Petikan Wawancara: Pendidikan Aceh Menurut Prof. Darni Mantan Rektor Unsyiah
Banda Aceh - Membicarakan pendidikan dalam pandangan sosok Prof. Dr. Darni M. Daud, MA selaku putra Aceh usai menjadi alumni 'S4' penjara Kajhu Aceh Besar kian menarik, sebabnya karena mantan rektor ini juga sedang bergiat membangun partai politik lokal, semakin klop ketika sang alumni Kajhu tersebut diwawancarai oleh sosok Nab Bahany AS, budayawan Aceh, simak kutipan rangkuman singkat wawancara tersebut berikut ini;
KAMI BICARA BANYAK SOAL DUNIA PENDIDIKAN ACEH DEWASA INI**
Oleh Nab Bahany AS
Bagi saya Prof. Dr. Darni M. Daud, MA, mantan Rektor Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, beliau tetap seorang tokoh pemikir dunia pendidikan untuk Aceh.
Karena itu, Jumat pekan silam, kami janjian untuk bertemu sambil ngopi sore di sebuah tempat yang sangat nyaman di kawasan Lamlagang Banda Aceh, untuk berbincang-bincang seputar perkembangan dunia pendidikan Aceh saat ini.
Saat ini dunia pendidikan dihadapkan dalam masalah pandemi Covid 19 yang mengharuskan proses belajar-mengajar secara daring tanpa proses tatap muka. Berbagai kajian singkat disampaikan Prof. Darni, meskipun belum ada hasil penelitian resmi, terutama kajian terhadap kekurangan dan kelebihan proses belajar-mengajar daring yang mempengaruhi posisi perkembangan dunia pendidikan saat ini.
Menurut Prof. Darni, proses belajar-mengajar itu lebih sempurna dengan sistem tatap muka. Karena, dalam proses belajar-mengajar bentuk tatap muka ini terdapat bahasa tubuh yang disampaikan selama proses belajar tatap muka, sehingga karenanya, proses belajar-mengajar dapat langsung dipahami lebih lengkap dibandingkan dengan pembelajaran daring sebab tidak ditemukan bahasa tubuh itu dalam proses belajar daring dengan menggunakan jasa internet.
Selain kami ngobrol soal dunia pendidikan, kami juga menyinggung soal mengapa Prof. Darni setelah menyelesaikan "S-4" nya di tahanan Kahju (istilah yang digunakan sendiri oleh Prof. Darni) saat itu tidak mau menerima tawaran dari beberapa universitas di luar negeri untuk mengajar di sana.
Prof. Darni mengatakan, "benar begitu saya selesai "S-4" di Universitas Kahju, beberapa teman saya di beberapa universitas di luar negeri, seperti di Autralia dan Malaysia, saya ditawarkan untuk menjadi guru besar mengajar di sana. Saat itu saya hanya tinggal memilih, apakah ke Australia, atau ke Malaysia" ungkapnya.
Setelah Prof. Darni mempertimbangkan, beliau untuk sementara lebih memilih tinggal di Aceh menjadi petani. "Ini sangat saya nikmati jadi petani sekarang," kata pembina parlok baru di Aceh ini.
"Lagian, kalau saya menerima tawaran teman-teman untuk mengajar di luar negeri, katakanlah ke Australia misalnya, semua keluarga saya kan harus saya bawa ke sana. Tapi, karena saya masih mencintai Aceh, biarlah untuk sementara ini saya menjadi petani di Aceh<" ungkap Prof. Darni di sela ngopi.
Saya tetap melihat, yang namanya emas itu tetap emas. Sekalipun emas itu ada sedikit cacat, harganya tetap tak akan jatuh. Sosok Prof. Darni bagi saya tetap seorang tokoh pendidikan, cara berpikirnya kadang jauh melampaui apa yang tak pernah terpikirkan oleh kita dalam membangun dunia pendidikan, terutama untuk Aceh.
Tahun 2011 Prof. Darni menyerahkan sebanyak dua tas majalahnya pada saya, untuk saya pelajari dan menyuntingnya kembali agar diterbitkan dalam sebuah buku.
dalam Tantangan Global
Semua makalahnya itu telah dipresentasikan di luar negeri dan di dalam negeri, termasuk di Aceh. Semua makalah itu adalah membahas persoalan pendidikan, dgn pemikiran-pemikirannya yang sangat bernas.
Setelah saya pelajari hampir seratusan makalah yang beliau berikan pada saya. Lalu saya pilih sekitar 30-an makalah utamanya terutama yang berkenaan tentang bagaimana membangun dunia pendidikan Aceh ke depan.
Kemudian 30-an makalah itu saya sunting kembali untuk menjadi sebuah buku dengan judul yang saya berikan: "Dinamika Dunia Pendidikan Dalam Tantangan Budaya Global". Buku itu kemudian beliau terbitkan sendiri tahun 2013.
Saya menyarankan pada pengelola pendidikan di Aceh saat ini, bacalah buku itu, agar tahu bagaimana strategi membangun dunia pendidikan Aceh dalam tantangan dunia yang semakin mengglobal sekarang ini.
*Tulisan disiar fb akun Nab Bahany AS, sudah disesuaikan.
**Judul asli
Tidak ada komentar