Ketua KPA Sagoe Pante Bidari : Implimentasi MoU Helsinki dan UUPA Harus Dievaluasi
Aceh Timur – Pasca damai antara RI-GAM pada 15 Agustus 2005 hingga saat
ini, masih banyak yang perlu perjuangkan terkait hak-hak dan kewenangan Aceh. Dalam
hal ini, perlu segera adanya evaluasi secara konstruktif terhadap sejauhmana
progres implimentasi butir-butir MoU Helsinki dan UU Nomor 11 tahun 2006
tentang Pemerintah Aceh sebagai dasar perdmaian.
Demikian disampaikan Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Sagoe Pante Bidari, Aceh Timur M.Yusuf kepada Koran Aceh Selasa (14/07/2020).
Pang Ucok sapaan akrap M.Yusuf mengatakan, waktu 15 tahun bukanlah masa
yang singkat, namun proses implimentasi MoU Helsinki dan UUPA sangat lambat
tidak seperti yang diharapkan. Bukan hanya pada persoalan kewenangan Aceh, tapi juga menyangkut tingkat
kesejahteraan masyarakat, korban konflik, dan
mantan kombatan GAM.
“Kesenjangan sosial dan ekonomi, masih menjadi persoalan yang sangat
mendasar di Aceh, kekayaan alam yang berlimpah dan kucuran dana otonomi khusus
puluhan triliun pertahun belum mampu menjawab dan memberikan solusi dalam mengentaskan kemiskinan,” ujar Pang
Ucok.
Ia melanjutkan, hal ini menjadi tanda tanya kita semua. Khususnya terkait
lambatnya pertumbuhan ekonomi, pembangunan infrastruktur dan pelaksanaan
terhadap kewenangan Aceh yang belum tuntas.
Apakah Pemerintah Pusat tidak serius dan komit menunaikan janji-janji
dalam kesepakatan MoU yang telah ditandanganinya atau Pemerintah Aceh sendiri
yang lalai dan tidak mampu meng eksekusi kewenangan yang telah ada.
Mantan Kombatan GAM ini berharap, perlu adanya langkah kongkrit semua
stakeholder di Aceh baik jajaran KPA, Partai Politik Lokal dan Nasional,
Pemerintah Aceh, dan DPRA. Para pihak tersebut harus memiliki terobosan dan
persepsi yang sama terhadap implemetasi MoU ke depan. Sehingga kepercayaan masyarakat
tidak hilang, baik kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh.
“Bila tidak, tidak tertutup kemungkinan akan terjadi gejolak sosial dan
Perdamian Aceh yang telah terbangun dengan baik bisa terancam,” tandasnya.
MoU Helsinki dan UUPA merupakan anugerah yang berharga bagi masyarakat
Aceh, dan kita tak ingin Aceh kembali kepada pusara konflik.
Menuntaskan MoU Helsinki dan UUPA merupakan tanggung jawab semua elemen,
dan tak perlu saling menyalahkan, tapi ini tanggung jawab bersama dalam mengawal dan memperjuangkan hingga
tuntas, pungkas Pang Ucok.
Tidak ada komentar