Polemik Aturan Pilkada di Aceh: UUPA atau Ketentuan Nasional?
Dr. Taufiq A. Rahim. (Foto: Ist). |
Pengamat politik Dr. Taufiq A. Rahim mempertanyakan dasar hukum Pilkada Aceh 2024, apakah mengacu UUPA atau aturan nasional, di tengah pernyataan KIP Aceh yang menegaskan kekhususan Aceh.
Banda Aceh – Pengamat politik dan ekonomi Dr. Taufiq A. Rahim mempertanyakan kejelasan dasar hukum pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Aceh tahun 2024, menyusul pernyataan Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Saiful, bahwa dua keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pencalonan kepala daerah tidak berlaku di Aceh.
Menurut Taufiq, pelaksanaan Pilkada serentak pada 27 November 2024, termasuk di Aceh, sepenuhnya mengacu pada aturan nasional.
“Tahapan Pilkada, mulai dari pendaftaran calon pada 27 Agustus 2024 hingga pelantikan, mengikuti ketentuan Pilkada serentak nasional,” ujar akademisi Universitas Muhammadiyah Banda Aceh ini kepada koranaceh.net, Jumat, 23 Agustus 2024.
Ia menambahkan bahwa meski sebelumnya Aceh memiliki landasan hukum khusus melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), pengalaman menunjukkan bahwa aturan tersebut sering diabaikan tanpa perlawanan dari elite politik lokal.
"Seharusnya, jika mengacu pada Pasal 67 UUPA, Pilkada di Aceh dilaksanakan setiap lima tahun sekali, yaitu pada tahun 2022. Namun, pelaksanaan Pilkada pada 2024 ini sama sekali tidak mengacu UUPA dan sepenuhnya mengikuti aturan nasional," tegas Taufiq.
Keputusan MK yang baru, menurut Taufiq, membawa dampak signifikan dengan menghadirkan peluang bagi calon pemimpin baru di Aceh.
"Perubahan ini memberi harapan untuk melahirkan elite baru yang kompetitif, taat hukum, dan memiliki integritas tinggi," katanya.
Ia juga mengingatkan agar calon yang masih menjabat di pemerintahan segera mundur dari posisinya, sesuai dengan aturan.
“Jangan sampai ada yang mencoba menipu rakyat atau menggunakan cara licik demi mempertahankan jabatan publik,” ungkapnya.
Di tempat terpisah, Ketua KIP Aceh, Saiful, menyatakan bahwa keputusan MK tersebut tidak berdampak di Aceh karena daerah ini memiliki kekhususan yang diatur dalam UUPA.
“Terkait putusan Mahkamah Konstitusi, untuk Aceh tidak berdampak, karena Aceh memiliki kekhususan,” kata Saiful kepada wartawan, Jumat, 23 Agustus 2024.
Polemik ini mengundang perhatian luas, mengingat Aceh sebagai daerah dengan kekhususan otonomi tetap harus menyeimbangkan antara aturan lokal dan ketentuan nasional.
Tidak ada komentar