Ayah Panton Dukung Rencana Penerapan Bahasa Aceh di Intansi Pemerintah

 

Ayah Panton
Lhokseumawe – Ketua Majelis Seniman Aceh ( MaSA ) Syamsuddin Ayah Panton, sangat mendukung kebijakan yang diambil oleh Walikota Lhokseumawe, Suaidi Yahya untuk menerapkan penggunaan bahasa Aceh setiap hari Jum’at di lingkungan pemerintahannya.

Menurut Ayah Panton, pencanangan yang dilakukan Walikota Lhokseumawe, Minggu kemarin merupakan implimentasi dari pasal 221 Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA).

“Selama ini tidak ada kepala daerah yang serius mau menerapkan bahasa Aceh di wilayahnya secara permanen sebagaimana diamanahkan Undang- Undang Pemerintah Aceh (UUPA),” Kata Ayah Panton kepada Wartawan di salah satu Coffe di Aceh Utara, Senin 26 Agustus 2019.

Ayah Panton sangat mendukung penerapan bahasa Aceh, sehingga bahasa Indatu tak pudar bahkan hilang di bumi Aceh.

” Ka beutoi Pak Wali, bahasa Aceh hanjeut gadoh di nanggroe droe (Sudah benar pak wali, bahasa Aceh tidak boleh hilang di negeri sendiri),” sebut Ayah Panton yang juga salah seorang tim yang membaku ejaan bahasa Aceh bentukan Kongres Peradaban Aceh bersama pakar bahasa dari Unsyiah, diantaranya ada Prof Dr Gani Asyik, Dr Wildan Abdullah yang dilaksanakan beberapa waktu lalu.

Lanjut Ayah Panton, bahwa sebelumnya Pemko Banda Aceh sudah pernah mencanangkan untuk menerapkan di Ibukota Propinsi Aceh. Namun, sampai hari ini belum jalan dan terkesan tidak serius Walikota Banda Aceh untuk mengembangkannya.

“Kita berharap, Walikota Lhokseumawe Suaidi Yahya mampu melakukannya, jangan hanya di jajaran pemerintahnya dan sekolah tapi suatu saat sampai ke desa-desa.” Ujar Ayah Panton.

Tambah Ayah Panton, mudah – mudahan pencanangan di Kota Lhokseumawe yang sudah disampaikan melalui surat edaran walikota ke SKPD dan sekolah-sekolah bisa berjalan kemudian bisa dikembangkan ke desa-desa dalam kota.

Untuk mensukseskan program di Kota Lhokseumawe, Ayah Panton yang merupakan warga Aceh Utara, kabupaten induk dari Lhokseumawe siap membantunya.

“Kita menyarankan, program menerapkan bahasa Aceh pada hari Jum’at, semestinya bisa dilaksanakan se-Aceh. Untuk itu, perlu ada payung hukum dengan melahirkan qanun bahasa Aceh sehingga menjadi aturan baku yang harus dijalani oleh semua pemerintah daerah dan sekolah-sekolah.” Ujarnya Ayah Panton.

Ayah Panton mengharapkan untuk menjalankan pasal 221 UUPA, pemerintah Aceh dan DPR Aceh harus membuat regulasi, sehingga amanah UU hasil MoU Helsinki tersebut, bisa dijalankan dengan baik. Karena saya juga mengkhawatirkan bahasa ibu yang mulai tergeser dapat diantisipasi sejak sekarang.

Kehawatiran Walikota Suaidi Yahya, kata Ayah Panton, sebenarnya juga kekhawatiran semua pendidikan, pakar bahasa, tokoh masyarakat, para orang tua di Aceh. Karena pengaruh global dan modernisasi dengan cepat mampu mengikis nilai-nilai peradaban dan kebudayaan Aceh.

 “MaSA berharap keinginan Walikota Lhokseumawe dan Walikota Banda Aceh mendapat respon dari Pemda Aceh dan DPR Aceh, sehingga bahasa Aceh yang mulai tergerus oleh budaya asing bisa diselamatkan,” Pungkas Ayah Panton.

Seperti diberitakan oleh beberapa media lokal dan nasional, di mana Wali Kota Lhokseumaw Suaidi Yahya menandatangani surat edaran wajib penggunaan bahasa Aceh setiap hari Jum’at di lingkungan kantor pemerintah dan sekolah. Surat itu telah diedarkan ke seluruh instansi pemerintah dan sekolah.

Menurut Suaidi Yahya, Untuk tahap awal, ketentuan penggunaan bahasa Aceh baru sebatas surat edaran. Setelah masa sosialisasi dianggap cukup hingga ke pelosok desa, akan dibuat peraturan wali kota atau qanun (peraturan daerah) tentang penggunaan bahasa Aceh di Kota Lhokseumawe.  [Metrosidik.co.id]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.