Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025: Perubahan Skema, Tantangan, dan Harapan Pemerataan Pendidikan
![]() |
Ilustrasi PPDB. (Dok. Koran Aceh). |
SPMB 2025 resmi menggantikan PPDB dengan perubahan signifikan pada jalur penerimaan siswa, kuota, dan sistem rayon untuk SMA. Kebijakan ini menuai dukungan sekaligus kritik terkait pemerataan pendidikan di Indonesia.
Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi mengubah sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) mulai tahun ajaran 2025.
Perubahan ini membawa sejumlah penyesuaian dalam mekanisme seleksi siswa baru, termasuk revisi jalur penerimaan, pengurangan kuota jalur domisili, serta pengenalan sistem rayon untuk jenjang SMA.
Meski begitu, kebijakan ini menuai beragam tanggapan, mulai dari dukungan hingga kritik terhadap potensi dampaknya terhadap pemerataan pendidikan di Indonesia.
Perubahan Sistem: Dari PPDB ke SPMB
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyatakan bahwa perubahan dari PPDB ke SPMB bertujuan untuk memperjelas pemahaman masyarakat tentang mekanisme seleksi siswa baru. "Kami ganti nama PPDB itu karena selama ini muncul pemahaman yang kurang tepat karena dianggap penerimaan murid itu hanya berdasarkan zonasi," ujar Abdul Mu’ti dalam konferensi pers di Jakarta, pada Kamis, 30 Januari 2025.
Baca juga:
Pemerintah Ganti PPDB dengan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Mulai
2025
SPMB 2025 tetap mempertahankan empat jalur penerimaan siswa, yaitu jalur domisili (sebelumnya zonasi), jalur prestasi, jalur afirmasi, dan jalur mutasi. Perubahan besar terjadi pada komposisi kuota penerimaan, terutama untuk jenjang SMP dan SMA.
Pada jenjang SMP, kuota jalur domisili dikurangi dari 50 persen menjadi minimal 40 persen, sementara jalur afirmasi naik dari 15 persen menjadi 20 persen. Jalur prestasi kini mendapatkan minimal 25 persen kuota, sedangkan jalur mutasi tetap maksimal 5 persen.
![]() |
Mendikdasmen Abdul Mu'ti. (Foto: Dok. Koran Aceh). |
Untuk jenjang SMA, jalur domisili yang sebelumnya 50 persen kini dikurangi menjadi minimal 30 persen, jalur afirmasi naik menjadi 30 persen, dan jalur prestasi mendapat minimal 30 persen. Jalur mutasi tetap maksimal 5 persen.
Sementara itu, di tingkat SD, jalur domisili masih mendominasi dengan minimal 70 persen kuota, diikuti afirmasi minimal 15 persen, dan mutasi maksimal 5 persen. Tidak ada jalur prestasi untuk SD. "Kita ingin memberikan layanan pendidikan yang terbaik bagi semua," lanjut Mendikdasmen RI itu.
Sistem Rayon untuk SMA dan Pendaftaran Lintas Provinsi
Salah satu perubahan signifikan dalam SPMB 2025 adalah penerapan sistem rayon di tingkat SMA. Menurut Abdul Mu’ti, rayonisasi berbasis provinsi ini diterapkan untuk memberikan fleksibilitas bagi siswa yang tinggal di daerah perbatasan antarprovinsi.
Baca Juga:
Kemendikdasmen Rekrut Relawan Pendidikan untuk Daerah 3T, Guru Harus
Seberangi 13 Sungai
"Untuk SMA, kita perluas sehingga istilahnya rayonisasi, dengan basisnya adalah provinsi, karena ada beberapa sekolah yang lokasinya di perbatasan lintas provinsi," ujar Mu’ti, seperti di kutip koranaceh.net.
Selain itu, SPMB jalur domisili juga memungkinkan siswa mendaftar ke sekolah di luar wilayah administratif mereka, asalkan dekat dengan tempat tinggalnya. "Saya sampaikan dengan Pak Mendagri tadi yang lintas provinsi karena itu dimungkinkan untuk murid yang tinggal di kabupaten yang berbatas dengan provinsi lain itu memang sangat dimungkinkan," jelas Abdul Mu’ti.
![]() |
Ilustrasi sejumlah murid sekolah menengah pertama. (Foto: Getty Images). |
Untuk memastikan pelaksanaan SPMB berjalan sesuai aturan, pemerintah daerah akan berperan dalam pengawasan teknis. "Nanti pelaksanaan memang akan melibatkan para pejabat di tingkat daerah. Kalau dari kami sudah clear, sudah jelas, mudah-mudahan di lapangan tidak ada permasalahan," kata Abdul Mu’ti, pada Jum'at, 31 Januari 2025, dinukil dari CNN Indonesia.
SPMB 2025 juga membawa perubahan dalam jalur prestasi. Jika sebelumnya jalur prestasi non-akademik hanya mencakup seni dan olahraga, kini kategori kepemimpinan ditambahkan. Siswa yang aktif sebagai pengurus OSIS dan Pramuka kini berhak mendaftar melalui jalur ini.
"Dan untuk jalur prestasi, kalau sebelumnya jalur prestasi itu ada akademik dan non-akademik. Non-akademik hanya ada dua yaitu olahraga dan seni, ditambah lagi nanti itu adalah jalur kepemimpinan," ujar Abdul Mu’ti dalam unggahan di akun Instagram resmi @kemendikdasmen, yang dilansir koranaceh.net, Jum'at, 31 Januari 2025 lalu. Dengan demikian, jalur prestasi di SPMB kini mencakup akademik, olahraga, seni, dan kepemimpinan.
FSGI: Kesenjangan Pendidikan Bisa Meningkat
Meskipun pemerintah menyatakan bahwa SPMB bertujuan meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) justru menilai kebijakan ini berpotensi memperlebar kesenjangan mutu pendidikan.
Menurut Wakil Sekretaris Jenderal FSGI, Mansur Sipinathe, pengurangan kuota jalur domisili menjadi 30 persen di jenjang SMA dapat memperkuat dominasi sekolah unggulan dan menyulitkan pemerataan pendidikan.
Baca Juga:
Apa Dasar Hukum Penggunaan Dana Abadi Pendidikan, Ini Kata Pengamat
Kebijakan Publik
"Dengan sistem SPMB yang akan memberikan kuota yang hampir sama kepada jalur domisili, afirmasi, dan prestasi yaitu 30-35 persen justru akan lebih berpeluang untuk menguatkan kembali kesenjangan mutu pendidikan antar sekolah yang dianggap sekolah elit dengan sekolah alit (kecil)," kata Mansur dalam keterangan tertulisnya, pada Kamis, 30 Januari 2025.
![]() |
Wakil Sekretaris Jenderal FSGI, Mansur Sipinathe. (Foto: Ist). |
FSGI juga menyoroti rencana pemerintah yang akan mengarahkan siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri ke sekolah swasta dengan biaya ditanggung pemerintah daerah. Mansur menilai kebijakan ini masih prematur.
"Jangankan sekolah swasta. Selama proses PPDB atau SPMB tidak terlaksana sesuai aturannya, atau masih ada peluang pihak-pihak tertentu untuk mengakali sistem, maka sekolah negeri yang dianggap tidak favorit juga akan kekurangan peminat," jelasnya.
Selain itu, FSGI menekankan bahwa inti permasalahan bukan pada sistem penerimaan, melainkan pada implementasi dan pengawasan di lapangan. "Yang terjadi selama ini adalah bukan sistem PPDB yang bermasalah tetapi pelaksanaan di lapangan yang tidak sesuai," tegas Mansur.
Komisi X DPR Beri Catatan: Pengawasan Harus Diperkuat
DPR melalui Komisi X turut memberikan perhatian terhadap implementasi SPMB. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian, mengatakan bahwa pihaknya mendukung kebijakan ini dengan catatan agar tidak menimbulkan masalah baru.
"Setuju dengan catatan. Agar dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan masalah baru. Kita berikan kesempatan dan kita awasi bersama," ujar Lalu Hadrian, pada Jum'at, 31 Januari 2025.
![]() |
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani. (Foto: emedia.dpr.go.id/Runi). |
Ia menekankan pentingnya sosialisasi luas terkait mekanisme baru ini agar tidak membingungkan masyarakat. "Kita akan tetap mendorong pemerintah untuk melakukan sosialisasi yang luas dan transparan mengenai mekanisme SPMB jalur domisili," kata Lalu.
Baca Juga:
Komisi VI DPRA Dorong Sinergi Sekolah dan Pesantren untuk Penguatan
Pendidikan di Aceh
Komisi X juga meminta DPRD provinsi dan kabupaten/kota untuk mengawasi pelaksanaan SPMB secara maksimal, mengingat implementasinya berada di tangan pemerintah daerah.
Perubahan sistem PPDB menjadi SPMB membawa harapan baru sekaligus tantangan dalam upaya pemerataan pendidikan di Indonesia. Kebijakan ini memberikan fleksibilitas lebih dalam pendaftaran siswa lintas wilayah dan menambah kategori dalam jalur prestasi.
Kendati begitu, sejumlah pihak khawatir bahwa perubahan kuota jalur domisili dan peningkatan porsi jalur prestasi justru memperkuat ketimpangan kualitas sekolah.
Pengawasan dan transparansi dalam pelaksanaan menjadi kunci agar sistem ini berjalan sesuai tujuan. Sehingga kebijakan ini benar-benar memberikan akses pendidikan yang lebih merata bagi semua siswa.[]
Tidak ada komentar