AcehNewsPolitik

Usulan Pj Gubernur Aceh, DPRA Mesti Cerdas

×

Usulan Pj Gubernur Aceh, DPRA Mesti Cerdas

Sebarkan artikel ini
Pengamat ekonomi dan pembangunan Aceh, Dr. Taufiq A. Rahim. (Foto: Dok. Koran Aceh).

Pengamat ekonomi dan pembangunan Aceh, Dr. Taufiq A. Rahim. (Foto: Dok.
Koran Aceh).


Pengamat menilai usulan Pj Gubernur Aceh harus cerdas dan tidak asal-asalan.
Ia juga mengkritisi pengangkatan Sekda Aceh Bustami Hamzah yang dinilai
menyalahi aturan.

koranaceh.net
Usulan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) terkait calon tunggal Pejabat (Pj)
Gubernur Aceh untuk periode 2023-2024 mendapat sorotan tajam dari pengamat
ekonomi dan pembangunan, Dr. Taufiq A. Rahim.


Ia menilai keputusan tersebut harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan
kecerdasan, mengingat dampaknya bagi lebih dari 5,3 juta rakyat Aceh.

Baca Juga :
Polemik Aturan Pilkada di Aceh: UUPA atau Ketentuan Nasional?


“Kita mesti hati-hati dan cerdas, ini menyangkut jiwa 5,3 juta rakyat Aceh
yang saat ini dalam kondisi ketidakpastian kehidupan, baik secara ekonomi,
politik, sosial, budaya, maupun kemasyarakatan,” ujar Taufiq kepada
koranaceh.net di Banda Aceh, pada Senin, 12 Juni 2023.




Menurutnya, rakyat Aceh membutuhkan pemimpin yang arif, bijaksana, peduli,
serta memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat dan memahami kondisi Aceh secara
lahir dan batin. Oleh karena itu, ia mengingatkan agar penunjukan Pj Gubernur
tidak dilakukan secara serampangan atau didasarkan pada kepentingan politik
semata.


“Penunjukan Pj Gubernur jangan serampangan dan asal-asalan karena kepentingan
politik, ekonomi, serta kapitalisasi politik DPRA menjelang Pemilu 2024.
Tetapi harus merupakan representasi seluruh rakyat dan elemen masyarakat
Aceh,” tuturnya.


Taufiq juga menyoroti aturan dalam penunjukan Pj Gubernur yang harus mengikuti
ketentuan yang berlaku. “Mengenai penunjukan calon tunggal atau hanya satu
orang saja itu mesti memperhatikan aturan dan ketentuan yang berlaku juga,”
tambah pengamat ekonomi dan pembangunan Aceh sekaligus akademisi Universitas
Muhammadiyah Banda Aceh ini.

Baca Juga :
Nazar – Sayuti Makin Mengerucut Jadi Bakal Calon Wagub Aceh


Selain menyoroti usulan calon Pj Gubernur, Taufiq juga mengkritisi
pengangkatan Bustami Hamzah sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh yang
menurutnya dilakukan tanpa seleksi terbuka.


Ia menerangkan Bustami sebelumnya merupakan pejabat eselon dua (JPT Pratama),
namun setelah mengundurkan diri, ia tidak lagi menjabat dalam posisi
strategis. “Tempo hari dia diangkat jadi sekda dari staf nonjob. Memang
sebelumnya pernah di eselon dua, tapi baru satu kali lalu mundur,” jelasnya.




Menurutnya, proses pengangkatan tersebut bertentangan dengan PP 11/2017
tentang Manajemen PNS, khususnya Pasal 110 hingga 129, yang mengatur bahwa
jabatan sekda merupakan posisi strategis yang harus melalui seleksi ketat.
“Jabatan sekda itu jabatan strategis selain eselon 1.b dan menyangkut nasib
lima juta orang Aceh, harusnya diseleksi secara ketat dan khusus,” tambahnya.


Lebih lanjut, menurutnya, pengangkatan Bustami tidak sesuai dengan prinsip
merit sistem dalam birokrasi, yang mensyaratkan pengalaman minimal dua kali
menduduki jabatan eselon dua yang berbeda. “Ini apalagi dari staf biasa
langsung jadi Sekda Aceh. Kalau bukan ada apa-apanya, ada apa?” ujarnya penuh
tanda tanya.

Baca Juga :
Pilkada Aceh Jangan Membunuh Demokrasi


Ia juga mencurigai adanya keterlibatan lingkaran penguasa di Jakarta dalam
proses ini, sehingga pengangkatan Bustami menggunakan Keputusan Presiden
(Keppres). “Semua sudah tertipu atau memang tidak mengerti sama sekali, atau
ada indikasi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang sangat kuat,” tegasnya.




Taufiq berharap DPRA mempertimbangkan usulan calon Pj Gubernur dengan
bijaksana demi kepentingan rakyat Aceh. Ia mengingatkan agar DPRA tidak
mengulangi kesalahan yang sama. “Jangan sampai seperti pepatah, keledai jatuh
pada lubang yang sama,” katanya.


Menurutnya, rakyat Aceh membutuhkan kepastian hidup yang lebih baik ke depan.
Jika DPRA tidak berhati-hati, bukan tidak mungkin rakyat akan kecewa dan
enggan memilih anggota legislatif yang tidak cerdas dalam Pemilu 2024. [*]