Tengku Muhammad Yunus Minta Pemerintah Buka Mata Lihat Permasalahan Kuala Idi Cut Belum Selesai
Banda Aceh - Pembangunan jetty kuala Idi Cut, Kabupaten Aceh Timur sudah dimulai sekitar 2008 atau 2009. Namun, sampai saat ini masih banyak permasalahan dan belum bisa digunakan secara maksimal. Bahkan sering mengakibatkan kerugian bagi masyarakat nelayan yang hendak bersandar dipelabuhan kuala Idi Cut tersebut.
Padahal, anggaran yang sudah digelontorkan untuk proyek tersebut selama
tiga tahap sudah mencapai 21 Miliar Rupiah. Demikian diungkapkan anggota DPRA
dari Daerah Pemilihan Enam (Dapil-VI) Aceh Timur, Tgk. Muhammmad Yunus M. Yusuf
diruang Komisi I DPRA, usai sidang paripur Jum’at (20/11/2020) kepada Koran Aceh.
Tgk. Muhammad Yunus yang juga ketua Komisi I DPRA itu mengisahkan, pada awal pembangunan jetty Kuala Idi Cut
tersebut masalahnya sangat rumit. Sebab pada saat itu pembangunan dilakukan
secara total, sehingga harus meminjam lokasi lahan dan tanah masyarakat,
sebagai kuala alternatif dan diberikan untuk pengalihan kuala.
Ia menambahkan, ketika peminjaman dibuat perjanjian apabila setelah selesai
pembangunan jetty keduabelah kiri-kanan dan sampai kelaut, maka tanah dan lahan
masyarakat yang tadinya keruk sebagai kuala alternatif ditutup kembali dari
tanah timbunan kuala dasar yang telah selesai dikerjakan.
Akan tetapi itu tidak dilakukan, sehingga tanah orang yang dipinjam dan
digunakan sebelumnya semakin hari semakin terkikis terbawa abrasi pantai. Apalagi,
kapal motor nelayan juga semakin hari semakin besar. Bayangkan permasalahan itu
sudah terjadi sejak 2008, maka dihitung saja sampai 2020 ini sudah berapa
tahun.
Menurut Tgk. Yunus, terkait masalah ini memang sudah pernah diturunkan
Panitia Khusus (Pansus, kalau tidak salah pada masa DPRA periode 2014-2019. Ternyata
yang menjadi permasalahan adalah jetty yang dibangun tersebut pendek dan
rendah. Begitupun dengan tidak adanya rambu suar atau pelampung suar sebagai
penunjuk arah.
“Sehingga ketika air laut pasang terutama pada 30 hari bulan, dan saat
bulan purnama atau pasang besar menurut istilah nelayan setempat jetty tersebut
tenggelam. Sehingga kapal motor nelayan yang kembali pada malam hari dan melintas
kandas di jetty itu menjadi korban. Sebab, para nelayan yang melintas hanya
bisa mengandalkan penerangan dari senter. Bisa dibayangkan berapa kemampuan cahaya
senter itu untuk menembus kedalaman air laut,” jelas Tgk. Yunus.
Dilanjutkannya, bahkan akibat kandas tersangkut diatas jetty tadi
menyebabkan kapal motor nelayan terhempas ombak dan hancur. Dalam setiap tahunnya
lebih kurang dua kapal nelayan menjadi korban. Ini sangat memprihatinkan,
ditengah kondisi ekonomi yang sulit masayarakat harus kehilangan sumber
pencahariannya.
“Saya malah beberapa hari yang lalu sengaja menghubungi konsultan
namanya Afdal ST. Dengan biaya yang semampu saya, meminta mereka untuk
mengumpulkan informasi sebagai bahan agar dapat dikeluarkan Detail Engineering Design (DED). Dan menurut Afdal, ditotalkan Insya Alllah
sekitar 18 miliar lagi sudah menyelesaikan masalah itu,” ujarnya.
Namun,
sampai saat ini Tgk. Yunus mengatakan belum mampu, makanya sangat berharap
kepada pemerintah “beu teubluet mata”
(agar membuka mata) melihat persoalan ini. Sehingga, pada sidang paripurna tadi
kita sampaikan. Karena sebelumnya hal ini sudah disampaikan kepada Badan
Perencanaan Daerah (Bapeda). Termasuk kepada Sekretariis Daerah (Sekda) tahun
2020 juga sudah disampaikan.
“Saya akan terus menyampaikan ini dalam kesempatan apapun, dan sampai
kapanpun selama masalah ini belum diselesaikan. Kepala Bapeda mengatakan kalau
anggaran tahun 2021 memang sudah tidak bisa, tapi pada perubahan anggaran 2021
itu memungkinkan. Makanya beliau suruh saya mengingatkan terus,” tutup Tgk.
Yunus.
Tidak ada komentar