Rencana Kenaikan PPN 12% Dinilai Membebani Rakyat dan Mengancam UMKM

Diki Anaya. (Foto: Dok. koranaceh.net).

Kebijakan pemerintah menaikkan PPN menjadi 12 persen pada 2025 menuai banyak kritik dari berbagai kalangan. Kenaikan ini dinilai membebani rakyat kecil dan UMKM yang masih berjuang dari dampak pandemi.

Langsa - Rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Salah satunya dari Diki Anaya, pemuda asal Kota Langsa. 

Menurutnya, kebijakan ini sebagai langkah gegabah yang berpotensi menambah beban rakyat kecil dan mengancam keberlangsungan UMKM.

Tak hanya itu, lanjut Diki, keputusan pemerintah menaikkan PPN 12 persen juga menunjukkan ketidakpekaan pemerintah terhadap kondisi ekonomi rakyat yang masih terpuruk akibat dampak pandemi.

“Kenaikan PPN sebesar 12 persen berisiko memperburuk keadaan ekonomi yang sudah tertekan, terutama dengan lonjakan harga barang dan jasa yang diprediksi akan terjadi,” ujar Diki dalam keterangannya yang diterima koranaceh.net, Sabtu, 28 Desember 2024.

Ia pun menyoroti dampak langsung kebijakan tersebut pada daya beli masyarakat. “Pajak naik, harga barang ikut naik, sementara pendapatan masyarakat stagnan. Siapa yang diuntungkan dengan kebijakan ini?” tanyanya retoris.

Selain membebani masyarakat, Diki juga menyoroti ancaman serius bagi keberlangsungan UMKM. Menurutnya, sektor ini adalah tulang punggung perekonomian Indonesia, tetapi justru paling rentan terhadap kenaikan tarif pajak.

“UMKM bukan hanya akan kesulitan bertahan, tetapi juga terancam gulung tikar. Ini bukan sekadar masalah pajak, tapi ancaman terhadap eksistensi ekonomi lokal,” tegasnya.

Diki juga mengkritik pemerintah yang terlalu fokus pada peningkatan tarif pajak tanpa memperhatikan langkah alternatif untuk memperluas basis pajak. Ia mengusulkan agar pemerintah mengeksplorasi sektor lain, seperti pajak kekayaan dan digitalisasi ekonomi, yang dinilai lebih adil dan potensial.

“Pajak bukan hanya tentang menaikkan tarif, tetapi tentang keadilan. Kenapa rakyat kecil selalu jadi korban, sementara sektor kaya justru dibiarkan bebas dari pajak yang adil?” ujarnya.

Lebih jauh, Diki menilai kebijakan ini adalah bentuk ketidakpedulian pemerintah terhadap rakyat kecil.

“Pemerintah harusnya melindungi rakyat, bukan menambah beban mereka. Kebijakan ini harus ditinjau ulang demi keadilan sosial dan kestabilan ekonomi,” pungkasnya.

Rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen memang menjadi bagian dari reformasi perpajakan pemerintah. Namun, kritik dari masyarakat menunjukkan bahwa kebijakan ini perlu kajian lebih mendalam agar tidak berbalik merugikan rakyat dan perekonomian lokal.

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.