Rezim Pengkhianat Tidak Butuh Prestasi di Mata Masyarakat
*Oleh : Tarmidinsyah Abubakar
Pemerintah yang baik itu kebiasaanya senantiasa memperbaiki kesalahan atau menyempurnakan kebijakan publik dan prilakunya. Jika ada kekeliruan dalam kebijakannya tentu saja mereka menjelaskan tentang kekeliruan tersebut karena menghargai amanat rakyat yang begitu besar dipundaknya.
Kebijakan publik yang keliru yang tidak sesuai sasaran merupakan bentuk kesalahan terbesar pemerintahan dan itu sama dengan memamerkan penyelewengan meski hal itu bisa saja sebagai akibat kebodohan dalam berpikir dan kecerobohan akibat terdesak kepentingan para pihak dalam penyusunan kebijakan publik.
Tentu saja seorang presiden atau gubernur dalam membuat rencana kebijakan banyak elemen dalam pemerintahan yang terlibat, karena orientasinya pada soal materi dan fasilitas maka korup tidak bisa dihindari, apalagi seorang pemimpin yang tidak memiliki konsepnya sendiri dalam pengelolaan kekuasaan. Padahal bila sang pemimpin memiliki konsepnya sendiri segala hal yang diintervensi oleh para pihak sudah pasti dapat diminimalisir bahkan dicancel dengan argumentasi yang meyakinkan semua pihak.
Silakan kita perhatikan betapa presiden atau kepala daerah meski sudah terang-terangan menjalankan kebijakan yang salah kaprah tetapi mereka merasa nyaman saja, karena mereka terlindungi oleh para pihak yang membuat rencana dan dia lebih nyaman ketika bisa memuaskan para pihak dalam pemerintahan meski rakyat merasa kecewa dan elemen sosial melakukan protes di media sosial habis-habisan sekalipun.
Fenomena ini menunjukkan kepada kita bahwa rakyat bukanlah sasaran pelayanan pemimpin pemerintahan karena sipemimpin hanya cukup melayani elemen dalam pemerintahan itu sendiri dan si pemimpin tentu dianggap berhasil oleh para pihak yang terlibat dalam pembuatan kebijakan publik.
Saya menganggap pemimpin yang tipe seperti itu sebagai orang yang tidak memenuhi kapasitas, kualitas dan mentalitas sebagai pemimpin, mengingat ia tidak memahami siapa sesungguhnya yang harus dipimpin dan siapa yang memberi amanat kepadanya.
Jika kepala pemerintahan menyadari posisinya maka kritik dari elemen sosial perlu menjadi bahan pertimbangan dalam menjalankan pemerintahan. Siapa bilang masyarakat tidak bisa melihat ketimpangan dalam kebijakan pemerintah terutama terhadap hal-hal yang terbuka. Sebagai contoh dalam kasus pemulangan warga dari luar negeri yang diperlakukan secara ketat dan tidak wajar seakan sebagai sandera, sementara ada warga negara lain yang juga masuk ke Indonesia tetapi diperlakukan secara terhormat. Yang begini jangankan masyarakat dewasa, anak ingusan juga paham ketidakadilan pemerintah.
Menurut pandangan saya sikap pemerintah yang bertolak belakang dengan harapan rakyat adalah pelecehan yang sempurna terhadap rakyat. Berikutnya kritikan oleh elemen sosial seharusnya ditanggapi oleh pemerintah dengan sinyal untuk memberi perhatian jika belum mampu dilakukan, atau menjawabnya dengan tindakan bila memang itu mampu dilakukan.
Akan tetapi bila pemimpin pemerintahan tidak ambil peduli dan tidak menggubris maka pemerintah itu dapat digolongkan sebagai Rezim Rusak (Runyoh) yang sudah tuli buta dan tidak peduli kepada rakyat, biasanya pemimpin seperti ini juga orang terjajah atau sedang menutupi berbagai kesalahan atau penyelewengan dalam mengelola negara.
Justru karena itu negara atau daerah yang dipimpin oleh tipikal kepemimpinan ala kadar ini perlu segera diminta mundur oleh elemen masyarakat agar sumberdaya pembangunan tidak dipergunakan sebagai senjata makan tuan bagi rakyat disamping terjadinya pelestarian penistaan serta pembodohan rakyat.
Jika pemimpin sudah tidak lagi mengharap prestasi pada rakyatnya maka ia sudah bisa digolongkan sebagai pengkhianat amanat rakyat, tentu ia hanya mencari cara untuk mengelabui dan membangun kerajaan kelompok dengan memanfaatkan waktu yang tersisa untuk mendapatkan untung dan manfaat sebesar-besarnya. []
*Penulis adalah Pemimpin Politik Muda Indonesia-Amerika 2013
Tidak ada komentar