Ketua MAA Ajak Semua Pihak Hidupkan Kembali Semangat Pelestarian Adat

Pengukuhan bersama pengurus MAA Provinsi Aceh Pengganti Antar Waktu (PAW) periode 2021–2026 oleh Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Teungku Malik Mahmud Alhaytar, di Aula Mahkamah Syariah Aceh, Kamis (28/8/2025). (Foto: HO-Majelis Adat Aceh).
Pengukuhan bersama pengurus MAA Provinsi Aceh Pengganti Antar Waktu (PAW) periode 2021–2026 oleh Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Teungku Malik Mahmud Alhaytar, di Aula Mahkamah Syariah Aceh, Kamis (28/8/2025). (Foto: HO-Majelis Adat Aceh).

Ketua MAA Aceh Prof. Yusri Yusuf ajak semua pihak hidupkan kembali adat sebagai pijakan masa depan dan perkuat identitas di tengah arus globalisasi. 

koranaceh.net Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Provinsi Aceh, Prof. Dr. Drs. Yusri Yusuf, M.Pd, mengajak seluruh pihak menghidupkan kembali semangat pelestarian adat sebagai pijakan masa depan.

Ajakan itu ia sampaikan usai dikukuhkan bersama pengurus MAA Provinsi Aceh Pengganti Antar Waktu (PAW) periode 2021–2026 oleh Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Teungku Malik Mahmud Alhaytar, di Aula Mahkamah Syariah Aceh, Kamis, 28 Agustus 2025.

Prof. Yusri menegaskan, adat Aceh bukan sekadar simbol masa lalu atau seremoni belaka, melainkan nafas kehidupan masyarakat yang harus hadir di sekolah, rumah, kampung, hingga ruang digital. Menurutnya, nilai adat berfungsi membentuk karakter, memperkuat identitas, dan merawat harmoni sosial.

“Majelis Adat Aceh bukan lembaga pasif. Ia adalah benteng budaya, jantung nilai kearifan lokal, dan pelita yang menuntun masyarakat hidup dalam keadilan, kebersamaan, dan kemuliaan,” ujar Prof. Yusri Yusuf.

Ia menambahkan, amanah memimpin MAA bukan hanya kehormatan, tetapi tanggung jawab besar untuk menjaga marwah dan keluhuran adat Aceh di tengah tantangan globalisasi. Menurutnya, tanpa adat, masyarakat akan kehilangan akar budaya, sementara tanpa hukum, kehidupan akan kehilangan arah.

Kekhawatiran juga ia sampaikan terkait generasi muda yang semakin jauh dari nilai adat. Bahasa ibu mulai terpinggirkan, ritual adat dianggap usang, sementara budaya luar kian mudah masuk tanpa filter. “Jika kita tidak segera bertindak, kita akan kehilangan akar yang menghidupi pohon kebudayaan kita sendiri,” tegasnya.

Karena itu, ia mengimbau ulama, akademisi, pemerintah daerah, pemuda, perempuan, hingga tokoh masyarakat untuk berperan aktif dalam dokumentasi, edukasi, revitalisasi, serta integrasi adat dalam kebijakan publik.

Prof. Yusri mengutip pepatah adat “Adat bak Po Teumeureuhom, hukom bak Syiah Kuala”, sembari menekankan pentingnya menjaga sinergi adat dan hukum dalam membangun masyarakat yang bermartabat. “Mari kita jadikan adat sebagai jalan membangun masyarakat yang kuat dan beradab. Semoga Allah SWT meridhai ikhtiar kita bersama,” pungkasnya. [*]

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.