencana ekologis di masa
  depan,” tutupnya.
Pewarta:
Muntaziruddin Sufiady Ridwan
❖
