Pemerintah Aceh Diminta Memperhatikan Keberlangsungan BUJP Lokal
Banda Aceh – Beberapa perwakilan Badan Usaha Jasa Pengaman (BUJP) lokal di Aceh melakukan audiensi dengan Komisi III DPRA. Diterima ketua dan sekretaris diruang Komisi III pada, Selasa (05/01/2021) para perwakilan BUJP lokal tersebut menyampaikan berbagai permasalahan yang mereka hadapi sejak beberapa tahun terakhir.
Mewakili rombongan, H. Zuhaimi Agam Rayeuk, SE pemilik PT. Agam
Rayeuk Mandiri mengatakan sejak lima tahun terakhir BUJP lokal di Aceh
mengalami keterpurukan, kerugian hingga sebagiannya harus menghentikan usahanya.
“Kami ingin menyampaikan bahwa lebih tiga puluh dari lima puluhan BUJP
lokal yang ada di Aceh harus berhenti operasional sejak beberapa tahun terakhir.
Ditengah kondisi pandemic Covid-19, keadaan
ini sangat memprihatinkan”, terang Zuhaimi.
Pada kesempatan yang sama, H. Bustami, SE pemilik PT. Tamita Dian
Lestari menyampaikan setidaknya ada 9 permasalahan yang dihadapi BUJP lokal di
Aceh.
1. Terjadi monopoli usaha yang dilakukan BUJP
besar berskala nasional, sehingga mengakibatkan lost potensi Pendapatan Aslli
Aceh (PAA) yang semestinya bisa diterima daerah.
2. Pelaksanaan lelang pekerjaan oleh
perusahaan pengguna jasa yang dilakukan dipusat dan cendrung tertutup, umumnya
BUJP lokal tidak diundang, kalaupun ada yang diundang hanya terbatas.
3. Manajemen fee yang tidak memiliki
ambang batas.maksimal dan minimal, sehingga mengakibatkan persaingan tidak
sehat khususnya terjadi antara BUJP lokal dengan nasional. Kondisi ini
dimanfaatkan sebagian besar perusahaan nasional untuk menetapkan manajemen fee
yang cukup rendah.
4. Adanya keharusan dari sebagian
pengguna jasa yang mewajibkan BUJP menyediakan atau memiliki dana cadangan segar
yang angkanya diluar kemampuan dan kewajaran BUJP lokal. Sementara keharusan
tersebut tidak ada dalam ketentuan terkait.
5. Proses pengurusan dan perpanjangan SIO
yang dirasakan sangat rumit yang harus dilakukan secara langsung dan berjenjang
hingga kepusat, sehingga mengakibatkan biaya besar.
6. Sebagian besar pengguna jasa masih mengelola
sendiri satuan pengamanan, sementara secara aturan harus dikelola melalui BUJP
yang izinnya dikeluarkan Mabes Polri
7. Masih ada instansi pemerintah yang
menggunakan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sebagai tenaga pengamanan,
padahal secara aturan Satpol PP hanya berfungsi sebagai penertiban, dan secara
aturan tidak dibenarkan.
8.
Penerbitan izin pendirian BUJP yang
terlalu banyak dan tanpa memperhatikan kebutuhan lapangan.
9. Ditemukan dilapangan bahwa ada
sebagian besar BUJP nasional yang tidak memiliki rekomendasi dan izin
oprosional dari Polda Aceh, Disnakermobduk Aceh, dan asosiasi lokal (APSI dan
Abujapi). Padahal sesuia aturan yang ada, hal tersebut menjadi kewajiban.
Untuk itu, para perwakilan BUJP lokal meminta DPRA melalui Komisi III agar menindaklanjuti beberapa tuntutan mereka sebagai berikut;
1. Meminta Pemerintah Aceh kiranya segera mengeluarkan
kebijakan (Peraturan Gubernur) sebagai terkait prioritas BUJP lokal.
2. Miminta penegasan dari DPR Aceh melalui Komisi
III terhadap seluruh pengguna jasa agar pengelolaan jasa pengamanan kepada BUJP
lokal sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
3.
Mendesak pengguna jasa yang berada di Aceh untuk
melakukan proses tender di Aceh dan secara terbuka dan memprioritaskan BUJP
lokal.
4. Mendesak
pembatasan penerbitan izin terhadap BUJP baru, dikarenakan kebutuhan lapangan
dan kondisi saat ini yang mungkin dapat menimbulkan permasalahan baru.
5. Miminta DPR Aceh dalam hal ini Komisi III untuk
menginisiasi pertemuan para pihak
(Pemerintah Aceh, pengguna jasa, BUJP, dan pihak terkait lainnya) untuk
membicarakan kesepahaman solusi atas permasalahan dimaksud secara serius.
6. Meminta DPR Aceh dalam hal ini Komisi III untuk
menginisiasi penerbitan Qanun terkait prioritas BUJP lokal.
Merespon keluhan BUJP lokal tersebut, ketua Komisi III Khairil
Syahrial berjanji akan menindaklanjuti permasalahan ini terlebih dahulu dengan
menyampaikan kepada pimpinan DPRA.
“Keluhan bapak-bapak sudah kami terima, dan akan segera kami
sampaikan kepada ketua DPRA. Perlu bapak-bapak ketahui, kami Komisi III berada dipihak
bapak-bapak,” imbuhnya.
Sementara itu, sekretaris Komisi III DPRA, Hendri Yono mengatakan,
bahwa pertemuan ini merupakan silaturahmi awal. Sebab, pihaknya akan
mempelajari lebih lanjut permasalahan dan keluhan yang disampaikan mana yang
menjadi ranah Komisi III dan mana yang bukan.
“Dari beberapa permasalahan dan keluhan yang disampaikan, kami akan
melihat mana yang menjadi tupoksi Komisi III. Kemudian akan membicarakan ini
lebih lanjut, upaya apa yang akan dilakukan. Tentunya seperti yang disampaikan
ketua Komisi III tadi, bahwa hal ini akan kita sampaikan kepada ketua DPRA”,
jelasnya.
Hendri Yono, setidaknya dari silaturahmi ini ada banyak masukan dan
informasi yang dapat diterima Komisi III terkait permasalahan yang dihadapi
BUJP lokal di Aceh.
Namun terlepas dari itu, lanjutnya, pemerintah seharusnya
memfasilitasi BUJP-BUJP lokal ini, demi keberadaan dan keberlanjutan usaha
mereka. BUJP lokal harus diberdayakan dan diberi kesempatan prioritas dalam
mengelola jasa pengamanan di Aceh.
Disamping itu, Ia juga berharap, BUJP-BUJP lokal juga harus mempersiapkan dari dalam segala hal. Misalnya dengan meningkatkan SDM dan memenuhi berbagai persyaratan yang kemudian menjadikan BUJP lokal lebih professional.
Tidak ada komentar