Dari Peureulak ke Pengadilan: Pertamina di Tengah Luka Lama Aceh

Daftar Isi

Penulis:

Hamdan Budiman | Pemred Koran Aceh.

Jaksa mendakwa sejumlah pejabat Pertamina dan anak perusahaannya menjual solar di bawah harga dasar kepada 73 konsumen industri sepanjang 2018–2023. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 9,4 triliun, bahkan total dugaan penyimpangan di sektor minyak dan impor BBM disebut mencapai Rp 285 triliun.
koranaceh.net | Editorial ‒ Aceh pernah menjadi salah satu daerah pertama di Nusantara yang mengenal minyak bumi. Sejak masa kolonial hingga republik berdiri, sumur-sumur di Peureulak dan Arun menjadi saksi bagaimana kekayaan alam diolah, tapi tidak pernah meneteskan kesejahteraan bagi penduduknya.

Setelah Jepang menyerah dan Aceh digabungkan dengan Indonesia, pengelolaan minyak diambil alih militer lewat lembaga bernama Tambang Minjak N.R.I. Daerah Atjeh. Pada masa itu, nepotisme mewarnai pengelolaan tambang—anggota keluarga tentara diangkat menjadi pegawai, meski tak memiliki keahlian perminyakan.


Baca Juga:

Ketika semua ladang minyak dinasionalisasi dan masuk ke tangan Pertamina, harapan rakyat agar kekayaan bumi membawa perubahan tetap tak terwujud. Di Aceh Timur, ledakan sumur minyak kerap terjadi, menimbulkan korban dan kerusakan lingkungan. Di sisi lain, masyarakat sekitar tetap hidup dalam kemiskinan di tengah tanah yang setiap hari menyemburkan minyak untuk negara.

Kini, nama Pertamina kembali mencuat, bukan karena prestasi, melainkan karena dugaan korupsi. Jaksa mendakwa sejumlah pejabat Pertamina dan anak perusahaannya menjual solar di bawah harga dasar kepada 73 konsumen industri sepanjang 2018–2023. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 9,4 triliun, bahkan total dugaan penyimpangan di sektor minyak dan impor BBM disebut mencapai Rp 285 triliun.


Baca Juga:

Di tengah tingginya harga bahan bakar dan tekanan ekonomi masyarakat, kabar itu menambah luka publik. Perusahaan negara yang seharusnya menjaga kedaulatan energi justru diseret ke meja hijau karena penyimpangan harga dan praktik rente.

Bagi Aceh, cerita ini bukan hal baru. Sejak lama, rakyat hidup di atas sumur minyak, tapi tak pernah menikmati hasilnya. Pertamina datang silih berganti, namun jejaknya di tanah penghasil minyak itu masih sama: kekayaan alam yang tak berpihak pada rakyat.